Sukses

FimelaMom

Ketahui Risiko Bahaya Main Tangan pada Anak

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, pernahkah kamu merasa kehilangan kesabaran saat menghadapi perilaku anak yang sulit dikendalikan? Dalam kondisi penuh emosi, sebagian orang tua memilih jalan pintas dengan main tangan. Padahal, tindakan ini bisa menimbulkan dampak serius bagi tumbuh kembang si kecil.

Kekerasan fisik, meski dianggap ringan, tetap meninggalkan luka yang tidak terlihat. Anak mungkin patuh karena takut, bukan karena memahami aturan. Hal ini justru menghambat perkembangan moral dan kepercayaan diri mereka.

Selain itu, kebiasaan main tangan dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak. Hubungan yang seharusnya dibangun dengan rasa aman dan cinta berubah menjadi penuh ketakutan. Akibatnya, komunikasi terbuka pun sulit terjalin dengan baik.

Dampak Fisik yang Langsung Terlihat

Anak yang mengalami kekerasan fisik bisa menderita memar, luka, atau bahkan cedera serius. Tubuh mereka yang masih rapuh membuat risiko trauma fisik semakin besar. Kondisi ini dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan anak dalam beraktivitas sehari-hari.

Jika kebiasaan main tangan terus berulang, tumbuh kembang anak bisa terganggu. Proses pertumbuhan fisik tidak berjalan optimal karena tubuh sering mengalami tekanan atau rasa sakit. Hal ini juga dapat menurunkan daya tahan tubuh anak terhadap penyakit.

Dampak Psikologis Jangka Panjang

Anak yang sering dipukul akan merasa takut dan kehilangan rasa aman di rumah. Kekerasan membuat mereka tumbuh dengan rasa rendah diri dan kurang percaya diri. Akibatnya, anak sulit mengembangkan potensi diri secara maksimal.

Risiko trauma emosional dari kekerasan bisa terbawa hingga dewasa. Anak mungkin kesulitan membangun hubungan sosial yang sehat karena rasa takut yang mendalam. Kondisi ini juga berpengaruh pada kesehatan mental mereka di masa depan.

Anak Belajar Kekerasan sebagai Solusi

Anak-anak belajar banyak hal melalui observasi dan imitasi dari orang terdekat mereka. Ketika orang tua menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan konflik atau mengoreksi kesalahan, anak akan menangkap pesan yang salah. Mereka bisa menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah.

Akibatnya, anak berisiko tinggi meniru perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bisa melakukannya pada teman sebaya, pasangan, atau bahkan anak mereka sendiri di masa depan. Hal ini menciptakan siklus kekerasan yang sulit diputus dan merugikan generasi berikutnya.

Rusaknya Hubungan Orangtua dan Anak

Hubungan orang tua dan anak seharusnya dibangun atas dasar rasa aman, cinta, dan kepercayaan. Namun, tindakan memukul justru menghancurkan fondasi penting tersebut. Anak akan patuh bukan karena hormat, melainkan karena rasa takut terhadap hukuman fisik.

Ketika rasa takut mendominasi, anak cenderung menyembunyikan kesalahan atau masalah yang mereka hadapi. Hal ini menutup jalur komunikasi terbuka yang seharusnya menjadi penghubung antara orang tua dan anak. Akibatnya, ikatan emosional yang hangat berubah menjadi hubungan yang dingin dan penuh jarak.

Kerusakan pada Perkembangan Otak

Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa kekerasan fisik, meski ringan dan sporadis, dapat mengubah struktur otak anak. Paparan hormon stres seperti kortisol yang berlebihan merusak area otak yang berperan dalam memori, belajar, dan regulasi emosi.

Anak yang sering dipukul cenderung hidup dalam kondisi waspada tinggi. Hal ini membuat mereka lebih reaktif, mudah cemas, dan kesulitan memproses informasi secara sehat.

Sahabat Fimela, semoga artikel ini bermanfaat untuk membuka mata bahwa main tangan pada anak bukanlah solusi. Justru, dampaknya bisa merusak fisik, mental, dan hubungan jangka panjang. Mari bersama-sama membangun pola asuh yang penuh kasih sayang, agar anak tumbuh sehat, bahagia, dan percaya diri.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading