Sukses

Lifestyle

Aku Benci Suamiku yang Tidak Romantis, Hingga Aku Sadar Akan Hal Ini

Fimela.com, Jakarta Ketika menjalin hubungan cinta dan memutuskan menikah, salah satu harapan yang mungkin diinginkan setiap perempuan adalah suami yang romantis. Ini juga yang diinginkan seorang istri kepada suaminya dalam kisah yang dituturkan oleh Victoria Fedden dalam Yourtango.

Aku selalu bertanya-tanya apa yang salah dengan diriku sehingga tidak bisa membuat seorang pria bersikap romantis padaku.

Aku selalu menginginkan kisah cinta yang romantis, ingin dikejar, diberikan catatan kecil yang manis atau kado yang bikin penasaran. Atau seorang pria yang dengan sengaja meminta teman-temanku untuk mengajakku berkeliling jalan-jalan dan menggiringku ke suatu tempat hanya untuk mendapati ia telah menyiapkan kejutan besar saat aku sampai di tempat itu.

Ada banyak bunga, lilin, makanan, minuman dan pernyataan cinta paling mendebarkan atau ia berlutut dengan kotak cincin menghadap ke arahku. Aku kenal teman-teman yang mengalaminya, bahkan yang rela membawa mereka pergi ke Paris untuk liburan berdua.

Ingin suami yang romantis

Aku sangat iri. Karena suamiku tidak pernah seperti itu. Seperti cinta yang datar, aku tidak pernah menjadi objek sikap romantis yang berlebihan. Hanya sekali saja, aku ingin tahu bagaimana rasanya memiliki seorang pria yang mau bersusah payah menciptakan pertunjukan romantis hanya untukku. Kebencian dalam pernikahan itu nyata, dan alasannya adalah karena suamiku tidak romantis.

Mungkinkah karena aku terlalu banyak nonton drama? Mungkin film romantis memberiku banyak pandangan tidak realistis tentang cinta sejati? Tapi apakah salah jika aku sedikit berharap bisa diajak menginap di hotel mewah dengan hiasan mawar di tempat tidur dan berduaan saja?

Saat ini aku seorang ibu berusia 41 tahun yang entah bagaimana telah menjalani pernikahan selama sepuluh tahun tanpa ada momen romantis sedikit pun. Aku berpikir pintu romantis itu sudah tertutup dan tidak memungkinkan lagi untukku. Aku harus menerima dengan getir menikahi pria yang tidak romantis.

Hingga pada titik aku sangat membencinya ketika hari ulang tahun atau peringatan pernikahan karena aku tak ingin menduga-duga kekecewaan apa lagi yang akan aku dapatkan. Setelah kekecewaan ulang tahun yang terakhir, aku sadar bahwa ada sesuatu yang harus diubah, dan sesuatu itu adalah diriku sendiri.

Membuat diri sendiri sadar

Akar penyebab ketidakbahagiaanku menjalani pernikahan bisa jadi bukanlah suamiku, tapi diriku sendiri. Akulah satu-satunya yang bertanggung jawab atas perasaanku, jadi aku perlu memahami diriku dengan lebih baik untuk mencari tahu inti masalahnya.

Ternyata, itu cukup sederhana. Aku keliru memandang keromantisan yang diciptakan televisi sebagai bukti nyata cinta sejati. Aku percaya bahwa semua pria akan melakukan hal romantis seperti itu ketika mereka benar-benar mencintai perempuan.

Ketika seorang teman memberiku buku berjudul Lima Bahasa Cinta oleh Gary Chapman, akhirnya aku mengerti. Setiap orang menunjukkan cinta dengan cara yang berbeda. Kesadaran ini bagai tamparan besar karena aku selama ini selalu berpikir bahwa hanya ada satu cara untuk menunjukkan cinta.

Karena aku memiliki pandangan yang begitu sempit, aku tak sadar selama ini telah menutup diri terhadap bahasa cinta lain yang bisa ditunjukkan. Bukan hanya itu, aku juga menyadari bahwa selama ini sebenarnya aku tidak pernah tertarik pada tipe-tipe pria yang suka menunjukkan keromantisan berlebihan.

Selama ini aku hanya pacaran dengan pria-pria yang praktis, pendiam, tidak banyak tingkah, bisa dipercaya dan bisa diandalkan. Aku menemukan pola yang jelas. Aku juga tidak suka pamer dan memilih pasangan yang suka membaca dan bisa cocok denganku saat ngobrol apa pun sambil minum kopi.

Aku belajar mencintainya

Dengan kesadaran itulah kemudian aku berhenti mencari bukti bahwa aku tidak dicintai dengan selayaknya oleh suamiku. Padahal jika cukup peka, suamiku sebenarnya sudah mengekspresikan cintanya setiap hari.

Ia membuatkanku sarapan di akhir pekan, menyiapkan mandi air hangat saat aku pulang kerja setiap malam, membantu mengurus anak, membuat rencana masa depan untuk keluarga kami, menanyakan kabarku saat istirahat makan siang kantor, mendorongku dan mendukungku mengejar impianku, dan tidak pernah mengeluh ketika aku ingin keluar bertemu teman-teman.

Memang tidak ada kejutan romantis makan malam di restoran mahal atau perhiasan 24 karat secara tiba-tiba, tapi aku berusaha fokus untuk lebih mencintainya dan bersyukur atas apa yang telah dia lakukan daripada merengek ingin ia melakukan hal yang tidak dia lakukan.

Lebih penting lagi, aku berhenti membandingkan diri dengan pernikahan orang lain. Nyatanya, hubungan cinta banyak orang yang pamer kemesraan dan keromantisan justru tak bertahan lama. Definisi romantis benar-benar subjektif. Cinta sejati tidak terlihat seperti di TV. Nyatanya, cinta sejati justru terlihat saat ia membenarkan pipa air yang bocor, lampu yang mati, atau memperbaiki ban belakang sepeda anak agar anaknya bisa bermain lagi.

Hem, bukankah kisah yang romantis dengan sendirinya, Sahabat Fimela? Pada akhirnya kita hanya perlu melihat sisi romantis dengan cara yang lebih realistis. Itu juga yang disadari istri dari kisah ini.

#ChangeMaker with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading