Menularkan Kebahagiaan dan Keajaiban Terhadap Sesama Lewat Sehelai Kain Stola!

Fimela Editor diperbarui 01 Des 2014, 14:00 WIB

Jakarta Mengarungi bisnis fashion sudah dijalani Helen D. Kirana –perempuan murah senyum yang selalu berhasil menghidupkan suasana— sejak masuk sekolah dulu. Sampai kini, ia cukup dikenal lewat brand batik bernama [bi] batik. Puluhan tahun berbisnis pakaian, wajar bila ia pernah berada di titik jenuh.

Di tengah kelelahan itu, Helen justru tetap ingin berkarya namun tak lagi ingin mendesain sebuah pakaian melainkan mencari bisnis fashion lain yang jauh lebih sederhana. Ya, Helen memang menyukai pakaian yang simple yet edgy. Itu pun terlihat dari gaya pakaiannya yang terlihat tak berlebih. Saat FIMELA.com menemuinya di tengah pemotretan produk NES, ia hanya mengenakan kain bermotif arashi biru yang dipadukan dengan jeans. Diakuinya Calvin Klein menjadi desainer favorit yang bisa mewakili gambarannya dalam berpakaian.

Siapa sangka ketika tengah melakukan perjalanan bisnis dari Bali menuju Jakarta, ia malah mendapatkan ‘pencerahan’. Di atas ketinggian tiga puluh ribu kaki di atas permukaan tanah (baca: pesawat) itulah ide berbisnis stola dimulai. “Setelah berdoa saya seperti mendapat bisikan untuk membuat stola atau scarf. Desainnya minimalis tapi dapat dipakai oleh anak muda hingga orang yang telah berumur. Dengan penuh semangat saya memulai desain pertama saya di atas pesawat, di antara rekan kerja yang terlelap tidur,” ungkapnya dengan nada gembira.

Sampai di rumah, ia terus melanjutkan ide yang bermunculan penuh di kepalanya. Di mulai dari pemilihan nama. Bila ditelusuri dari awal kemunculan, ia merasa seperti mendapat sebuah keajaiban. Kata yang akhirnya diambil untuk menamakan ‘bayi’ barunya, NES, yang diambil dari Bahasa Ibrani dan berarti keajaiban.

Foto : Jill Hendrawan
2 dari 2 halaman

Next

Bila banyak yang menyebutkan nama adalah sebuah doa, perkataan itu ada benarnya. Lewat NES banyak keajaiban yang ia dapatkan dan malah menular ke lingkungannya. Kejadian tadi terbukti saat ia ingin memproduksi desain pertamanya –bermotif polkadot. Ia mengalami kebuntuaan saat mencari garmen untuk mencetak karyanya.

Di tengah kebingungan tadi, ia justru dipertemukan dengan dua orang pengrajin Batik bernama Yono dan Nur, yang berasal dari Desa Trusmi, Cirebon. Tanpa diundang, mereka muncul di tempat workshop Helen dan lantas dimintanya untuk membuat desain yang telah ada. Proses yang dihasilkan tak langsung sempurna. Dengan penuh sabar ia meminta para pengrajinnya untuk mengulang berkali-kali hingga menghasilkan karya seperti yang sekarang terjual –berciri khas tie-dye. “Kami akhirnya jadi tumbuh bersama dalam bisnis ini. Mereka sekarang menjadi ujung tombak NES dalam menghasilkan warna-warna dalam kain kami,” tuturnya. FYI, proses pewarnaan stola yang ia hasilkan sama dengan batik –mencelupkan kain ke berbagai warna.

Yang sangat menarik, setiap stola memiliki sebuah cerita yang ingin ia sampaikan. Seperti motif arashi yang terinspirasi dari rasa kehilangannya akan suami tercinta yang meninggal secara tiba-tiba tujuh tahun lalu. Kejadian tadi digambarkan sebagai sebuah badai yang dalam Bahasa Jepang disebut Arashi namun tertuang cantik dengan motif sulur acak berwarna biru. Bukan hanya tentang orang yang disayangi, motif yang dihasilkan Helen berasal dari perempuan-perempuan inspiratif yang ia kenal –termasuk sahabat-sahabatnya dalam organisasi kanker bernama Love Pink. “Hidup itu indah, kamu bisa mengeksplorasi perasaan kamu pada media apapun. Stola merupakan cerminan dari lingkungan hingga perasaan saya,” ungkapnya. Soal perpaduan warna, ia mengaku terinspirasi dari keindahan alam Nusantara.

Lewat NES, Helen berharap bisa membagi keajaiban yang ia dapat terhadap sesama. “It's (NES) about happiness to everybody. Aku ingin orang lain membuka hati ‘cos miracle do happens everyday,” tutupnya.

Foto : Jill Hendrawan