Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Diana Novita
Surat untuk ibu. Di tulisan ini aku ingin berbagi sedikit kisah tentang ibuku. Kisah ini sedikit berbeda dari kisah sebelumnya yang pernah ada dalam cerita, artikel, ataupun novel.
Ibuku terlahir dari keluarga sederhana. Beliau seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, juga beliau merupakan kakak sekaligus sebagai adik dari ketujuh bersaudara. Masa kecil beliau tak seindah dengan masa-masa kecilku yang pernah kulalui.
Beliau menghabiskan masa-masa kecilnya dengan mengurus tiga orang adik yang masih kecil dan sambil membantu kedua orang tuanya. Sejak kelas 3 SD beliau sudah terbiasa mengurus hewan ternak berupa sapi dan kambing. Setiap sore beliau membawa hewan ternak tersebut di lapangan rumput di dekat hutan, juga membersihkan kotoran ternak.
Beliau jarang sekali bisa bermain dengan teman sebayanya seperti bermain congkak, petak umpet atau sekedar bersenang-senang dengan temannya. Waktu beliau dihabiskan untuk membantu kedua orang tuanya. Padahal beliau mempunya tiga kakak-kakak tertua tetapi beliau lah yang bersikap lebih dewasa dibandingkan dengan ketiga kakak-kakaknya.
Sampai suatu ketika beliau pernah ingin sekali bermain lompat tali dengan temannya tiba- tiba nenekku datang menjambak rambut beliau dan memukulnya dengan kayu. Bahkan ibuku dimasukkan ke dalam kandang ayam sebagai hukuman karena tidak memasak makan malam untuk keluarga. Aku menangis mendengar cerita beliau, padahal beliau punya abang dan kakak. Kenapa semua pekerjaan hanya dilibatkan oleh ibuku seorang?
Saat ibu dihukum Ibuku menangis, sambil berkata dalam hati, "Kapan ya aku bisa seperti temanku, diberi kebebasan bermain, menghabiskan masa-masa kecil yang indah seperti mereka." Ibuku juga pernah ikut bekerja dengan nenekku sebagai buruh di ladang tebu di usianya yang masih delapan tahun. Hal itu dilakukan demi untuk mencari sesuap nasi.
Hingga pada suatu ketika saat ibuku sedang mengembala kambing miliknya di ladang rumput, saat hendak ingin pulang ke rumah, salah satu kambing milik ibuku hilang. Ibuku pulang dan memberitahukannya pada nenek dan kakekku. Namun sayang apa kata mereka? Kambing itu lebih berharga dari pada anaknya. Jadi ibuku harus mencari kambing tersebut di hutan sendirian dan hujan-hujanan. Jika kambingnya tidak ketemu maka ibuku akan dipukul dengan tali tambang dan tidak diberi makan malam. Namun Allah mendengar doa ibuku, tak lama kambingnya berhasil ditemukan. Ibuku pun selamat dari hukuman.
Kemudian di masa SMA beliau juga mengalami kesulitan biaya. Beliau bekerja serabutan sebagai buruh di ladang milik orang lain untuk mencari uang saku dan uang sekolah beliau. Beliau sangat mandiri dan tidak bergantung pada orang tua. Berbeda sekali memang anak pada zaman dahulu dengan anak yang hidup di zaman sekarang yang semuanya serba meminta pada orang tua termasuk aku sendiri.
Advertisement
Ibu Membagikan Cinta yang Tak Pernah Ia Dapat
Pada suatu hari ibuku telat membayar uang SPP dan uang buku sudah 6 bulan. Pihak komite menegaskan jika ibuku tidak segera membayarkannya maka dengan terpaksa ibu dikeluarkan dari sekolah. Jadi ibuku bingung kemana dia bisa mendapatkan uang. Saat orang tua diminta pertanggung jawabannya nenekku malah berkata, "Mamak ndak punya uang untuk bayar SPP sama uang bukumu. Sudahlah kamu putus sekolah saja, toh percuma kamu sekolah nanti juga ujung-ujungnya ke dapur, lihat saja contohnya kakakmu Ani, begitu tamat sekolah dia langsung nikah. Kan percuma saja ibu membiayai sekolahnya." Ibuku pun terdiam mendengar perkataan nenek, padahal ibu berharap nenekku mau menjualkan beberapa kambingnya untuk membiayai sekolahnya.
Pada akhirnya ibu menutup semua mimpinya untuk bersekolah dan berpendidikan tinggi. Juga mengalah dan tidak ingin egois. Ibuku pun dikeluarkan dari sekolah. Dari cerita ini aku mengambil banyak pelajaran dari ibuku. Meskipun jarang diberi perhatian dan keadilan oleh orang tuanya di masa hidupnya, ibuku tetap memperlakukanku seperti putri kecilnya, kesayangannya yang setiap kali meminta apapun selalu diusahakannya.
Tidak sedikit pun aku kekurangan kasih sayang dari ibuku. Bahkan saat aku ingin masuk keperguruan negeri tinggi pun ibu mengusahakan mencari uang untuk biaya semester kuliahku. Tidak sedikit biaya yang keluar melainkan hingga puluhan juta meskipun ibu harus hutang kesana kemari, yang penting anaknya jangan sampai senasib dengan beliau, tidak bisa bersekolah.
Aku pun tidak menyia-yiakan pengorbanan belia padaku, aku membalas budi baik ibu dengan bertekad lulus tepat waktu dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Sekarang Yang harus kulakukan saat ini adalah memanjakan beliau. Beliau tak kubiarkan melakukan pekerjaan rumah dan mencuci baju. Cukup beliau mengurus ayah saja dan menyayangi kami. Karena melihat pengorbanan beliau di masa kecilnya yang terlihat sangat letih. Sudah, sudah cukup penderitaan yang beliau alami. Sudah saatnya beliau duduk bersantai, beristirahat, khusyuk beribadah kepada Allah.
Aku berkata pada ibuku, "Bu aku akan selalu menjaga Ibu kapan pun itu, sebelum aku dibawa pergi oleh suamiku nanti hingga waktuku berkurang untuk bertemu Ibu, maka inilah saatnya aku berbakti kepada Ibu." Ibu memelukku dan menangis terharu. Suasana pun menjadi pecah dengan tangisan seorang ibu dan anak. Jadi untuk kita sebagai seorang anak jangan pernah kita menyia-nyiakan orang tua kita.
Hargailah besar kecilnya kasih sayang yang diberikan orang tua kita. Karena kita tidak pernah tahu apakah dahulu mereka sudah bahagia atau belum. Luangkan waktu untuk menghabiskan momen-momen bahagia bersama ibu kita. Baiklah mungkin hanya sampai di sini cerita yang dapat saya tuangkan, semoga bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terima kasih.
#ChangeMaker