Sukses

Health

Bukan Rakus! Ini Alasan Kenapa Kita Makan Lebih Sering saat Cemas

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, ada masanya ketika sedang diselimuti rasa cemas, kamu ingin mencari sesuatu yang bisa menenangkan. Dan sering kali, makanlah yang menjadi pelariannya. Tanpa disadari, tangan mulai meraih camilan di depan mata atau membuka kulkas padahal perut belum terasa lapar. Akhirnya, kamu jadi merasa bersalah karena menganggap diri tidak bisa mengontrol nafsu makan.

Padahal, kondisi seperti ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh rasa lapar secara fisik. Ada hubungan yang kuat antara kondisi emosional dan pola makan kita, terutama ketika berada dalam situasi penuh tekanan. Makan saat cemas bukan berarti kamu rakus, tetapi bisa menjadi sinyal tubuh yang sedang mencari kenyamanan.

Lantas, apa sebenarnya yang terjadi di balik dorongan makan saat sedang stres atau cemas? Berikut ini penjelasan lengkapnya!

Respon Stres yang Memengaruhi Hormon

Ketika merasa tertekan atau cemas, tubuh akan merespon kondisi tersebut sebagai ancaman dan melepaskan hormon kortisol. Hormon ini tidak hanya meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga bisa memicu peningkatan nafsu makan, terutama pada makanan-makanan yang tinggi gula dan lemak.

Mengapa bisa terjadi demikian? Menurut beberapa sumber, pelepasan hormon kortisol ini dapat menyebabkan seseorang makan lebih banyak dari biasanya, karena tubuh mengira ia sedang berada dalam kondisi darurat dan perlu asupan energi tambahan. Itulah mengapa keinginan untuk makan dan ngemil berlebihan sering muncul saat kamu merasa stres.

Makan sebagai Bentuk Coping Mechanism

Bagi banyak orang, makanan bukan hanya sumber energi, tetapi juga simbol kenyamanan. Makanan tertentu seperti cokelat, roti, atau bahkan makanan rumahan sering kali diasosiasikan dengan rasa aman, tenang, dan nostalgia. Ketika emosi negatif seperti cemas, gelisah, atau lelah datang menghampiri, tubuh akan mencari cara cepat untuk menenangkan diri, dan makanan jadi solusi instan yang terasa 'mengobati'.

Hal ini dikenal sebagai emotional eating, yaitu pola makan yang dipicu oleh emosi, bukan rasa lapar. Emotional eating bukan sesuatu yang salah secara moral, tetapi penting untuk mengenalinya agar kamu tidak merasa bersalah atau terjebak dalam siklus pola makan yang tidak sehat.

Kurangnya Kesadaran saat Makan

Saat pikiran dipenuhi oleh kecemasan, kita cenderung tidak mindful saat makan. Kamu mungkin makan sambil scrolling media sosial, memikirkan pekerjaan, atau bahkan sambil menyelesaikan deadline. Akibatnya, otak tidak menerima sinyal kenyang secara optimal dan kamu pun jadi makan lebih banyak dari yang dibutuhkan.

Mindless eating seperti ini sangat umum terjadi di era serba cepat. Itulah mengapa penting untuk membangun kebiasaan makan yang lebih mindful supaya kamu bisa membedakan antara rasa lapar fisik dan lapar emosional.

Perasaan Cemas Bisa Menurunkan Kontrol Diri

Saat emosi tidak stabil, kontrol diri pun akan ikut melemah. Kecemasan bisa membuat seseorang lebih impulsif dalam membuat keputusan, termasuk dalam hal memilih makanan. Kamu mungkin tidak benar-benar lapar, melainkan hanya merasa 'butuh sesuatu' untuk menenangkan diri, dan makanan menjadi pilihan yang paling mudah diakses.

Itulah sebabnya penting untuk tidak langsung menyalahkan diri sendiri ketika keinginan makan datang saat sedang cemas. Sebaliknya, cobalah tanyakan pada diri, “Apa yang sebenarnya aku rasakan?” dan “Apa yang sebenarnya aku butuhkan selain makanan?”

Sahabat Fimela, semoga dengan mengenali kebutuhan emosional yang selama ini mungkin tidak disadari, kamu bisa lebih bijak dalam merespons stres tanpa harus makan berlebihan, ya!

Because every female is Fimela.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading