Ibu yang Berusaha Mengasuh Anak Sebaik Mungkin, Tak Selalu Berarti Ambisius

Endah Wijayanti diperbarui 06 Apr 2019, 10:33 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya kekuatan untuk mengatasi setiap hambatan dan tantangan yang ada. Bahkan dalam setiap pilihan yang dibuat, perempuan bisa menjadi sosok yang istimewa. Perempuan memiliki hak menyuarakan keberaniannya memperjuangkan sesuatu yang lebih baik untuk dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Seperti tulisan dari Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Voice Matters: Setiap Perempuan adalah Agen Perubahan ini.

***

Oleh: M.R. - Banda Aceh

Usiaku 28 tahun dan aku ibu dari satu orang putri manis berumur 19 bulan. Alhamdulillah aku termasuk mama yang beruntung hidup di zaman milenial karena semua serba mudah. Tapi tetap saja urusan membesarkan anak adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Jadi membaca buku parenting menjadi salah satu hal paling menarik saat ini. Setelah membaca buku parenting dan menenemukan metode yang menurutku bagus dalam pengasuhan atau saat aku membacakan buku untuk anak biasanya aku akan share ke media sosial. Niatnya cuma mau sharing aja. Mungkin ada ibu-ibu lain di luar sana yang ingin sedikit ilmu tentang parenting, metode Montessori, buku bagus untuk anak mereka juga. Hasilnya? Sebagian ada yang bilang "Terima kasih," "Lanjutkan," "Menginspirasi," dan respon positif lain. Tapi ada juga yang bilang, "Jangan terlalu banyak teori didik anak," "Hati-hati terjerumus pemikiran barat," atau disindir, "Mau menciptakan generasi emas ya?" Beberapa juga beranggapan aku "berambisi" pada anak.

Terus? Kadang-kadang aku jadi agak minder sendiri sih. Karena jujur aku bukan mama ambisius seperti di drama Korea "Sky Castle" yang ingin anaknya masuk kedokteran dengan segala cara. Aku juga tidak berharap anakku jadi anak genius bisa membaca di umur 3 tahun, bisa matematika di usia sebelum masuk SD, bisa empat bahasa hingga memasukkan anak ke les di usia dini. Aku sangat tidak berambisi menjadikanya seperti itu.

 

What's On Fimela
Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Anak bagi kami adalah pribadi yang mandiri dengan kepribadian dan bakat sendiri. Dia bukan miniatur orang dewasa dan harus melanjutkan cita cita orang tuanya. No! Anak itu unik dengan cara mereka. Dengan tahu sedikit lebih aku juga tidak merasa paling tahu dan mengganggap orang lain dengan gaya pengasuhan berbeda adalah salah.

Jadi? Dengan semua yang aku lakukan, aku hanya berharap anak-anakku nanti bisa menjadi qurrata'ayun bagi keluarga. Qurrata'ayun itu artinya penyejuk mata, penyenang hati. Jadi ketika kita bersama mereka kita senang lahir dan batin, diajaki diskusi mudah, dipangggil menjawab lembut, bicara dengan kita sopan, diberi tanggung jawab kita yakin diselesaikan tanpa waswas, jadi anak mandiri tapi santun sama orang tua, penuh cinta ke semua orang, tangguh tapi berhati lembut, punya empati besar. Semacam itu aja. Karena ridha Allah ada di ridha orang tua. Jadi kalau orang tua udah nyaman sama anak maka mudahlah urusan anaknya dunia akhirat. Apa itu mudah? Sulit. Apalagi bagi kita yang punya inner child yang buruk dengan orang tua kita.

Hampir di semua buku parenting yang aku baca mengatakan bahwa untuk menjadi orang tua baik, berdamai dulu dengan inner child yang buruk. Aku adalah salah satu dari itu. Susah sekali untuk selalu sabar dalam menghadapi anak. Makanya aku butuh banyak buku, seminar, diskusi, sharing, dan aku rasa banyak orang di sekitarku yang juga mengalami hal yang sama makanya aku ingin sekali berbagi. Bukan untuk menjadikan anakku superstar di tengah mama lain yang sedang berjuang dengan caranya. Aku hanya ingin bisa membersamai anak menjadi anak qurrata'ayun dan mungkin bersama dengan mama-mama lain juga. Satu keluarga menjadi baik, dicontoh dengan keluarga lain begitu terus hingga semua menjadi baik maka anak-anak kita akan berada dalam lingkungan yang baik. Aku bukan mama ambisius lho. Pingin banget bilang ke mama mama lain, "Gitu lho Moms, bukan macam macam."