Bekraf dan Kemenko Perekonomian Silang Pendapat Tentang IBOS

Puput Puji Lestari diperbarui 21 Mar 2017, 13:56 WIB

Fimela.com, Jakarta Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di bawah pimpinan Triawan Munaf berencana menerima hibah dari Korea lewat sistem IBOS (Integrated Box Office System). IBOS mewajibkan industri bioskop untuk membuka semua data film Indonesia secara terbuka. Di antaranya, data mengenai jadwal penayangan film, hingga jumlah penonton per bioskop per jam tayang dan per judul film.

Sesuai UU tentang Perfilman, selama industri bioskop pun sudah melaporkan data mengenai jumlah penonton kepada menteri terkait. Kementerian Bidang Perekonomian RI menolak rencana hibah Korea Selatan senilai 5,5 juta dolar AS untuk membangun IBOS. Sistem yang diprakarsai oleh Badan Ekonomi Kreatif itu dianggap berbahaya bagi masa depan industri perfilman Indonesia.

Demikian dinyatakan Deputi V Kemenko Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi. “Rahasia industri perfilman tidak bisa dibuka sembarangan. Ini sangat berbahaya. Nanti lama-lama semua rahasia komoditas kita bisa dikontrol asing. Daging, susu, hasil tambang, pokoknya semua dikontrol asing,” kata Edy dalam rilis yang diterima Bintang.com.

Menurut Deputi yang membawahi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, ini, kerahasiaan perusahaan memang tidak sembarangan boleh dibuka. Sesuai peraturan yang berlaku, perusahaan hanya bisa memberikan informasi dan data terkait tiga hal.
Pertama, ketika terkait dengan urusan pajak. Dalam hal ini informasi dapat diberikan kepada Ditjen Pajak atau Pemda di wilayah masing-masing.

Kedua, kepada aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, atau KPK jika diduga terlibat suatu kasus. Dan ketiga, khusus untuk badan publik, mereka juga harus patuh terhadap UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Itupun harus sesuai dengan mekanisme yang berlaku, dan ada beberapa informasi yang dikecualikan,” lanjut alumnus International Transactions di George Mason University, Virginia, ini.
Kerahasiaan perusahaan memang harus dijaga. Tidak boleh sembarangan dibuka, terlebih kepada pihak luar negeri. “Bahkan Kemenko pun tidak berwenang meminta informasi data perusahaan,” kata Edy.


Mengenai pentingnya kerahasiaan perusahaan, Edy mencontohkan pengalamannya. Menurut pria kelahiran Kuala Tungkal, Jambi, tersebut, dirinya pernah melakukan protes kepada Kanada dan Amerika Serikat. Penyebabnya, karena kedua negara tersebut membocorkan data ekspor Indonesia ke AS. Pembocoran dilakukan, karena Indonesia dituding melakukan praktik dumping.


“Saya protes keras ketika itu. Saya katakan, bahwa ini adalah rahasia perusahaan yang tidak semua pihak boleh tahu. Dan karena protes itu, kasus itu pun (tuduhan dumping) akhirnya gugur,” ujar dia.  Edy mengingatkan, sebaiknya Bekraf fokus pada tugas dan fungsi Bekraf.

Tugas Bekraf, lanjutnya, adalah membina para pelaku kreatif, agar produksi dan pemasaran ke-16 produk industri kreatif turut meningkat. Sedangkan fungsinya, lanjut Edy, adalah lembaga pen-support, bukan pengambil keputusan. “Nanti akan saya tanya langsung, karena ini sangat membahayakan. Ini sudah merupakan intervensi. Untuk apa mereka mengontrol film Indonesia? Apa kepentingannya. Jadi mereka hanya membina, bukan mengontrol,” katanya.

 

What's On Fimela