Nasihat Ibu Selalu Bisa Jadi Penguat Bertahan di Perantauan

Endah Wijayanti diperbarui 28 Feb 2019, 17:49 WIB

Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.

***

Oleh: Laila Nurjannah - Tangerang

“Allah dulu, Allah lagi, Allah terus," kata Ibuku.

Ketika memutuskan untuk merantau dan jauh dari orangtua, aku selalu berkomitmen untuk tidak membuat mereka khawatir. Setiap hari, aku selalu memberi kabar ibuku via pesan teks maupun pesan suara. Pernah suatu hari, aku lupa memberi kabar ibu. Hari Sabtu aku pulang kerja pukul 12 siang. Karena kelelahan dan sedang tidak salat, aku langsung tidur dari pukul 13.00 sampai pukul 19.00. Pukul 20.00, handphone-ku berbunyi dan ternyata ada telepon dari kakakku. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku sudah menikah dan tinggal di rumah suaminya, sekitar satu jam-an dari rumah ibuku. Kakakku bertanya, “Sedang di mana? Sama siapa? Kok dari tadi nggak ngasih kabar, katanya ibu khawatir." Sejak saat itu, aku selalu memberi kabar ibuku. Ketika akan berangkat kerja, pulang kerja, mau main dan lain sebagainya, aku selalu memberi kabar ibu. Hanya dengan itu, keluargaku di rumah merasa tenang. Hanya dengan itu juga, aku merasa lebih dekat dengan mereka. Aku tahu, ibuku sangat khawatir denganku. Setiap hari, beliau selalu mengirimiku pesan, “Jangan lupa untuk mengunci pintu saat akan tidur."

Dari sebuah desa kecil di Jawa Tengah, aku memutuskan untuk mengadu nasib ke Tangerang. Sama seperti anak–anak lain pada umumnya, setelah lulus SMA aku ingin melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi. Namun, karena kondisi perekonomian keluarga yang kurang mendukung, aku memutuskan untuk bekerja. Aku sudah mencoba mendaftar ke perguruan tinggi melalui jalur Bidikmisi, namun sayang sekali aku harus gagal dan mengubur impianku untuk kuliah saat itu juga. Tapi, aku tidak pernah menyerah untuk meraih mimpiku. Aku memutuskan untuk bekerja dan mengumpulkan uang untuk kuliah. Sudah hampir dua tahun aku bekerja dan rencananya, tahun ini aku akan melanjutkan studiku.

Hidup jauh dari orang tua, membuatku selalu mandiri dan lebih mawas diri. Aku tinggal sendirian di sebuah rumah sewa 3 x 4 meter ini. Bukan kompleks rumah sewa yang elit, tapi yang jelas aman dan ramah di kantong. Sejak awal meninggalkan rumah, ibuku selalu berpesan untuk tidak meninggalkan salat. Saat sedang banyak pikiran karena masalah kerjaan, tubuh terasa letih karena kerjaan yang mengaharuskan lembur, terkadang rasanya, pulang kerja ingin langsung tidur saja. Tidak perlu mandi, selalu menunda–nunda salat dan lain sebagainya. Saat itulah pesan ibu selalu terngiang–ngiang di kepalaku. Setiap hari ibu selalu mengirimi pesan, “Jangan lupa salat. Jangan ditunda–tunda.”

 

 

What's On Fimela
Ilustrasi bahagia. Sumber foto: pexels.com/Bruce Mars.

Keluarga kami memang cukup religius. Sejak umur 5 tahun aku sudah mulai mengikuti Taman Pendidikan Al Quran. Dari situlah, aku merasakan manfaatnya sampai sekarang. Salat, ngaji, puasa, dan melaksanakan ibadah–ibadah yang lainnya seperti sudah tertanam dalam diriku. Jika tidak melaksanakannya, maka rasanya ada yang kurang. Aku sangat bersyukur kepada Allah karena telah menitipkanku kepada kedua orang tua yang taat beribadah.

Ibuku selalu menceramahiku untuk selalu mengingat Allah. Allah dulu, Allah lagi, dan Allah terus. Mohon kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya dan selalu berada di dalam jalan-Nya. Dulu, sewaktu masih kecil, aku tidak terlalu memperhatikan perkataan ibuku itu. Aku hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Namun sekarang, setelah hidup sendiri di dunia yang kejam ini, aku tahu betul apa maksud ibu. Setelah gagal dalam masuk PTN melalu beasiswa Bidikmisi, sejujurnya hatiku benar–benar hancur. Kenapa teman–temanku yang memiliki peringkat dibawahku berhasil lolos, tapi aku malah gagal? Malu, sedih, marah, rasanya bercampur menjadi satu.

Ketika memutuskan untuk merantau dan mencari pekerjaan di kota, aku pikir itu akan mudah karena nilai–nilai ujianku yang bagus. Lagi–lagi aku harus menelan kekecewaan. Mencari kerja di perkotaan sangatlah susah, apalagi bagi lulusan SMA yang baru lulus sepertiku. Kebanyakan perusahaan mencari calon karyawan yang sudah terampil dan berpengalaman. Aku sempat menganggur selama 6 bulan, hingga akhirnya aku berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik.

 

Jomblo bahagia. (Ilustrasi: kellyminter.com)

Aku sempat berpindah–pindah kerja, dari satu pabrik ke pabrik lainnya. Pekerjaan yang sangat jauh dari bakat dan ekspektasiku, namun tetap aku jalani sampai sekarang ini. Aku memutuskan untuk menjalaninnya dan tetap mencari pekerjaan lain yang lebih cocok denganku. Aku tidak mau kehilangan pekerjaanku saat ini, sebelum mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Ya mau bagaimana lagi, karena menganggur itu benar–benar tidak enak. Aku tahu betul rasanya, apalagi tinggal di kota yang apa–apa harus beli. Aku butuh uang, dan aku juga ingin melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi. Sesuai rencana, aku ingin berkuliah tahun ini juga dengan mengambil kelas malam. Siangnya bekerja, malamnya aku bisa sekolah. semoga aku diberi kesehatan dan rencanaku ini dapat terealisasikan tahun ini juga. Amin.

Sebelum bekerja, aku sempat menumpang di rumah bibiku. Dan rasanya itu benar–benar tidak enak. Aku ingat betul, dulu aku sering menangis di kamar mandi dengan menyalakan kran air agar tidak ada yang mendengarnya. Ketika mengingat masa–masa itu, rasanya ah ingin menangis. Kenapa aku bisa sekuat itu? Mungkin ini karena pesan dan nasihat ibuku, yang menyuruhku untuk selalu mengingat Allah. Allah selalu dekat dengan hamba-Nya yang mau mendekat. Allah menunjukkan jalan terbaik kepadaku, hingga akhirnya aku bisa bekerja di tempatku yang sekarang dan menurutku ini tempat yang lebih nyaman dari pada tempat kerjaku yang dulu.

Ya Allah, terima kasih telah memberiku keluarga yang luar biasa. Keluarga yang selalu mendukungku di saat senang maupun susah. Keluarga adalah tempatku kembali, kapanpun, darimanapun dan dalam kondisi apapun. Aku sangat bersyukur dilahrikan dari seorang ibu yang luar biasa, ibu yang mendidikku dengan sangat baik. Pesan ibu yang ternyata memberiku ketenangan dan kekuatan sampai saat ini. Pesan ibu yang akan aku bawa sampai akhir hayatku dan akan kuwariskan kepada anak–anakku kelak.