Sukses

Lifestyle

Semangat Hidup Kakek Pemulung

 

Oleh: Frisca S. Yolanda

Sebut saja namaku Fika, aku seorang karyawati di perusahaan distributor bahan bangunan di kota Banyuwangi. Setiap hari aku berangkat ke kantor pukul 8 pagi dan pulang hingga pukul 7 malam. Rutinitas itu membuatku lelah hingga aktivitas lain di luar urusan pekerjaan sering terabaikan. Ketika hari libur tiba, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan membersihkan rumah setelah 1 minggu tak tersentuh.

Tibalah hari Minggu, pagi-pagi aku segera membersihkan rumah. Aku mulai dengan halaman depan, halaman begitu kotor berdebu dan rumput banyak tumbuh di sela-sela paving jalanan. Musim hujan rupanya membuat rumput itu makin giat tumbuh subur. Dengan penuh peluh aku cabut rumput itu dengan tangan satu persatu tapi terasa sulit sekali dan tidak berhasil.

Tiba-tiba aku lihat kakek tua renta membawa sebuah karung dan sebilah sabit, kakek itu membuka satu persatu tempat sampah di lingkungan perumahan tempat aku tinggal dan aktivitas itu hampir setiap pagi dia lakukan. Dia mencari botol-botol plastik dan karton dari tempat sampah. Dia mulai mendekat ke arahku, kemudian tempat sampahku tak luput dia periksa.

Agak lama dia memeriksa tempat sampahku, muncul ide dalam benakku meminjam sabit si kakek untuk mempermudah mencabut rumput di sela paving. Sang kakek meminjamkan sabitnya untukku. Awalnya aku lakukan sendiri mencabut rumput dengan sabit si kakek, tapi aku tetap merasa kesulitan. Melihat itu, si kakek membantuku untuk melakukannya.

Kisah hidup sang kakek pemulung yang penuh perjuangan, klik tombol di bawah ini!

(vem/yel)

Kisah Sang Kakek

Diam-diam, aku amati si kakek, timbul keinginanku untuk bertanya padanya, mengapa di usia setua itu dia masih saja melakukan pekerjaan memulung. Aku bertanya di mana tempat tinggalnya,dia menjawab bahwa rumahnya tak jauh dari tempat tinggalku. Kakek bercerita anaknya ada 9 tapi meninggal 4 orang. Saat ini anak yang tersisa 5 orang, 4 di antaranya sudah menikah, tinggal si bungsu yang masih duduk di bangku SLTA.

Kakek kembali bercerita, saat ini usianya 79 tahun. Usia yang sangat renta, tapi masih kuat berkeliling memungut sampah. Beliau melanjutkan bahwa dulu dia pernah bekerja di Bina Marga. Cukup lama si kakek bekerja di sana, hingga 4 kali ganti pimpinan, masih tetap bekerja di sana. Kakek tidak mendapatkan pensiun sama sekali dari pengabdiannya itu.

Iseng, aku bertanya mengapa kakek masih bekerja di usia setua itu, padahal dia mempunyai banyak anak yang aku yakin pasti bersedia menghidupi kakek dan istrinya. Kakek pun berkata bahwa selama dia masih mampu bekerja, dia tidak akan diam duduk manis dan sekedar mengharapkan pemberian dari anak-anaknya. Kakek tahu bahwa mereka juga kesulitan dan harus berjuang keras menghidupi keluarga mereka sendiri.

Semakin panasaran akupun melanjutkan bertanya berapa harga barang-barang hasil memulung itu dia jual. Kakek menjelaskan bahwa harga barang-barang itu perkilonya dibeli seharga Rp 500 oleh pengepul. Supaya uang yang dia terima banyak, dia kumpulkan dulu barang-barang di rumahnya, kemudian diambil serta dihitung oleh pengepul. Untuk mengumpulkan uang sekitar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu dia butuh waktu sampai 1 bulan. Ya Tuhan.. sungguh hasil yang tidak seimbang dengan lamanya waktu dan tenaga yang harus dia kerahkan.

Kakek pemulung menyadarkanku akan perjuangan hidup, klik tombol di bawah ini untuk membaca lanjutan kisah sang kakek.

Perjuangan Kakek

Namun si kakek mengatakan bahwa uang itu bisa dia pergunakan untuk memenuhi dan membeli keperluan rumah tangga, daripada hanya duduk-duduk di rumah, cuma menimbulkan penyakit saja imbuhnya.

Tak lama kemudian si kakek pamit untuk melanjutkan pekerjaannya karena masih banyak tempat sampah yang belum dia singgahi. Aku pun mempersilahkan si kakek untuk pergi setelah aku beri upah karena dia sudah membantuku membersihkan rumput . Cukup lama aku mengamati langkah kakek yang berjalan tertatih tatih sampai tubuh rentanya itu hilang di kejauhan.

Dalam hati aku sungguh mengagumi semangat hidup kakek pemulung, dia tidak menyerah pada keadaan. Usia si kakek adalah usia untuk beristirahat menikmati sisa-sisa hidup, tetapi beliau menghasilkan materi semampu yang dia bisa, tanpa harus mengharapkan bantuan dari orang lain.

Sungguh sosok yang pantas ditiru. Jika si kakek saja masih optimis dan pantang menyerah menjalani hidup, apalagi kita yang masih muda. Apakah harus menyerah begitu saja pada nasib? Alangkah naifnya, karena sesungguhnya yang bisa mengubah hidup kita adalah diri kita sendiri, sekalipun takdir juga ikut berbicara.

Setidaknya semangat hidup dan kerja keras bisa banyak berperan pada hidup kita untuk lebih baik.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading