Sukses

Relationship

Kemandirian Itu Harus Dilatih Sendiri, Jangan Menunggu Dilamar Laki-Laki

Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.

***

Oleh: Ruby Astari

Mereka yang mengenalku cukup lama dan dekat tahu perjuanganku mengatasi rasa insecure. Tumbuh sebagai perempuan gemuk sejak kecil, aku pernah jadi bulan-bulanan anak-anak lain. Kalau tidak dipanggil dengan ledekan semacam ‘gajah bengkak’, mereka akan menertawakan dan selalu mengingatkanku mengenai ekstra lemak di tubuh.

Sialnya, orang dewasa justru ikut-ikutan bikin aku tambah insecure. Kalau mereka ditanya, pasti mereka akan membela diri dengan jutaan alasan. Tidak bermaksud menyinggung aku-lah, memotivasiku supaya mau berusaha kurus-lah, dan entah apa lagi.

Intinya, mereka tidak pernah berhenti membanding-bandingkanku dengan kakak perempuanku yang menurut mereka lebih cantik. Ya, karena dia lebih jangkung dan kurus, meskipun kadang makannya juga lebih banyak. Gara-gara ini aku pernah menganggap Tuhan tidak adil.

 

Rela Jadi Nobody dari Awal

Yang tidak paham mungkin akan menuduhku membenci kakak perempuan sendiri. Padahal, aku hanya muak selalu dibanding-bandingkan dengan Kakak. Makanya, aku sampai ngotot sama Mama, tidak pernah mau lagi satu sekolah, satu kampus, dan bahkan satu kantor dengan Kakak Perempuan. Pokoknya, aku lebih rela jadi ‘nobody’ saat memulai dari awal lagi. Alasannya tentu saja sama, aku lebih ingin dikenal sebagai aku, bukan hanya, “Oh, kamu adiknya Indira, toh?”

Cara ini terbukti cukup berhasil. Rata-rata mereka yang ingin mengenalku adalah mereka yang sama sekali tidak mengenal kakak. Untuk pertama kalinya, aku merasa bahagia karena seperti lepas dari “bayang-bayang Kakak”.

Kalau pun sampai ada yang tidak suka karena aku gemuk, ya bodo amat. Setidaknya mereka tidak perlu sampai membanding-bandingkanku dengan kakak terkait berat badan, paras wajah, hingga kecerdasan. Jujur, rasanya lama-lama memuakkan!

Memutuskan untuk Ngekos Sendiri

Sayangnya, perbandingan ternyata belum selesai sampai di situ. Masih ada saja mulut-mulut usil dan jahat yang rajin membanding-bandingkanku dengan Kakak. Apalagi, mereka melihat kakak selalu punya pacar, sementara aku lebih sering sendirian saja.

Ada yang cukup tega dengan terang-terangan bilang bahwa aku harus menguruskan berat badan “hanya demi mendapatkan pacar” biar seperti kakak. Ironisnya, omongan macam ini justru lebih banyak keluar dari mereka yang seharusnya dekat dan mendukungku.

Bahkan, saat aku tengah dekat dengan seorang laki-laki pun, keraguan dari mereka cukup menyakitkan. Salah satu pertanyaan kejam mereka adalah, “Memangnya kamu yakin, laki-laki itu beneran serius sama kamu?” Seakan-akan tidak mungkin bagiku untuk bisa dicintai oleh laki-laki mana pun.

Setelah laki-laki itu terbukti bukan jodohku, aku sempat trauma. Takutnya, bila ada laki-laki lain yang mendekatiku, omongan kejam dari mereka akan terucap lagi dan menjadi doa yang kembali terkabul.

Setelah kakak menikah, omongan jahat kian menjadi, namun untunglah aku tidak gentar. Saat ada yang menyarankanku untuk berubah seperti kakak agar lebih disukai laki-laki, dengan kritis aku mendebat, “Apakah maksud Tante hanya perempuan seperti Kakak yang menarik bagi laki-laki?”

Berbanding terbalik dengan kakak, akhirnya aku memutuskan untuk ngekos sendiri. Padahal, aku sama sekali belum menikah.

Biasanya, anak perempuan dalam keluarga besarku baru keluar dari rumah orang tua setelah mendapatkan suami. Keputusanku waktu itu didasarkan pada satu keyakinan: kemandirian itu harus dilatih sendiri, jangan menunggu dilamar laki-laki. Takutnya malah belum tahu rasanya berjuang seorang diri.

Kelilingi Dirimu dengan Orang-orang yang Tepat dan Jangan Takut Mencoba

Meskipun rasa insecure sesekali masih menghampiri, aku berusaha agar tidak terpengaruh olehnya. Saat ini, meskipun masih lajang, aku cukup bangga dengan beberapa pencapaianku. Aku menjadi pengajar kursus bahasa asing sekaligus penulis dan penerjemah lepas. Aku punya teman-teman yang sungguh-sungguh menyayangiku.

Aku juga sudah punya banyak pengalaman seru, meskipun masih sering melakukan kesalahan. Salah satu momen paling membahagiakan adalah pujian mama setelah aku pulang dari traveling di Sydney, “Kamu hebat. Dulu Mama waktu seumur kamu malah belum berani traveling ke luar negeri sendirian.”

Saat ini, aku hanya mengusir rasa insecure dengan dua cara: kelilingi diri dengan orang-orang yang tepat (teman-teman suportif, misalnya) dan jangan takut mencoba hal-hal baru. Bila gagal, jadikan itu pengalaman bagimu. Bila sukses, bersyukurlah karena kamu baru saja menambah daftar prestasimu. Tidak perlu harus selalu pamer ke mana-mana. Cukup jadikan itu alasan untuk tetap berbahagia dan terus berusaha menjadi lebih baik lagi nantinya.

#WomenforWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading