Sukses

Lifestyle

Lady Boss: Mesty Ariotedjo, Dokter Multitalenta dengan Visi Kemanusiaan

Fimela.com, Jakarta Banyak nama dan cerita yang menggambarkan kehebatan perempuan Indonesia dalam berbagai bidang. Salah satunya Dwi Lestari Pramesti Ariotedjo atau biasa dikenal sebagai Mesty Ariotedjo, seorang dokter spesialis anak, entrepeneur dan figur publik.

Berbicara mengenai profesinya sebagai dokter ternyata bukanlah cita-citanya sejak kecil. Ketertarikannya lebih dalam terhadap ilmu kedokteran muncul saat dirinya menjalani profesi tersebut di Flores, Nusa Tenggara Timur. Di mana saat itu, ibu dua anak ini langsung turun tangan membantu pasien yang berobat dengannya.

"Tertarik benar-benar ilmu kedokteran justru setelah aku menjadi dokter di Flores waktu itu, karena benar-benar baru merasakan full turun tangan ke pasien, punya tanggung jawab, beban dan ternyata adventure dan menarik banget, baru di situ aku mikir 'Oh ternyata aku suka ya jadi dokter. Oh kayaknya aku paling suka nih kalau pasienku ketemunya pasien anak-anak'. Akhirnya dari situ aku itu jadinya mikir 'oh kayaknya aku mau jadi dokter spesialis anak deh'," ujar Mesty, CEO Tentang Anak dan inisiator Wecare.id dalam wawancara eksklusif dengan FIMELA secara virtual, belum lama ini.

Memiliki masa kecil yang amat indah membuat Mesty Ariotedjo percaya apa yang terjadi pada masa lalunya sangatlah berpengaruh dengan hidupnya saat ini. Atas dasar itulah, ia ingin menjadi dokter spesialis anak dan berharap agar orang tua di luar sana bisa mendidik anak-anak mereka dengan baik, karena anak-anak hebat merupakan aset terbaik yang dimiliki suatu negara.

"Kalau aku melihatnya ke pasien anak itu, masa depan mereka itu masih panjang, masih banyak kesempatan yang mereka bisa lalui. Tapi apa yang membuat aku sangat tertarik dengan dunia anak, apa yang kita alami saat ini, saat dewasa, nggak lepas dari pengaruh apa yang terjadi di masa kecil kita. Dan studi menunjukkan bahwa pertumbuhan perkembangan anak 2 tahun pertama itu sangat mempengaruhi perkembangan otak, karena di usia sampai 2 tahun itu 80% perkembangan otak terjadi di situ," ujarnya.

"Jadi, kalau misalnya kita mau berbicara pengen nih negara Indonesia lebih baik, pengin punya sumber daya manusia lebih baik, itu bicara sebenarnya kita membentuk anak-anak di usia dini ini sebaik-baiknya. Karena di 5 tahun itu 90% perkembangan otak, jadi setelah itu terlewati, nggak bisa banyak diperbaiki. Jadi lebih ke situ sih sebenarnya filosofi awalnya," tambahnya.

Perjalanan hidup Mesty tak hanya berkutat di dunia kedokteran. Ia sempat mencicipi pengalaman di dunia modeling di awal kariernya, serta punya kecintaan tersendiri bermain musik.

Berbagai cerita menarik diungkap Mesty Ariotedjo dalam sesi wawancara eksklusif secara virtual ini, mulai dari awal mula masuk fakultas kedokteran, adaptasi menjadi pekerja kesehatan di tengah pandemi hingga masa lalunya yang menjadi seorang model dan musisi. Simak hasil perbincangan selengkapnya berikut ini.

Profesi dan Visi Kemanusiaan

Mesty Ariotedjo bercerita mengenai kegiatan lain yang dilakukannya. Semenjak dirinya dirumahkan oleh rumah sakit tempatnya bekerja karena tengah hamil anak kedua, dia kembali memutar otaknya untuk bisa membantu banyak orang di luar sana, apalagi keadaannya tengah pandemi Covid-19.

Dari situlah, akhirnya Mesty Ariotedjo menciptakan sesuatu karya yang belum pernah dikerjakan dia sebelumnya. Seperti pengembangan di organisasi pelayanan sosialnya, Wecare.id dan membuat platform edukasi digital, Tentang Anak.

Sejak kapan Anda tertarik menjadi dokter?

Tertarik benar-benar ilmu kedokteran justru setelah aku menjadi dokter di Flores waktu itu, karena benar-benar baru merasakan full turun tangan ke pasien, punya tanggung jawab, beban dan ternyata adventure dan menarik banget, baru di situ aku mikir 'Oh ternyata aku suka ya jadi dokter. Oh kayaknya aku paling suka nih kalau pasienku ketemunya pasien anak-anak'. Akhirnya dari situ aku itu jadinya mikir 'oh kayaknya aku mau jadi dokter spesialis anak deh'.

Kalau ditanya dulu kenapa aku ngambil jurusan kedokteran. Ya, karena murni oleh orang tuaku aku tuh harus kuliah di Jakarta, terus aku tuh nggak punya bayangan mau jadi apa. Yang aku tahu aku pengin konkret lah, bermanfaat atau membantu orang, terus yaudahlah aku coba kedokteran saja, karena sudah jelas mengobati pasien, membantu orang, dari situ saja.

Apa yang membuat Anda ingin mendedikasikan diri di dunia medis?

Kalau dari aku sendiri melihatnya bukan hanya ke medis sih, tapi kayak dunia kesehatan. Kalau medis lekatnya sakit dan diobati, kalau aku melihatnya lebih ke kesehatan yang menyeluruh, baik itu fisik, maupun mental. Jadi kesehatan masyarakat seutuhnya, bukan individual pasien.

Dan aku selalu memilih passion dan percaya bahwa setiap individu itu berhak atas kesehatan yang optimal. Makanya aku lebih banyak praktek dan sekolah spesialisasi. Aku mikir karena aku lebih ke kesehatan anak, 'gimana nih orang tua di Indonesia bisa nggak yah mengasuh anaknya nggak cuma fisik, tapi mentalnya juga ikut bahagia'. Dari situlah akhirnya sekarang aku ambil Master Of Public, dan mendirikan Tentang Anak.

Adakah alasan lain yang membuat Anda memilih menjadi dokter spesialis anak?

Kalau aku melihatnya ke pasien anak itu, masa depan mereka itu masih panjang, masih banyak kesempatan yang mereka bisa lalui. Tapi apa yang membuat aku sangat tertarik dengan dunia anak, apa yang kita alami saat ini, saat dewasa, nggak lepas dari pengaruh apa yang terjadi di masa kecil kita. Dan studi menunjukkan bahwa pertumbuhan perkembangan anak 2 tahun pertama itu sangat mempengaruhi perkembangan otak, karena di usia sampai 2 tahun itu 80% perkembangan otak terjadi di situ," ujarnya.

"Jadi, kalau misalnya kita mau berbicara pengin nih negara Indonesia lebih baik, pengin punya sumber daya manusia lebih baik, itu bicara sebenarnya kita membentuk anak-anak di usia dini ini sebaik-baiknya. Karena di 5 tahun itu 90% perkembangan otak, jadi setelah itu terlewati, nggak bisa banyak diperbaiki. Jadi lebih ke situ sih sebenarnya filosofi awalnya," tambahnya.

Sebagai dokter, apa dampak pandemi yang Anda rasakan?

Dampaknya banyak banget yah, secara personal menjadi dokter. Aku pribadi ya, karena bisa jadi berbeda dengan dokter lainnya. Jadi saat pandemi itu terjadi, aku lagi hamil 8 bulan, waktu Maret 2020. Jadi aku dirumahkan, aku nggak bisa buka praktek ke RSCM, waktu itu aku masih di RSCM. Waktu itu aku merasa apa yah, bersalah, karena teman-teman kesusahan dan aku asik-asikan di rumah. Jadi waktu itu aku pikir 'apa ya yang bisa aku lakukan, setidaknya bisa membantu teman-teman di lapangan dan masyarakat?'.

Kalau dampak positifnya, aku mencoba melihat peluang dan berusaha adaptif dan nggak cuma diam diri saja. Jadi di Wecare.id pun aku berusaha tidak hanya menggalang dana. Walaupun di satu sisi, Wecare itu dikenalnya hanya penggalangan dana. Tapi aku akhirnya berinisiatif berhubungan dengan stakeholders, pemerintah, berbagai perusahaan, kita jadi pusat logistic, bahkan kantor Wecare menjadi gudang untuk kita bagaimana segera mengirim alat pelindung diri (APD) untuk seluruh nakes di Indonesia, sampai 3000 fasilitas kesehatan. Karena menurutku nggak bisa nunggu lama nih, walaupun katanya waktu itu pemerintah mau kirim kan, tapi nakes itu berperang melawan waktu dan kita juga melihat banyak nakes yang gugur. Aku sih lebih melihat dampak positifnya sih.

Yang kedua adalah karena pandemi ini terjadi, mau nggak mau digitalisasi, teknologi itu semakin dipacu lah, karena susah tatap muka, orang terbiasa dengan teknologi. Akhirnya yang tadinya telemedecine itu diributkan mulu, nggak setuju dan apalah. Akhirnya saat pandemi disetujui adanya telemedecine. Sekarang kita juga lihat banyaknya edukasi, webinar, instagram live. Dulu kayaknya mau ketemu profesor siapa susah, kalau sekarang lebih mudah. Aku sih melihat semua itu lebih ke dampak positif.

Kalau untuk dampak negatif sebagai dokter di masa pandemi menurut Anda seperti apa?

Dampak negatifnya tentunya banyak tenaga kesehatan yang menjadi korban, banyak yang kelelahan. Dampaknya nggak cuma nakes tapi ke seluruh masyarakat Indonesia.

Di sini, sekali lagi aku melihatnya dampak positifnya, bahwa kesehatan itu sama pentingnya dengan ekonomi, politik, jadi stay away, anggaran kesehatan jadi ikutan naik selama pandemi, karena sebelumnya kesehatan di nomor sekian kan, ternyata kesehatan itu sangat berpengaruh pada ekonomi, dll. Jadi, pandemi mengajarkan mau nggak mau kita harus bergerak maju dan nggak bisa tertinggal di belakang, nggak ada kesenjangan. Misalnya kayak vaksin di negara Amerika sudah booster, di South Africa angka vaksinnya masih 30-40%. Akhirnya adalagi omicron, karena kita globalisasi, jadi terhubung, satu nggak dapat vaksin, yang mau vaksin 3 kali pun bisa kena, gitu.

Apa yang mendasari lahirnya Wecare.id?

Kalau Wecare itu sendiri berdiri saat aku bekerja di Flores sih, jadi waktu itu aku melihat bahwa semua orang meskipun mendapat jaminan kesehatan masyarakat, tapi kok pelayanannya belum optimal dan harus dirujuk ke rumah sakit di luar Flores, dan harus ke Jakarta. Karena mereka nggak punya biaya, akhirnya mereka pasrah aja kepada Tuhan, akhirnya banyak pasien yang seharusnya bisa sehat jadi meninggal. Itu disayangkan sekali.

Dari situ aku mikir 'apa ya yang bisa aku lakukan agar pasien ini bisa memperoleh hak mereka untuk hidup, hak mereka atas kesehatan'. Jadi aku pikir, Indonesia itu kan negara yang sangat dermawan yah, bahkan berdasarkan dari Charity Health Foundation kita nomor satu negara paling dermawan di dunia. Terus yaudah aku mikir 'gimana kalau aku coba aja ya buat Wecare'.

Waktu itu lagi zaman banget tuh di whatsapp galang donasi ke rekening pribadi, tapi kan kita tidak tahu ya eksekusinya seperti apa. Pas dari situ, banyak banget yang donasi, akhirnya aku pikir yaudah kita bikin saja Wecare.id ini bersama partnerku namanya Gigi, yaudah akhirnya kita coba bantu, awalnya kita coba 3 pasien aja. Nah ternyata antusias masyarakat dan kepercayaan masyarakat besar, dan banyak yang merasakan manfaatnya juga jadi bertahan sampai sekarang, walaupun kita bukan profit, kita nonprofit tapi kita masih bisa berkontribusi lah.

Kenapa transparansi jadi salah satu hal yang ditonjolkan di Wecare.id?

Tentu lah, karena kan yang namanya galang dana itu kan titipan orang, sebenarnya beban moralnya sangat besar sekali. Jadi kita memastikan kalau kita amanah, karena kalau tidak, dosanya kan kita yang tanggung juga dan di satu sisi banyak orang yang membutuhkan bantuan juga. Di Wecare kita berusaha memverifikasi terlebih dahulu, kita benar-benar telusuri, kurasi, benar nggak sih butuh? Benar nggak sih nggak bisa ditanggung BPJS? Kita juga nggak pengin kasih donasi, tahunya beli mobil, jadi kepercayaan masyarakat yang kita jaga.

Tantangan apa saja yang dihadapi di awal merintisnya Wecare.id?

Hambatan Wecare terutama dalam hal kita bisa skillable and sustainable sebenarnya kalau mau lebih besar lagi, harus ada modal tentunya, kalau ketemu investor dll selalu ditanya profit, sulit ya kalau untuk Wecare karena kita nonprofit. Sampai sekarang nggak ada investor, murni organik, prinsipnya lebih bagaimana kita bisa membantu sebisanya saja. Tapi buktinya Wecare sudah 7 tahun dan kita masih bisa berkarya.

Adaptasi yang dilakukan Wecare di situasi seperti sekarang ini? Apalagi tidak punya investor?

Mungkin dengan ketulusan dan murni membantu memecahkan masalah saja sih. Jadi ketika memang ada masalah yang kita lihat 'misalnya ada sesuatu yang bisa dikerjakan, ya kita kerjakan'. Bisa cepat bisa transformatif dan adaptif, seperti cerita aku tadi saat pandemi, kita jadi bisa ngurus logistic, pembelajaran APD, nyari dana, ngirimin dsb. Jadi lebih melihat peluang apa yang bisa dikerjakan, kita bantu saja.

 

Apa kelebihan dan kekurangan pelayanan kesehatan Indonesia dari kacamata Anda sebagai dokter?

Kelebihannya, seluruh tenaga kesehatan sangat tulus, dermawan, benar-benar membantu. Kalau kita baca berita, negara lain nakesnya sudah mulai mundur, demo karena covid, tapi coba lihat Indonesia, nakesnya maju banget, memang saya melihat juga secara nyata teman sejawat tulus membantu pasien. Kalau kelemahannya, yang tadi saya ceritakan seperti infrastrukturnya bahwa masih belum merata, fasilitas kesehatan belum optimal, itu sih. Jadi belum semua masyarakat memiliki akses yang setara.

Anda juga menjadi CEO Tentang Anak, mulanya seperti apa?

Tentang Anak ini awal mulanya ini murni yang tiba-tiba. Awalnya saya di rumahkan karena covid, hamil dan saya mikir 'apa yang bisa saya lakukan?'. Terus kan di rumah jadi banyak waktu dan hal yang bisa dilakukan. Melihat banyaknya berita parenting yang kurang tepat di sosial media, jadi aku pikir buat instagram live yang membahas terkait itu. Tapi di satu sisi, aku mikir kalau aku jadi pembicaranya terlalu muda, nanti yang ada dihujat. Jadi aku mikir bagaimana aku menjembatani guru-guru aku, profesor yang ahli di bidangnya untuk menjadi pembicara. Jadi awalnya ya karena belum banyak di instagram live gitu. Ternyata pas dicoba, antusias masyarakat banyak sekali, awalnya di sosmed aku.

Terus aku mikir, kayaknya aku mau memisahkan diriku dengan Tentang Anak. Supaya Tentang Anak lebih besar dan nggak identik sama diriku seorang. Akhirnya Tentang Anak itu menjadi ekosistem parenting di mana kita juga ada aplikasinya, dengan harapan Tentang Anak ini bisa menjadi (one go to ekosistem for application) ketika orang tua mau punya anak, nggak khawatir lagi, karena semua sudah ada di Tentang Anak. Mau ngapain sama anak, mau makan apa anak hari ini, mau tidur berapa jam, mau minum berapa banyak, kalau anak demam harus diapakan, semua sudah terintegrasi ada di Tentang Anak.

Apa pengalaman menarik yang Anda rasakan selama di Tentang Anak?

Semua sangat menarik, justru aku baru benar-benar menemukan passion aku apa. Sebelumnya orang bingung 'Mesty yang dikerjain banyak banget, main musik iya, dokter iya, sebenarnya kamu mau ngapain sih?' karena sebenarnya aku nggak tahu mau ngapain, aku masih mencari yang benar-benar dear to my heart, yang kalau aku kerjakan semangat dan happy banget.

Ketika akhirnya aku menemukan formula ini, Tentang Anak, 'oh this is it', aku happy banget ngerjainnya. Pas aku mandi, tidur saja mikir apa lagi yang bakal dikerjakan. Berbeda saat aku masih kerja di RS, aku mikirnya 'berapa jam lagi ya aku pulang?'. Kalau di Tentang Anak, aku suka banget, happy banget, ya passion nya. Bahwa ternyata aku care bagaimana seorang anak itu diasuh baik dalam segi kesehatannya, psikologisnya, edukasi anak, sekolahnya, nah aku sangat passionate. Karena tadi aku lihat dari pengalaman aku sendiri. Oh ternyata aku seperti sekarang ini orangnya karena masa kecilku, jadi lebih memahami momen-momen anak masih kecil.

Apa mitos atau persepsi yang biasa ditanya masyarakat pada dokter?

Pertama, makan nggak boleh pakai garam dan gula, itu mitos. Kedua, melarang anak menggunakan tangan kiri. Padahal anak sampai umur 2 tahun, perkembangan otak cepat banget, mereka menggunakan kedua tangannya ya untuk mengembangkan otaknya. Justru kalau kita larang bisa menghambat. Ketiga, mitos tangan dimasukkan ke mulut anak, padahal anak 1-2 tahun merupakan fase oral, jadi kalau mereka masukkan tangan ke mulut, mereka bisa lebih tenang. Keempat, mitos ngomong 2 bahasa jadi telat bicara, padahal dari studi terbaru, tidak ada hubungannya, kecuali anaknya memang ada gejala awal keterlambatan bicara. Jika memang itu terjadi, sebaiknya bisa menggunakan satu bahasa. Sebenarnya kalau anaknya normal ya justru bagus dan cepat pemahamannya kalau 2 bahasa.

Setelah dijelasin, banyak nggak masyarakat yang masih acuh?

Kebanyakan sih lebih perang ideologi yang mereka menganut pemahaman nggak boleh gula, garam, atau apalah. Mungkin semua punya sisi dan sumber yang berbeda. Kalau Tentang Anak, apa yang kita pelajari, ya kita fokus aja untuk edukasi, kita tidak bisa memaksakan orang untuk mengikuti kita, tetapi kita selalu improve penyampaiannya, apakah ini judge, bagaimana penyampaian agar diterima masyarakat. Itu sih yang lebih transformasi Tentang Anak dulu dan sekarang. Mungkin dulu lebih serius dan sekarang ringan dan relevan dan tidak menyudutkan.

Sisi Lain Mesty

Sebelum menjadi seorang dokter anak yang cukup terkenal seperti saat ini, rupanya Mesty Ariotedjo sempat bekerja di dunia entertainment sebagai seorang model dan musisi. Akankah kembali ke sana?

Sempat menjadi model majalah dan iklan, apa Anda tertarik di dunia entertainment?

Jujur ya, aku tertarik hal itu hanya untuk mencari penghasilan sih. Karena aku berusaha mandiri sejak aku SMA. Jadi aku mulai jadi model itu saat aku SMA. Jadi kayak murni ingin independen saja. Bahwa aku bisa sendiri. Aku sih melihatnya dari situ 'oh lumayan juga nih'. Jadi lebih ke situ sih. Kedua, dari segi pekerjaannya itu yang aku rasakan adalah capek nunggu, setting, call, ganti-ganti makeup, dll. Kalau bicara pekerjaannya sih menyenangkan aja sih, dengan fee yang luar biasa banget sih ya buat aku yang masih sekolah 'wow ok'. Gitu sih.

Apa yang membuat Anda tertarik belajar alat musik termasuk Harpa?

Dari kecil aku suka banget main alat musik. Kalau ditanya kenapa aku suka banget ya karena di rumahku ada piano. Dari situlah aku suka main, bahkan waktu umur 4 tahun sudah mulai les. Terus waktu aku masih 6 tahun aku suka nonton film It Takes Two, Music of the Heart, di situ ada yang main piano dan terlihat luar biasa banget, aku jadi pengin seperti itu. Nah dari situ, aku merasa apa yang terjadi di masa kecil, apa yang kita tonton itu sangat mempengaruhi mau jadi apa saat kita besar. Contohnya juga aku suka nonton film Matilda, ceritanya anaknya suka baca buku, matematika. Nah dari situ juga aku jadi suka baca buku, matematika. Terus aku nonton film Little Giant, yang menceritakan anak perempuan yang bisa masuk ke tim football laki-laki. Secara nggak langsung mengajarkan kita bahwa perempuan bisa kayak laki-laki juga lho, sehebat laki-laki. Nah dari situ, apa yang kita lakukan di masa lalu itu membentuk kita sekarang.

Jadi ya itu kenapa tertarik belajar musik karena memang suka banget dan aku type orang pemikir. Dulu aku sangat romantis melankolis, nah dengan main musik aku jadi bisa mencurahkan perasaan aku, bisa lebih tenang. Jadi dari situ aku suka main alat musik, tes alat musik lainnya.

Sebenarnya, harpa itu adalah alat musik terakhir yang aku mainkan. Awalnya aku main piano, biola, baru harpa. Tapi orang tahunya aku main harpa, mungkin karena yang main masih jarang, karena waktu itu yang main harpa masih sedikit banget kan. Nah waktu main harpa setengah tahun sudah ditawarkan main, ditawarkan perform, jadi makanya orang tahunya aku main harpa. Padahal kalau lebih bisa, aku lebih bisa piano.Dari situ juga melihat peluang, 'oh ok jadi bisa gabung orkestra, gabung company'.

Sejauh mana Anda bermusik dan ada rencana untuk menulis lagu atau konser?

Kalau konser sudah sering, tapi dulu ya. Kalau disuruh untuk kembali lagi kayaknya belum bisa karena sekarang aku sudah punya prioritas lain. Jadi sangat sulit sekali untuk main musik. Kalau lagu sih aku sudah punya judulnya, Lukis Indah Mimpi. Aku juga sudah punya album sendiri sih, cuma sampai sekarang nggak pernah dirilis saja, karena ada prioritas lain. Padahal aku sudah rekaman di tahun 2015 sama China Company Orkestra.

Wah berarti Anda sudah punya album bahkan rekaman. Kemungkinan kapan dirilisnya?

Niatnya itu tahun 2021, tapi aku justru fokus di Tentang Anak. Aku juga tidak menyangka Tentang Anak tiba-tiba menjadi seserius ini, kebalikan dari Wecare. Tentang Anak itu lebih banyak yang harus dikejar. Padahal kita nggak nyari investor, tapi tiba-tiba dihubungi, akhirnya yasudahlah Tentang Anak dulu.

Jadi kalau ditanya prioritas sekarang apa, yang pertama adalah keluargaku (suami, kedua anakku). Kedua, Tentang Anak dan ketiga itu praktek, itu pun hanya 2 kali dalam seminggu di klinik.

Seperti apa cara Anda quality time bareng keluarga?

Kalau yang kita sebut pertama adalah keluarga, kita ya harus konsisten ya antara omongan dengan tindakan.Aku selalu memulainya dengan mem-block jadwal aku dulu. Kapan aku harus quality time bareng anakku, kapan aku harus menemani dia main, kapan aku harus bacakan buku untuk dia. Itu nggak bisa diganggu gugat, jadwal kerjaan yang harus mengikuti. Dan enaknya di Tentang Anak, ini satu ekosistem yang bikin nyaman untuk orang tua. Jadi kita culture-nya dibuat senyaman mungkin. Misalnya 'eh sorry yah meeting diundur sejam lagi, masih menyusui anak'. 'eh sorry ya meeting diundur dulu mau menidurkan anak'. Itu sangat santai sekali yah. Jadi bisa disesuaikan. Jadi aku merasa Tentang Anak yang aku rasa bisa sejalan dengan prioritas pertama aku untuk membesarkan anak sih.

Kenapa waktuku lebih banyak urus anak, karena aku dokter anak, masa anakku sendiri tidak diurus, apalagi saat ini mereka sedang berada di golden age. Aku ingin yang terbaik untuk tumbuh kembang mereka.

Pernah nggak Anda menghargai diri sendiri?

Aku sangat tegas dan tahu apa yang aku mau. Jadi dari awal bisa mengkomunikasikan itu ke suami. Jadi kayak 'please kasih waktu aku 1 jam dulu aku mau rebahan saja. Kamu nggak sibuk kan, tolong pegang anak-anak. Kamu main atau bacain buku anak-anak'. Jadi pada akhirnya semua tentang komunikasi. Jadi aku tidak kesulitan untuk mengapresiasikan diri karena aku selalu berusaha belajar. Terkadang aku merasa cemas, terus aku mikir 'kayaknya aku kurang tidur nih, anakku juga sudah setahun, aku kayaknya sudah mulai bisa self planing'. Jadi identifikasi dulu akar masalahnya apa dan tinggal dikomunikasikan dengan pasangan.

Harapan Anda pada kesehatan di Indonesia?

Kalau kesehatan di Indonesia sih, aku sangat sejalan dan sepaham dengan menteri kesehatan sekarang pak Budi, bahwa kita harus menguatkan kesehatan pelayanan primer, pencegahan, preventif, bagaimana kita menjaga Indonesia tetap sehat, bukan menyembuhkan yang sakit. Karena menyembuhkan yang sakit itu mahal sekali, tapi orang kan baru sense of emergency saat sakit. Tapi gimana dengan cara penggunaan digitalisasi ini kita bisa meningkatkan awareness agar masyarakat bisa sehat fisik, mental, pengasuhan anak yang baik. Itu harapanku. Semoga kita fokus berpusat pada pencegahan dan promosi kesehatan

Menurut Anda kenapa perempuan harus mempunyai pendidikan yang tinggi?

Kalau dari aku sendiri, pendidikan tidak semata-mata teori yang dipraktekkan, tetapi ketika seseorang melanjutkan pendidikannya, belajar lebih banyak lagi, sebenarnya itu proses pengembangan diri pada orang tersebut sehingga memiliki perspektif yang lebih luas, network lebih banyak, menjadi individu yang lebih baik lagi. Dari situlah penting sekali untuk perempuan berpendidikan tinggi.

Menurut saya, ketika perempuan memiliki perspektif yang luas, mengetahui harga diri, memiliki kemauan dan juga memiliki kekuatan untuk memutuskan sesuatu, perempuan akan lebih konfiden, percaya diri untuk menentukan jalur hidup mana yang mau dilakukan, prioritasnya apa sih. Dari situ juga munculah pertanyaan 'bagaimana sih aku harus memperlakukan pasanganku, dan bagaimana pasangan memperlakukan aku'. Dan itu jadi modal kita bisa membesarkan anak dengan respect, bahagia dan nyaman lagi buat semua.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading