Sukses

Lifestyle

Roostien Ilyas: Bagaimana Bisa Pencabulan Dianggap Biasa Saja

Vemale.com - Chatty Chant: Roostien Ilyas Ia adalah pekerja sosial, pemerhati anak, anggota Komnas Perlindungan Anak, dan Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara. Tahun 1990 adalah awal Ibu Roostien mengawali perjuangannya. Berbagai hal telah dihadapi perempuan paruh baya ini, mendampingi anak-anak korban bencana, anak-anak korban konflik, dan anak-anak korban pemerkosaan, anak-anak yang kurang beruntung. Ibu Roostien punya hati yang sangat besar, Ia meluangkan hampir seluruh waktu dan tenaganya membantu anak-anak yang masih polos. Sebagian anak-anak ini menjadi kotor akibat perlakuan orang dewasa. Pelacuran, pencabulan, children trafficking adalah masalah bersama masyarakat. Ketika kita bicara mengenai kemandirian perempuan, tak bisa lepas dari apa yang akan kita wariskan bagi generasi muda Indonesia. Apa sikap Roostien Ilyas? Mari siapkan mata untuk membaca, dan hati untuk mendengar... Chantal (Ch): "Lagi sibuk apa, bu?" Roostien Ilyas (Roos): "Sekarang lagi mempersiapkan Pesantren Ramadhan ke-14 untuk anak-anak terlantar, pekerja anak, sekarang sudah ribuan anak. Kami lakukan selama lima hari, tanggal 17 kita mulai, di belakang Mesjid At-tin, kami ingin beri pencerahan kepada mereka, bahwa Allah sayang mereka." Ch: "Bantuan datang darimana untuk pesantren?" Roos: "Di sini kami ajarkan toleransi beragama, dapat beras dari rumah abu vihara di Jakarta Pusat, ini merupakan pendidikan toleransi beragama yang penting banget." Ch: "Ibu giat membantu anak-anak di jalanan, di lokasi bencana atau konflik. Tapi ada satu masalah pelik saat ini, yaitu pencabulan, pemerkosaan, pelacuran. Apa penyebab utama pelacuran, pencabulan, trafficking?" Roos: "Klasik sebetulnya, kemiskinan dan ketidaktahuan (uneducated). Ada yang incest pedofilia, ada yang intelektualitas tinggi tapi melakukan pencabulan, tapi itu persentasinya kecil itu termasuk kategori sakit jiwa. Menurut Komnas Perlindungan Anak dari sekian kasus di Indonesia 62% kasus adalah pencabulan. Ini karena keberadaan mereka di bawah kemiskinan, dibilang kemiskinan, ya udah miskin banget gitu lah. Mereka tidak tahu mesti bagaimana. Di ini terlihat sekali peranan agama tidak masuk. Sekalipun saya muslim, setiap daerah pasti ada Majelis Taklim ada Mushola, Masjid, sejauh mana nilai keagamaan masuk betul-betul dalam perilaku sehari-hari kita... Ini harus kita introspeksi diri. Ulama, pejabat, penguasa, yang masuk kategori kesejahteraan sosial harus berbenah diri, bagaimana memberi pembelajaran. Tapi nggak mudah karena orang akan liat contoh." Ch: "Sanksi hukum bagi pelaku saat ini belum berat. Pemerintahlah yang memegang kunci utama. Apa ibu pernah mencoba masuk ke ranah ini untuk mengubah sesuatu?" Roos: "Masalah yang kasat mata aja, yang besar-besar kelihatan. Century, nasib rakyat, uang rakyat, kasus korupsi, koruptor-koruptor emang tertangani? Apalagi masalah anak, jauh nun jauh di sana... Menterinya pun hanya Menteri Negara. Ini nggak serius. Anak itu masa depan bangsa. Ibu Linda Agum Gumelar hanya Menteri Negara, tidak ada dana. Padahal yang ditangani perempuan dan anak. Perempuan saja separuh penduduk Indonesia. Anak juga dari prenatal antenatal sampai usia delapan bulan ini harusnya tanggung jawab Negara. Okelah kita membantu untuk melaksanakan itu semua tapi bukan berarti ambil alih porsi pemerintah sesuai undang-undang, ini masih sangat jauh sekali. Saya pernah menangani kasus pencabulan dan kalah di persidangan. Dan itu sangat menyakitkan. " Ch: "Ibu bergerilya membantu menolong anak-anak bersama teman-teman, yayasan, komnas anak. Selama ini apa bantuan pemerintah kepada ibu dalam misi menyelamatkan anak-anak Indonesia?" Roos: "Dana nggak selalu, kecuali misalnya Hari Anak Nasional ada dana sekian dibagi untuk bikin apa gitu, tapi semacam subsidi saya engga, mungkin teman-teman yang dapat, saya nggak ngerti, namun persentasinya kecil sekali. Bukan hanya pemerintah, sering kita berbincang dengan Komisi 8 DPR. Di Indonesia kan harus ada keputusan politik. Dan selalu kita angkat, kita bicara di Komisi 8. Rieke (Rieke Dyah Pitaloka) memperjuangkan asuransi bagi masyarakat miskin. Ini kan lebih berguna dibanding ada program memberi uang satu juta sekian dalam bentuk tabungan kepada anak-anak, tapi kan nggak semua anak dapet kan? Tapi kalau asuransi sangat membantu, orang miskin nggak takut lagi masuk Rumah Sakit kalau ada asuransi, ini masih belum goal" Ch: "Saat masyarakat tak mampu, tak punya akses terhadap pendidikan, apa yang akan kita hadapi di masa depan?" Roos: "Aduh, aku nggak mau pesimis, tapi dengan situasi seperti ini dan yang saya temui dengan kasat mata aku, di mana pencabulan dianggap 'biasa saja', dan mereka tidak mau terjadi pemberitaan atau pelaporan karena mereka adalah bagian keluarga. Kasus ini saya temui, salah satu anak binaan. Ada tiga anak belajar bersama kami. Satu saat bilang "ntar malem giliran ngurusin bapak...", saya tanya, "ngurus apa?" dia tersipu-sipu.. "gituan..." katanya. Aku kaget, aku tanya kok giliran? Siapa aja? Ternyata dia dan tiga saudaranya giliran melayani bapaknya... saya coba bicara sama sang ibu. Pelan-pelan saya bicara supaya nggak tersinggung, "bu, jangan kaget ya... bapak mencabuli anak-anak..." eh taunya si ibu ini enteng aja... "ya udah neng, nggak apa-apa, daripada nyabo di luar bayar..." si ibu sama sekali nggak kaget.... Ini merupakan deep question for all us... apa yang terjadi???" Ch: "Bagaimana ini keluarga saja merasa ga bisa melindungi anak-anak?" Roos: "Mereka merasa ini sesuatu yang biasa, kalau mereka nggak bisa melindungi kan ada keluh kesah. Tapi ini enggak. Sudut pandang melihat pencabulan beda, ini harus betul-betul jadi PR kita. Menghalalkan semua cara untuk kelanjutan hidup sangat mengerikan... Ini yang harus kita evaluasi lagi. Coba gini, ada ratusan janda-janda muda usia 12 sampai 16 tahun. Fenomena apa ini? Siapa yang nikahkan? Ulama dong... mereka muslim seperti saya. Sejauh ini mana agama? Kalau agama dipermainkan seperti ini, sangat mengerikan sekali. Contohnya nih, kita dikenal sebagai 'negara teroris' yang aneh, teroris mengatasnamakan agama. Sementara siapapun di dunia tahu Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbanyak, 90% muslim. Kalau mau jadi teroris harusnya nggak di Indonesia, di US sana, di sini bahkan Masjid pun jadi sasaran, ini mengerikan... Satu yang harus kita sepakati, bagaimana kita mengemas kembali ajaran-ajaran agama yang bisa masuk dalam kancah keseharian kita. Mungkin salah satunya harus diangkat kembali pelajaran budi pekerti di sekolah-sekolah." Ch: "Untuk mengajarkan budi pekerti kan bukan hanya dari pelajaran di sekolah, tapi kita butuh role model kan bu..." Roos: "Iya, makanya saya harapkan dari otonomi daerah adalah kearifan lokal. Sekarang ini kan aneh, orang jauh lebih takut sumpah pocong. Hahaha... bayangin, ini fenomena yang harusnya jadi kerja pemerintah di bidang pendidikan, agama, sosial dan lainnya..." Ch: "Boleh cerita satu kasus yang pernah ibu tangani, yang dirasa paling berat dan mengagetkan?" Roos: "Ini pengecualian, bapaknya S3, Ibunya Sarjana Komputer. Tantenya yang telepon-telepon saya waktu itu, nangis-nangis... Rumahnya di Jakarta Pusat, nggak masuk gang. Anak ini masih TK. Saya bawa tape recorder untuk ngerekam. Aku bingung harus mulai dari mana? Anak ini cantik, kita ngobrol sana sini dulu, aku tanya 'suka lagu apa sayang?" terus dia nyanyi lagi... 