[Vemale's Review] ''Ephemera'' Karya Ahimsa Azaleav

Fimela diperbarui 10 Okt 2016, 10:10 WIB

Judul: Ephemera
Penulis: Ahimsa Azaleav
Penyunting: Abdullah Ibnu Ahmad
Desain Kover: Raden Dion
Ilustrasi: Rizki Riandini Ardhiana
Cetakan Ketiga, September 2016
Penerbit: lampudjalan (lampudjalan.com)

Jatuh. Bangun. Jatuh. Patah. Jatuh lagi. Bangkit. Patah lagi. Menjadi perca. Lalu remuk. Bangkit. Jatuh lagi. . Proses yang malam ini ingin kuberhentikan dengan titik keberdirianku melawan segala rindu dan rasa takut kehilangan, untuk kembali pada titah-Nya. Semoga tak ada lagi jatuh tanpa tangan yang siap memberdirikan, mengajak bersisihan menuju cinta-Nya. Aku takut. Takut sekali. Pada-Nya.

Maaf atas segala rasa yang pernah begitu berlebihan, atas bertumpuk-tumpuk rindu yang pernah dikirim angin, atas segala rasa sakit yang sempat kita rasa, atas air mata tak tertahan, atas segala huruf yang pernah terangkai begitu saja, atas jatuh dan bangkit yang berseling membersamaiku, atas amarah dan benci yang aku tak berhak melakukannya. Semoga Sang Maghfiru memberikan ampunan-Nya padaku. Juga padamu. Bukankah kita sudah sama-sama percaya bahwa ini semua hanya ephemera?

Karena jatuh cinta dan patah hati hanya sementara.


Siapa yang pernah jatuh cinta sekaligus patah hati? Bagaimana cara untuk berdamai dengan luka dan melanjutkan hidup untuk kisah cinta yang lebih baik? Sulitkah memperjuangkan cinta? Bagaimana menghadapi lika-liku serta kejutan cinta yang seringkali tak terduga? Semua tanya itu diramu jadi satu dalam karya Ahimsa Azaleav, Ephemera.

Ada 17 cerita dalam Ephemera ini. Tema cerita yang paling dominan tak lain adalah tentang cinta. Soal luka patah hati hingga belajar ikhlas untuk menerima takdir cinta itu sendiri. Tapi ada juga soal keluarga dan pergolakan batin. Beberapa cerita ada yang saling berkaitan dan berkelanjutan, dengan tokoh-tokoh yang sama tapi dengan kisah yang berbeda.

Di setiap cerita, kita diajak menyelami perasaan masing-masing tokoh. Soal cara Farikha mengatasi rasa cemburunya di cerita Bumbu Cemburu. Perjuangan dan komitmen Ghazi meminang cintanya di Wisuda. Tirani yang berusaha untuk tetap berbakti pada ibunya meski ada luka dalam di hatinya dalam cerita Bukan Tirani. Cerita-cerita di Ephemera ini pun terasa makin hidup dengan ilustrasi-ilustrasi sederhana.

Bahasa yang digunakan penulis sangat sederhana dan ringan. Mudah sekali untuk mengikuti alur setiap cerita. Meski ada beberapa cerita yang terasa terlalu pendek, tapi selalu ada pelajaran, hikmah, dan makna berharga yang bisa diambil. Sesuatu kalau ditulis dari hati memang bisa langsung sampai ke hati.

Salah satu cerita favorit saya di buku ini adalah yang berjudul Sekotak Jendela Impian. Tentang seorang Karang yang merasa tak terima harus melepas dan dijauhkan dari impiannya. Sebuah kondisi memaksanya untuk melepas sebuah impian besar dalam hidupnya.

Bahwa impian bukan hanya serta merta soal doa dan usaha saja, tapi juga tentang penerimaan atas hasil dari doa dan usaha itu.
- Sekotak Jendela Impian, hlm. 113


Dalam cerita itu, terasa sekali betapa sulit Karang menerima kenyataan yang ada. Namun, hidup masih akan terus berjalan. Tak mudah untuk melepas dan merelakan sebuah impian pergi. Tapi selalu ada kesempatan untuk bangkit dan merajut sebuah impian baru.

Buku dengan sampul manis ini sangat cocok dibaca siapa saja yang ingin memaknai arti cinta lebih dalam dan luas. Kita akan kembali disadarkan akan makna cinta yang sesungguhnya. Memahami kembali nilai-nilai penting dari hakikat cinta dan hidup kita.



(vem/nda)