Review: Novel The Hole Karya Pyun Hey-Young

Fimela diperbarui 24 Sep 2018, 19:30 WIB

Judul: The Hole
Penulis: Pyun Hey-Young
Penerjemah: Dwita Rizki
Penyunting: Arif Bagus Prasetyo
Pemeriksa aksara: @thetat
Penata isi: @nurhasanahridwan12
Perancang sampul: Sukutangan
Penerbit BACA (PT Bentara Aksara Cahaya)

Nomine Shirley Jackson Award 2017

10 Novel Thriller Terbaik 2017 Versi Majalah Time

Novel ini ditulis oleh bintang baru sastra Korea yang tengah melesat di pentas dunia. Dalam novel mencekam yang membuat kita penasaran ini, dikisahkan bahwa Oh Gi terjaga dari koma akibat kecelakaan mobil yang merenggut nyawa istrinya. Dia dirawat oleh sang ibu mertua yang berduka karena kehilangan putri tunggalnya.

Oh Gi dibiarkan terlunta di atas ranjang. Dunianya menyempit hanya sebatas kamar tidur dan ingatan tentang hubungan buruk dengan istrinya yang senang berkebun. Suatu hari Oh Gi melihat sang ibu mertua menggali lubang besar di kebun kesayangan mendiang istrinya. Ketika ditanya, sang mertua menjawab bahwa dia hanya menyelesaikan apa yang telah dimulai oleh putrinya.

Sesungguhnya untuk apakah lubang yang digali oleh si ibu mertua? Apakah untuk mengubur Oh Gi hidup-hidup sebagai pembalasan dendam atas kematian putri tunggalnya? Oh Gi pun terombang-ambing antara rasa takut dan penasaran di satu sisi, serta ketergantungan terhadap sang ibu mertua di sisi lain.

Novel laris yang meraih sejumlah penghargaan ini diramu dengan baik untuk memancing rasa ingin tahu dan ketegangan pembaca, sekaligus menyingkap sisi-sisi psikologis tak terduga tokoh-tokohnya. Inilah sebuah novel menarik dan mencekam yang berakhir mengejutkan.

***

Oh Gi terbangun dalam kondisi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tak bisa mengeluarkan suara. Menggerakkan tubuh pun tak bisa. Tubuhnya lumpuh. Di hari Oh Gi terbangun dari koma, barulah ia tahu bahwa istrinya sudah berpulang karena kecelakaan mobil yang dialami mereka berdua.

Harapan untuk bisa berlibur dan menghabiskan waktu berdua pupus sudah. Mau tak mau Oh Gi harus menerima kenyataan yang ada. Dirinya sudah tak berdaya. Hanya bisa terbaring di rumah sakit dan ketika pulang ke rumah, ia bergantung pada orang lain untuk memenuhi semua kebutuhannya

Bagaimana hidup bisa berubah dalam sekejap? Runtuh, tumbang menjadi kehampaan? Apakah tanpa sadar Oh Gi telah membantu mengubah hidup menjadi seperti itu?

 

 

 

Ketika ditanya dan diajak mengobrol, Oh Gi hanya bisa merespon dengan kedipan mata. Ibu mertuanya lah yang kemudian jadi satu-satunya orang tempat ia berantung segalanya. Hanya saja sang ibu mertua memiliki gelagat aneh.

Di awal-awal novel ini, kita akan diberi gambaran soal hubungan Oh Gi dan istrinya. Juga karakter ayah mertua dan ibu mertua Oh Gi. Perjalanan hidup dan rumah tangga mereka tak bisa dibilang mulus sejak awal. Untuk urusan karier dan pekerjaan pun menjadi bahan perdebatan sendiri.

Mereka sepakat bahwa satu kedipan berarti "ya," dan dua kedipan berarti "tidak". Ia hanya memutar matanya karena tidak tahu bagaimana cara mengatakan "tidak tahu".

 

 

 

Dalam kondisi tak berdaya, Oh Gi tak bisa membuat keputusan sendiri. Segala sesuatunya diputuskan oleh sang ibu mertua. Ada pendeta yang sengaja didatangkan untuk khusus mendoakan kesembuhan Oh Gi. Oh Gi pun hanya bisa pasrah ketika ibu mertuanya mengungkit-ungkit soal uang dan biaya pengobatan yang dikeluarkannya.

Oh Gi benar-benar tak berdaya di hadapan ibu mertuanya. Termasuk soal surat pengunduran diri Oh Gi sebagai dosen yang dibuat oleh ibu mertuanya, padahal Oh Gi masih punya keinginan untuk melanjutkan karier mengajarnya.

Saat masih hidup, istri Oh Gi sangat terobsesi dengan kegiatan berkebun dan punya impian menjadi seorang jurnalis. Bahkan istrinya itu selalu membawa-bawa foto Oriana Fallaci, seorang jurnalis terkenal dari Italia. Cuma ada sesuatu yang diketahui istrinya tapi tak diketahui oleh Oh Gi sendiri.

Tubuh adalah sesuatu yang paling dekat dengannya dan selalu mendampinginya seumur hidup. Berbeda dengan pikiran dan hati yang kadang tidak mau menuruti kehendaknya, yang kadang bertingkah bagai bukan bagian dari diri Oh Gi.



Ibu mertua Oh Gi membuat sebuah lubang besar di kebun. Untuk apa lubang tersebut? Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Ibu mertua pun makin sibuk dengan urusan berkebun, makin mirip saja dengan mendiang putrinya. Kejadian selanjutnya pun sungguh-sungguh bikin tercengang dan bulu kuduk merinding.

The Hole, novel thriller Korea ini terasa pekat. Bahkan membuat kita seperti ikut merasakan penderitaan dan ketidakberdayaan Oh Gi. Ada rasa sesak, terpinggirkan, hingga merasa dipermalukan. Berada di kondisi yang tak berdaya menjadi penderitaan yang paling menakutkan bagi manusia.

Tidak ada sosok monster atau aksi pembunuhan berdarah di sini. Namun, The Hole dengan jalinan ceritanya yang intens menciptakan nuansa yang terasa kelam dengan caranya sendiri. Ada pernikahan yang retak, prasangka yang belum diluruskan, juga hilangnya kemampuan untuk membuat pilihan sendiri. Kesedihan hingga penyesalan pun menjadi 'hantu' yang membayangi kehidupan yang rasanya sulit untuk diperbaiki lagi.








(vem/nda)