Fimela.com, Jakarta Setiap perjalanan cinta yang tulus selalu meninggalkan jejak mendalam di hati mereka yang menjalaninya. Begitu pula kisah cinta antara Najwa Shihab dan mendiang suaminya, Ibrahim Sjarief Assegaf. Sebuah perjalanan yang dimulai dari bangku kuliah, tumbuh dalam komitmen, dan bertahan hingga maut memisahkan.
Kepergian sang suami pada Selasa, 20 Mei 2025, membawa duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga dan kerabat, tetapi juga bagi mereka yang mengikuti kisah cinta dan kiprah hidup pasangan ini.
Najwa bukan hanya kehilangan pasangan hidup. Ia juga kehilangan sahabat terbaik yang selalu ada di setiap waktu. Sosok yang menjadi tempatnya berteduh saat lelah dan terjatuh. Juga penyemangat utama yang setia mendampingi setiap langkah dan mimpi.
Advertisement
Advertisement
Berawal dari Bangku Kuliah: Cinta yang Menemukan Takdirnya
Pertemuan mereka terjadi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ibrahim, seorang senior, berhasil menyentuh hati Najwa lewat ketulusan dan kedewasaannya.
Meski baru menjalin hubungan selama enam bulan, keduanya sudah merasakan kekuatan cinta yang kokoh nan suci. Bahkan ketika harus menjalani hubungan jarak jauh karena Ibrahim magang di Amerika Serikat, cinta mereka tetap bertumbuh kuat.
Di usia 20 tahun, Najwa dengan penuh keyakinan memutuskan menikah. Bukan karena dorongan sesaat, tetapi karena ia merasa telah menemukan sosok yang tepat untuk menjadi teman hidup.
Cinta yang mereka miliki bukanlah sekadar rasa, melainkan komitmen untuk tumbuh bersama, menyemai harapan, dan menjaga kebersamaan dalam suka dan duka.
Restu, Pendidikan, dan Awal Bahagia Bersama
Pernikahan mereka yang digelar pada Oktober 1997 bukan tanpa pertimbangan. Orang tua Najwa, khususnya Prof. Quraish Shihab, memberikan restu dengan syarat sang putri tetap melanjutkan pendidikan. Restu ini menjadi fondasi kuat yang menuntun mereka menuju kehidupan rumah tangga yang penuh keseimbangan antara cita-cita dan cinta.
Dalam sebuah wawancara pada 2022, Najwa mengungkap bahwa ia dan Ibrahim sudah merencanakan perayaan ulang tahun pernikahan perak mereka—25 tahun kebersamaan yang nyaris tanpa jeda.
Kini, 28 tahun setelah pernikahan itu, Najwa mengenang setiap detik yang telah mereka lewati bersama sebagai hadiah terbesar dalam hidupnya.
Advertisement
Pendamping Hidup yang Sabar dan Penuh Dukungan
Najwa tak henti mengungkapkan rasa syukurnya atas kehadiran Ibrahim dalam hidupnya. Bagi Najwa, sang suami bukan hanya sosok pasangan, tapi juga penopang utama dalam perjalanan karier dan kehidupannya. "Dia sangat sabar, sangat supportif," kenangnya dengan penuh haru. Ketika seseorang mampu menjadi rumah untuk pasangannya, itulah bentuk cinta paling utuh.
Najwa mengakui bahwa tanpa kehadiran Ibrahim, mungkin ia tak akan sampai di titik pencapaiannya saat ini. Cinta mereka telah teruji waktu dan tantangan, namun tak pernah luntur. Dalam keheningan duka, terukir jelas bahwa cinta sejati tak pernah meninggalkan, hanya berubah bentuk menjadi kenangan yang tak lekang oleh waktu.
Kepergian Ibrahim akibat stroke membawa kesedihan yang dalam. Dalam kehilangan ini, kita semua bisa belajar dari ketegaran dan ketulusan cinta pasangan ini.
Mereka mengajarkan kita bahwa cinta bukan hanya tentang romantisme, tetapi tentang mendukung, memahami, dan tumbuh bersama, bahkan dalam kesunyian sekalipun.
Semoga almarhum Ibrahim Sjarief Assegaf mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Dan semoga Najwa diberi kekuatan untuk terus melangkah, membawa cinta yang tak akan pernah pudar dalam kenangan dan doa.
Kisah mereka akan selalu menjadi pengingat indah, bahwa cinta sejati tetap hidup bahkan setelah perpisahan terakhir.