Sukses

Lifestyle

Nyi Ageng Serang, Pahlawan Nasional yang Tangguh dengan Taktik Samaran Daun Lumbu

Fimela.com, Jakarta Nyi Ageng Serang telah menjadi satu nama pahlawan perempuan yang pernah kamu dengar sebelumnya, namun tahukah kamu perjuangannya memenangkan kemerdekaan bangsa Indonesia? Nyi Ageng Serang memiliki nama asli Raden Adjeng Wulaningsih Retno Edi yang kemudian diberi gelar sebagai pahlawan nasional melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia di tahun 1974.

Nyi Ageng Serang merupakan anak dari Panembahan Serang yang lahir pada tahun 1752 di Serang, desa terpencil yang berjarak kurang lebih 40 km sebelah utara Solo dan sebelah barat laut Sumberlawang, serta Purwodadi. Inilah yang menyebabkan Serang dianggap strategis, karena berada di antara Semarang, Solo, dan Yogyakarta.

Di hari tua sang ayah, Nyi Ageng Serang diberi pendidikan agama dengan dikirim ke Kadilangu, Demak, yang juga merupakan bekas kediaman Sunan Kalijaga untuk memperdalam agama Islam. Setelah kakak laki-laki yang juga menjadi pahlawan, ibu, serta ayahnya wafat, Nyi Ageng Serang hidup seorang diri mewarisi darah juang dan kepahlawanan sang ayah.

Suatu waktu, Nyi Ageng Serang pernah ditangkap oleh Belanda dan dibebaskan kembali atas permintaan Sultan Hamengku Buwono II, yang memohon agar Nyi Ageng Serang diserahkan ke Keraton Yogyakarta. Namun, kehidupan di dalam keraton yang nyaman dan aman ternyata tidak membuat hidup Nyi Ageng Serang bahagia karena pahlawan perempuan ini terus menerus memikirkan nasib masyarakat Serang yang masih dijajah oleh Belanda.

Perlawanan Nyi Ageng Serang bersama sang cucu, Pangeran Notoprodjo

Atas permintaan dirinya sendiri, Nyi Ageng Serang dikembalikan ke Serang dengan pengawalan Keraton Yogyakarta. Tak lama kemudian, ia menikah dengan Pangeran Mutia Kusumowijoyo dan dari pernikahan ini, keduanya dikarunia satu anak laki-laki dan satu anak perempuan Raden Adjeng Kustinah, yang kemudian menikah dengan Pangeran Mengkudiningrat, putra dari Sultan Hamengku Buwono II.

Pernikahan anak perempuan Nyi Ageng Serang tersebut melahirkan seorang putra yang terkenal dengan gelar Pangeran Notoprodjo. Sedang sang ayah, Pangeran Mengkudiningrat diberi sebutan Adipati Serang, di mana keduanya terkenal sebagai pahlawan yang gigih dalam Perang Dipenogoro.

Karena berbagai pemberontakan yang dilakukan, Adipati Serang diasingkan ke Penang, menyusul putrinya wafat, membuat Nyi Ageng Serang harus mengasuh Pangeran Notoprodjo seorang diri. Kebenciannya yang mendarah daging terhadap Belanda membuat Nyi Ageng Serang segera memerintahkan cucunya untuk ikut berperang membantu Dipenogoro yang saat itu meminta bantuannya.

Peran Nyi Ageng Serang dalam Perang Dipenogoro

Dalam Perang Dipenogoro, Nyi Ageng Serang bertugas sebagai penasihat yang memiliki kedudukan sejajar dengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Joyokusumo. Di sinilah Nyi Ageng Serang terkenal dengan taktik samarannya yang banyak berhasil melawan musuh.

Nyi Ageng Serang menggunakan daun lumbu atau daun keladi hijau untuk menutupi kepala pasukannya. Dari jauh, para pasukannya akan terlihat menyerupai kebun keladi hijau.

Nyi Ageng Serang wafat di usia 76 tahun dan dimakamkan di desa Beku, Kulonprogo, Yogyakarta atas permintaannya sendiri. Di sekitar desa tersebut, Nyi Ageng Serang pernah bergerilya melawan Belanda.

#GrowFearless with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading