Krisis Kesehatan Mental Remaja Ahli Ungkap Peran Penting Orangtua

Sementara itu, Samanta Elsener, M.Psi menyoroti faktor lingkungan keluarga dan perubahan drastis akibat era digital. Generasi Gen Z, yang lahir mulai pertengahan tahun 2000-an, tumbuh dalam dunia serba digital dengan teknologi canggih yang tidak dialami generasi sebelumnya.

Samanta menjelaskan bahwa:

• Distraksi digital membuat pengasuhan semakin menantang.

• Banyak orang tua memberi fasilitas yang berlebihan kepada anak, termasuk akses ke berbagai aplikasi, tanpa pengawasan yang cukup.

• Reaksi emosional orang tua memiliki pengaruh langsung pada perkembangan emosi anak. Regulasi emosi ibu atau ayah menjadi inner voice bagi anak.

• Dalam 10 tahun terakhir, konten soal mental health di media sosial meningkat pesat, tetapi tidak semuanya berasal dari profesional. Hal ini menciptakan fenomena “gunung es”, di mana banyak anak terpicu oleh konten yang salah.

“Generasi muda kini mendapatkan banyak informasi, tetapi minim pendampingan. Mereka memiliki akses luas namun kurang mendapatkan contoh nyata cara mengelola emosi dan bersosialisasi,” ujarnya.

Para ahli sepakat bahwa solusi utama untuk menurunkan risiko gangguan kesehatan mental pada remaja terletak pada keterlibatan aktif orang tua.

Samanta Elsener menekankan pentingnya membangun kembali jembatan komunikasi:

1. Bangun koneksi emosional, apa pun perilaku anak saat ini.

2. Orangtua perlu melihat perannya dalam perkembangan anak di titik sekarang.

3. Dalam kasus remaja yang sudah menunjukkan kecenderungan menyakiti diri atau pikiran bunuh diri, terapi seperti art therapy sering melibatkan orang tua untuk membuka diri dan membangun ulang hubungan.

4. Sediakan waktu 20–40 menit interaksi berkualitas setiap hari atau akhir pekan—berbicara soal hal yang disukai anak, melakukan kegiatan bersama, atau hanya mendengarkan tanpa menghakimi.

5. Orangtua harus kreatif mencari solusi dan menjadi garda depan yang memfilter apa yang anak konsumsi secara digital.

Indonesia dikenal dengan energinya yang dinamis, di mana hampir 46 juta remaja tumbuh di antara dunia online dan offline. Realitas digital ini menghadirkan peluang unik, dan YouTube berkomitmen untuk melindungi serta mendukung kesejahteraan mental dan fisik seluruhpengguna remaja.

YouTube menyesuaikan pengalaman menonton sesuai kebutuhan. Selain pengingat“Take a Break” dan “Bedtime” yang sudah aktif secara otomatis (by default) untuk pengguna di bawah 18 tahun, Youtube juga merilis beberapa pembaruan penting:

Cara baru untuk mengatur waktu di Shorts, fitur yang memungkinkan pengguna, termasuk remaja, untuk menetapkan batas durasi harian untuk scroll feed Shorts di perangkat mobile. Pengguna dapat mengatur dan menyesuaikan batas harian ini melalui menu ‘Settings’. Setelah batas waktu tercapai, pengguna akan menerima notifikasi yang menandakan bahwa feed Shorts telah dihentikan sementara untuk hari itu.

Perluasan Kontrol Orang Tua: Pada akhir tahun ini, Youtube juga berencana memperluas fiturkontrol orang tua untuk mengintegrasikan batas waktu Shorts, sehingga orang tua yangmenggunakan akun yang diawasi (supervised accounts) dapat secara proaktif menetapkanbatas yang tidak bisa diabaikan. Memberikan perlindungan bagi remaja dan pra-remaja melalui sistem rekomendasi YouTubeyang membantu mereka menemukan video sesuai minat dan yang menyenangkan untuk ditonton.

Selain itu, menambahkan perlindungan ekstra pada urutan video bagi remaja untuk membatasirekomendasi konten yang sekiranya aman jika ditonton sekali, tapi bisa jadi bermasalah jika ditonton berulang kali. Serta mengurangi frekuensi munculnya konten seperti ini bagi remaja di seluruh dunia untukmencegah kebiasaan menonton berulang yang berlebihan.

Pada awal peluncuran, perlindungan inihanya mencakup tiga kategori konten. Namun, setelah evaluasi berkelanjutan serta konsultasi dengan Youth and Families Advisory Committee, memperluas perlindungan ini menjadi enam kategori konten, termasuk konten tentang perbandingan fisik, agresi sosial, serta saran keuangan yang buruk dan tidak realistis