'ibu dan ayah selamat pagi...' Panggillah namanya Bunga, anak ini dicabuli, dia cerita sebelum bobo baca ayat kursi, pintar sekali anaknya... Dia cerita, waktu dibawa papa ke rumah eyang, di rumah eyang nggak ada orang, Bunga disuruh bobo, papa ngeraut pensil, rautnya pake rautan Om Apto, terus ditusukkan ke vagina Bunga sampe berdarah dan jejeritan, dia ceritakan gamblang. Runtut. Kita bawa ke ginekolog, saya konsultasi dengan Ma s Seto, waktu divisum aku nggak tega. Kasus ini kita bawa ke pengadilan, dan kalah. Alasannya nggak ada saksi. Saya bilang mana ada orang diperkosa ada saksi. Emang tontonan? korban adalah saksi... Kita kalah dengan uang... Yang itulah yang terjadi, mengerikan..." Ch: "Pelaku pencabulan sebagian besar justru teman atau keluarga dekat. How can we protect our children?" Roos: "Di negara maju kita selalu dengar, get away from stranger, don't talk to stranger. Tapi di kita enggak. Kita ini budaya terbuka. Siapapun boleh nginep. Sepupu sekali sepupu dua kali sepupu berkali-kali, semua bisa nginep di rumah, dan itu satu kultur yang kita nggak bisa ubah..." Ch: "Lalu bagaimana melindungi anak-anak kita?" Roos: "Faktor keagamaan, bagaimana pendidikan keagamaan yang terefleksi dalam perilaku keseharian, bukan hanya dalam ayat-ayat yang secara dogmatis harus kita taati... Kearifan lokal. Ini penting sekali, kita merasa bangsa modern. Padahal bukan modern, kita liar.. dan kita bangga. Saya ga setuju dibilang ini budaya barat. Berhenti menyalahkan orang lain, kita mulai dari diri sendiri. Kita hidupkan kearifan lokal. Kita harus mulai dari situ..." Ch: "Apa yang harus kita lakukan jika anak kita menjadi korban pencabulan?" Roos: "Yang jelas, satu, jangan kucilkan anak ini. Konsultasi pada psikolog atau bagi orang awam, dipindahkan ke tempat baru, secara org awam, diungsikan. misalnya dipindah ke tempat eyang atau neneknya. Di tempat baru ia akan menjadi seseorang yang baru. Dan siapapun pelakunya harus ditangkap. Tapi yah susah juga.. ini ada kasus… pencabulan di kolong jembatan, aku lapor.. kemudian Polda tangani dengan bagus, pelakunya ditangkap. Tapi terus anak ini mau dikemanain? Kan ga punya rumah.. tinggalnya di kolong jembatan… Akhirnya anak ini saya titipkan kepada teman saya di panti asuhan. Ga lama teman telpon.., menanyakan ada apa dengan anak ini karena malam-malam stress, teriak teriak, lari sana sini.. Ini panti asuhan Muslimin, milik adiknya mas Sarlito Wirawan.. panti asuhan kuno, pintunya aja ada seratus...hahaha Tidak semua bisa menerima. Dalam kasus seperti ini dibutuhkan kearifan.. intinya lebih baik mencegah daripada mengatasi… RT RW ini harus berfungsi. Satu-satunya yang bisa masuk ke rumah-rumah setiap orang adalah RT. Lalu Majelis Taklim, PKK, Karang Taruna.., organisasi apa sih yang ga ada di kampung? Ada semua kok.. misal ada Pemuda Pancasila, FPI, banyaklah organisasi-organisasi ini.. kalau mereka bisa mencegah, jadi ga perlu kita reaktif.." Ch: "Bertatap muka dengan beberapa preman pernah ibu lakukan, menggalang dana untuk membangun rumah ceria, pesantren ramadhan ibu lakukan, sebagai ketua yayasan, dan anggota komnas anak. Apa target selanjutnya?" Roos: "Anak-anak berpendidikan mendapat haknya. Di Jakarta anak-anak mau main aja susah. Mereka mau main di mana? Harus bayar dulu kalau mau main. Mau main aja susah. Ga muluk-muluk kok.. penuhi hak anak untuk tumbuh kembang, hidup jangan ada aborsi, berikan anak-anak gizi yang baik, tidak diskriminasi, anak berhak dilindungi, terlindungi dari apapun, dan anak berhak berpartisipasi, berpendidikan. Sesuai undang-undang lah.. ga muluk-muluk.. " Ch: "Ibu adalah sosok perempuan mandiri, berani menghadapi preman, pergi ke tempat-tempat yang mungkin orang enggan pergi ke tempat tersebut, berjuang untuk apa yang selama ini ga diperhatikan pemerintah. Apa yang mendeskripsikan perempuan mandiri bagi ibu?" Roos: "Sadar kita tetap perempuan dengan kodratnya. Tanggung jawab, setiap langkah adalah kuitansi yang harus kita bayar. Be yourself, punya jati diri. Jika jadi bidan, jadilah bidan yang bertanggung jawab. Ibu rumah tangga adalah perempuan mandiri, jangan salah.. dari subuh sampai malam pekerjaan ga berhenti. Tapi ingat bahwa dia punya hak untuk bilang tidak ketika kenyamanannya terganggu. Kalau kenyamanan terganggu dan kita biarkan itu, dia ga akan lakukan kewajiban dengan bener.. Yang penting keseimbangan dalam hidup…" (vem/bee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading