Sukses

Lifestyle

Review Buku Bukannya Aku Nggak Mau Menikah Karya Lee Joo Yoon

Fimela.com, Jakarta Belum berkeinginan untuk menikah di usia 30-an masih sering dianggap sebagai hal yang aneh. Khususnya bagi perempuan, masih melajang di usia kepala tiga kadang dianggap tidak normal. Orangtua pun tak henti-hentinya bertanya dan menyuruh untuk cepat-cepat menikah. 

Hal itu juga yang dirasakan oleh Lee Joo Yoon. Melalui bukunya, Bukannya Aku Nggak Mau Menikah, perempuan Korea Selatan ini mengungkapkan pengalaman dan semua uneg-unegnya terkait pengalaman melajang di usia 30-an. Memiliki ibu dan ayah yang ingin putri bungsunya ini cepat-cepat menikah dan terus mendesak, Joo Yoon merasa begitu frustrasi. Dia pun mencurahkan semua isi hatinya melalui tulisan-tulisan yang sangat blakblakan dalam buku ini. 

Bukannya Aku Nggak Mau Menikah

Judul: Bukannya Aku Nggak Mau Menikah

Penulis: Lee Joo Yoon

Penerjemah: Riana Halim

Penyunting: Anida Nurrahmi

Penata Letak Sampul dan Isi: Teguh Tri Erdyan

Cetakan Pertama, November 2021

Penerbit: POP

“Besok lusa Ayah sudah tujuh puluh tahun. Lihat uban Ayah. Makanya, selama Ayah masih ada tenaga, walaupun tinggal sedikit, kamu harus menikah."

Pernah mendengar nasihat serupa karena kamu perempuan di atas dua puluh lima tahun dengan kehidupan yang baik-baik saja menurut standar kamu… tapi belum menikah? Sepertinya buku yang sedang kamu pegang ini adalah pilihan yang tepat buatmu. Bukannya Aku Nggak Mau Menikah adalah kumpulan kisah keseharian penulisnya, Lee Joo Yoon. Mulai dari desakan orangtua agar dia segera menikah, teori cocoklogi tentang kenapa para kerabat jauh hobi bertanya “kapan nikah”, sampai penjelasan agak ilmiah tentang kenapa temperamen seseorang sering dikaitkan dengan status belum menikah, semua ditulis Joo Yoon dengan gaya ugal-ugalan. Kata-katanya yang lugas dan apa adanya mungkin terdengar blak-blakan dan terasa seperti tamparan keras atau sindiran sinis, tapi bisa jadi malah membuat kita serasa becermin atau bahkan bak mendapat puk-puk hangat di pundak.

***

"Bagaimana kamu bisa tahu akan berhasil atau nggak kalau belum ketemu orangnya? Memangnya kamu peramal? Kamu mau terus-terusan hidup begini, ya? Kamu senang, ya, melihat Ibu berdarah-darah sampai mati?"

Dulu aku akan mati rasa begitu kami sampai di titik ini, tapi Ibu, aku sekarang bukan anak kecil lagi. Bagaimana bisa tahu apakah akan berhasil atau tidak? Bukankah sudah pasti ini tidak akan berhasil karena aku masih belum berkeinginan untuk menikah? (hlm. 192)

Masih  banyak yang menganggap perempuan usia 30-an yang belum dianggap sebagai perempuan yang "tidak normal". Seakan-akan perempuan yang masih melajang di usia kepala tiga berada di fase kritis. Harus cepat-cepat menikah agar bisa bahagia. Harus segera berumah tangga agar tidak makin ketinggalan. Padahal, tiap perempuan punya pilihan hidupnya sendiri.

Melalui kumpulan tulisan yang lebih mirip buku harian ini, Joo Yoon membagikan kesehariannya. Mulai dari kebiasaannya yang hobi rebahan, interaksi dengan teman-teman, berkenalan dengan teman kencan baru,  hingga yang paling sering ia tulis adalah interaksinya dengan kedua orangtua yang terus mendesaknya untuk cepat-cepat menikah. 

Ada tiga hal yang ingin aku lakukan sebelum mati. Pertama, membeli rumah di Gwanghwamun. Namun, harga rumah naik berkali-kali lipat lebih cepat daripada kecepatanku menabung, jadi sepertinya lebih baik aku bangun dari mimpi ini lebih awal. Kedua, berpacaran dengan laki-laki tampan yang membuatku jatuh ke dalam ekstase hanya dengan menatap matanya. Namun, tidak mungkin laki-laki setampan itu mau berkecan denganku, sehingga aku hanya bisa berharap semoga terlahir sebagai perempuan cantik di kehidupan berikutnya saja. Ketiga, yang sudah ditunggu-tunggu, pergi menjadi pekerja sukarela di pusat penangkaran penyu di Meksiko. (hlm. 155)

Beberapa tulisan Joo Yoon dalam buku ini terasa seperti ia banyak ngedumel tentang banyak hal. Ada kalanya ia seperti hanya melihat sisi buruk dari semua hal. Bahkan keindahan yang sebenarnya bisa ia nikmati dengan tenang masih saja tampak membosankan dan menjemukan. Belum lagi dengan pengalamannya bertemu pria-pria yang menurutnya tidak ada yang rupawan, lebih banyak yang jelek hingga buruk rupa. Namun, semua itu bisa dipahami sebab bertahan di dunia yang dipenuhi orang-orang yang tidak bisa mengerti diri kita jelas tidak mudah.

Bagi yang saat ini merasa capek dengan desakan untuk segera menikah, tulisan dan curahan hati Joo Yoon bisa sangat relatable dengan yang kita rasakan. Seringkali yang terjadi di dunia nyata adalah bukannya kita nggak mau menikah, tetapi memang belum ingin saja dan memang belum bertemu orang yang tepat. Benar begitu, bukan?

#WomenforWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading