Aung San Suu Kyi Dikecam Soal Muslim Rohingya

Henry Hens diperbarui 26 Nov 2016, 18:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Pembantaian etnis Rohingya yang sebagian besar muslim dikutuk banyak pihak. Setahun setelah menjadi pemimpin de-facto Myanmar, penerima Hadiah Nobel Perdamaian 1991 Aung San Suu Kyi banyak mendapat kecaman. Ia dinilai gagal mengakhiri kejahatan militer di bagian barat laut negeri itu.

Sekitar 1,1 juta penduduk negara bagian Rakhine yang menyebut diri mereka muslim Rohingya adalah etnis minoritas yang lama tertindas di negara bermayoritas pemeluk Budha itu. Seperti dilansir dari antaranews, Rohingya sudah tinggal di Myanmar sejak abad ke-15. Ironisnya sampai saat ini mereka tak diakui sebagai warga negara dan tidak memiliki hak pilih.

Para pengamat internasional telah mendokumentasikan pencabutan hak pilih dan diskriminasi yang dialami etnis Rohingya, termasuk dalam hal pembatasan pernikahan, perencanaan keluarga, lapangan kerja, pendidikan dan kebebasan bergerak. Ketegangan antara warga Budha dan Rohingya meluas sejak 2012 karena dipicu oleh serentetan agresi, termasuk tuduhan pemerkosaan dari kedua belah pihak.

Meningkatnya kekerasan antara warga muslim, warga Budha dan pasukan keamanan di Rakhine menyebabkan ribuan warga Rohingya mengungsi ke negara-negara tetangga, termasuk Bangladesh. Pada awal Oktober lalu, tiga pos polisi di sepanjang perbatasan Myanmar-Bangladesh diserang massa yang terkoordinasi sehingga sembilan polisi tewas dan memicu bentrok berhari-hari. Pemerintah Bangladesh pun untuk sementara membatasi masuknya pengungsi. 

Namun Suu Kyi, aktivis HAM terkemuka yang partai pimpinannya Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang naik berkuasa lewat Pemilu November silam, diam seribu bahasa dalam isu Rohingya ini. Bahkan pemerintahannya menolak tuduhan bahwa militer telah menyalahgunakan kekuasaan. 

Krisis Rakhine sudah dibahas dalam pertemuan tertutup Dewan Keamanan PBB di New York pekan lalu, di mana duta besar AS untuk PBB mengutarakan keperihatinannya karena pemerintahan Suu Kyi tak bisa menangani masalahnya sendiri. Akses ke Rakhine juga sangat dibatasi sehingga tidak ada laporan akurat mengenai situasi di sana.

PBB dan Human Rights Watch (HRW) mendesak pemerintah Myanmar mengizinkan badan-badan bantuan dan wartawan independen untuk masuk serta menginvestigasi pelanggaran hak asasi manusia. Baik citra NLD maupun Suu Kyi kini di ujung tanduk. "Aung San Suu Kyi tengah melegitimasi genosida di Myanmar dan telah menguatkan penindasan terhadap minoritas Rohingya," kata para spesialis kejahatan negara dari Universitas Queen Mary di London.