Gara-Gara Jarang Posting di Medsos, Aku Dikira Sudah Bercerai dari Suamiku

Fimela diperbarui 21 Jul 2018, 14:30 WIB

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Media sosial adalah sebuah fenomena baru dalam kehidupan kita, tak bisa lepas dan seakan sudah mendarah daging. Apapun sepertinya wajib di-post entah dalam sebuah momen penting, perayaan ulang tahun atau sekadar makan di resto cepat saji, sambil numpang wifi pun wajib diabadikan dan di-post.

Saya termasuk yang jarang posting hal-hal berbau pribadi seperti pasangan dan keluarga, karena menurut saya pasangan dan keluarga bukan bagian untuk jadi konsumsi publik.



Semua ternyata tidak selalu berdampak baik, pernah suatu ketika, saya bertemu salah satu teman lama di sebuah acara reuni sekolah, tiba-tiba teman saya bertanya tanpa tedeng aling-aling, "Lo, udah divorce ya sama suami?" Saya agak mengernyitkan dahi, sibuk berpikir dari mana teman saya yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, tiba-tiba menanyakan hal yang menurut saya sangat pribadi.

Belum habis kebingungan saya, dia berucap, "Soalnya gue lihat di social media lo, lo nggak pernah upload foto berdua ataupun foto pasangan lo."



Karena social media, semudah ini ternyata seseorang menilai orang lain yang jarang ditemuinya, jarang dichat, jarang diajak curhat atau sekadar minum kopi bareng. Yang hanya bertemu lewat social media, dan bertatap mata langsung pas reuni sekolah setelah bertahun-tahun lamanya.

Tidak adakah pertanyaan yang lebih berbobot atau obrolan yang lebih bisa menghangatkan suasana?
Stop tanyakan masalah pribadi yang tidak ada kaitannya dengan dirimu, setiap orang berhak atas hidup dan pilihannya. Kadang kita harus bisa menahan rasa penasaran kita, dengan tutup mata dan telinga akan hal-hal yang memang tak perlu kita ketahui.



Sama seperti halnya ketika tiba-tiba aku posting anak hasil adopsiku di social media, aku hanya sekadar berbagi kebahagiaan dan memberitahukan bahwa kini aku sudah menjadi seorang ibu. Beberapa teman dekat membanjiri kolom komentar dengan ucapan selamat dan doa-doa panjang, sisanya yang hanya teman sekadar sibuk dengan pertanyaan, "Kapan hamil? Kok udah lahiran aja? Hamilnya nggak pernah upload, kok tahu-tahu lahiran?'

Dalam sebuah momen suka cita pun, kadang orang-orang masih sibuk mencari pelampiasan dahaga penasaran mereka, urusan perasaan orang yang ditanya tidak dipedulikan. Kapan aku hamil atau kapan lahiran, apakah ada kaitannya dengan mereka? Apa mereka mau membantu biaya kebutuhan cek kandungan, lahiran dan segala keperluan bayi? Tidak, mereka hanya ingin tahu, menjadikan bahan gosip, lalu kembali membuat persepsi dengan apa yang hanya dilihat dari dunia social media.



Marilah bijak dalam bermain social media, karena kadang bukan lagi ucapan yang mampu melukai, tapi jempol dan jari-jemari ini yang kadang dengan dan tanpa sengaja menyakiti banyak hati. Belajar untuk tidak 'terlalu peduli' akan hidup orang lain yang tidak ada hubungannya dengan diri kita, dengan stop menanyakan hal-hal pribadi yang kadang justru melukai.

Catatan ini juga untuk diri saya sendiri yang sering lalai. Saling menggembirakanlah dalam bermedia sosial, dengan memberikan informasi yang bermanfaat, komentar yang menyenangkan dan postingan yang menginspirasi. Selamat berkarya teman-teman dimana pun berada.

Salam hangat,
Citra




(vem/nda)