Paus Cium Kaki Muslim dan Kecam Bom Belgia Jelang Hari Paskah

Febriyani Frisca diperbarui 25 Mar 2016, 14:40 WIB

Fimela.com, Jakarta Seperti pada perayaan Paskah sebelumnya, Paus Fransiskus memiliki tradisi ritual sebelumnya, yakni membasuh dan mencium kaki 12 warga dunia. Jelang Paskah kali ini, Paus Fransiskus kembali melakukan ritual tersebut. Diwartakan oleh Reuters yang dikutip oleh Liputan6.com, Paus Fransiskus membasuh dan mencium kaki 12 orang yang 3 di antaranya adalah pria muslim.

Ritual tersebut merupakan salah satu teladan Yesus yang juga mencuci dan mencium kaki 12 pengikutnya di perjamuan terakhir sebelum wafat. Selain melakukan tradisi cuci dan cium kaki, Paus Fransiskus juga mengecam penjual senjata yang menjadi penyebab penyerangan bom di Brussel, Belgia dengan 34 korban nyawa melayang pada Selasa pagi (22/3).

"Kita semua bersama, Muslim, Hindu, Katolik, Koptik, Evanjelis adalah saudara. Anak-anak dari Tuhan yang sama, yang menginginkan hidup dalam damai dan persatuan," ujar Paus tanpa teks di sebuah penampungan pengungsi di Roma, seperti yang dikutip dari Liputan6.com hasil lansiran dari Reuters, Jumat (25/3).

Lebih lanjut, Paus menduga ada orang-orang yang tak menginginkan perdamaian di balik bom Brussel. "Tiga hari lalu, sebuah perang berlangsung, sebuah kehancuran terjadi di sebuah kota di Eropa yang dilakukan oleh orang-orang yang tak menginginkan hidup damai. Di balik perilaku mereka itu ada tangan pembuat senjata, tangan para penyelundup yang menginginkan darah bukan perdamaian, yang menginginkan perang, bukan persaudaraan," kata Paus berusia 79 tahun ini.

Menurut pria kelahiran Buenos Aires ini, pelaku bom Brusels hanyalah makhluk menyedihkan. "Mereka adalah makhluk menyedihkan yang membeli senjata hanya untuk menghancurkan persaudaraan," kata Paus Fransiskus. Sekadar info, sebelum ia menjadi Paus, biasanya tradisi tersebut ditujukan untuk lelaku Katolik yang kebanyakan pastor. Namun, semenjak ia terpilih pada 2013, ia membolehkan wanita dan non-Katolik untuk berpartisipasi.

Tahun ini, pastisipan tradisi menjelang Paskah itu diikuti oleh pengungsi dari Mali, Nigeria, Eritrea, India, Suriah, dan Pakistan. Empat wanita berasal dari Kristen Koptik dari Eritrea dan seorang lainnya adalah Katolik, pekerja penampungan tersebut.