Fimela.com, Jakarta Belakangan ramai dengan aksi klitih yang dilakukan sekelompok pemuda yang berasal dari kalangan pelajar. Aksi ini menjadi bagian tindak kriminal karena identik dengan tawuran antar pelajar yang dilakukan dini hari.
Padahal, klitih sendiri menjadi fenomena yang cukup umum di Yogyakarta yang sebenarnya memiliki makna positif. Akibat berita yang tersebar di media sosial, membuat klitih memiliki konotasi negatif bagi masyarakat awam.
Advertisement
BACA JUGA
Dikutip dari Liputan6.com, Sosiolog Kriminalitas Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto menjelaskan bahwa klitih diambil dari bahasa Jawa yang artinya kegiatan untuk mengisi waktu luang yang bersifat positif. Seperti misalnya, menjahit, membaca koran, dan lain sebagainya.
Sayangnya, makna dari klitih bergeser seiring dengan berjalannya waktu. Terutama setelah sejumlah pelajar yang mengadopsi kegiatan klitih menjadi kegiatan mencari musuh.
Advertisement
Hukuman bagi pelaku
“Pada tahun 2007, 2008, 2009, itu pemerintah menegaskan pada sekolah-sekolah bahwa kalau ada pelajar terlibat tawuran maka ia akan dikenai sanksi dikembalikan kepada orang tua. Apakah ujungnya itu skorsing atau dikeluarkan,” kata Soeprapto dikutip dari YouTube UGM Channel, Selasa (12/4/2022).
Pelajar yang sadar bahwa sekolah itu adalah tempat menuntut ilmu, memilih untuk tidak ikut tawuran yang memang marak. Namun, bagi pelajar yang tidak merasa bahagia, kecewa, dan tidak menemukan apa yang membuat mereka bahagia, cenderung melampiaskannya pada kegiatan negatif.
Advertisement
Cara menyembuhkan kecewa
Menurut Soeprapto, cara ini dinilai oleh para remaja dapat menyembuhkan rasa kecewa yang mereka rasakan.
“Kemudian mengajak teman-temannya yang mempunyai kondisi yang sama untuk berkeliling sepeda motor, mencari musuh yang juga sama-sama pelajar,” terangnya.
Advertisement
Advertisement
Terbentuk seperti organisasi
Pelajar dengan nasib dan latar belakang ini merasa terikatdan akhirnya membuat geng. Di geng tersebut bahkan terdapat struktur yang jelas layaknya organisasi masyarakat. Terdiri dari ketua hingga anggota yang siap menuruti sosok yang dijadikan pemimpin.
Mereka pun kemudian menyusun sejumlah aksi klitih yang justru kini banyak meresahkan masyarakat.