Andai Aku Bisa Menasihati Versi Diriku Sendiri yang Berusia 20an

Endah Wijayanti diperbarui 11 Jan 2020, 12:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.

***

Oleh: Arisma YS - Salatiga

Saat suami saya memasuki usianya yang ke 30 tahun, dia hanya memiliki satu resolusi bagi kehidupan barunya, yaitu agar bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. I frowned at him. Saya merasa tujuan itu terlalu klise dan dia perlu mengarahkan tujuan hidupnya pada hal-hal yang lebih besar, seperti mulai membangun perusahaan keluarga dan menjadi sukses atau paling tidak menjadi pejabat pemerintahan dalam tiga tahun ke depan.

I officially turn to my early thirties this year and I think I know what he truly means. Baru-baru ini, pikiran saya sering berkutat pada banyak pertanyaan menyinggung evaluasi diri. Lebih-lebih pertanyaan tentang pencapaian pribadi dalam sepuluh tahun terakhir.

Apakah saya bangga atas apa yang telah saya capai sepanjang usia 20 tahun saya? Apakah saat ini saya berada pada jalur yang tepat yang mengarah pada kepastian pencapaian goals di masa depan? If not, apakah telah terlambat bagi saya untuk reset tujuan baru dan menjadi lebih baik? Saat itulah saya menyadari bahwa resolusi suami saya yang sederhana adalah sesuai, bahwa tujuan hidup saat kita menua adalah tentang menjadi pribadi yang lebih baik.

Baik saya dan suami belum pernah mengalami kehidupan orang berusia 30 tahun sebelumnya. Kami tidak memiliki petunjuk apa yang ada di depan kami. Kami hanya bisa berharap yang terbaik untuk masa depan. Kami juga tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi dalam sepuluh tahun kehidupan kami belakangan ini. Tapi kami bisa memberikan petunjuk bagi mereka yang saat ini hendak memasuki usia terbaik dalam hidup mereka.

Looking back to my twenties, here are some things I wish I had done during my twenties to, at least, grow into a better person.

International Exposure di Masa Kuliah

Pada masa-masa aktif di perkuliahan, kampus banyak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan international exposure. Entah itu menghadiri pelatihan, seminar maupun magang ke perusahaan multinational yang berada di luar negeri. And I missed it. Saya melewatkan banyak kesempatan tersebut karena terlalu terlena dengan masa muda.

Don’t get me wrong, I am fully supportive that twenties adalah usia tersyahdu untuk berkumpul bersama teman-teman, bersenang-senang dan mengumpulkan banyak kenangan terbaik.

Namun saat kamu berusia 30 tahun, kamu akan menyadari betapa mengumpulkan banyak pengalaman yang cukup berarti untuk disematkan di dalam curriculum vitae sama pentingnya dengan memajang foto-foto travelling dalam polaroid.

 

2 dari 5 halaman

Mandiri dan Mulai Menabung untuk Hari Tua dari Sekarang

Ilustrasi./copyright shutterstock

Saya mengambil pekerjaan sambilan selama masa kuliah, mostly karena hangout sama teman telah mengambil lebih banyak porsi bulanan kiriman orang tua. Saat itu saya tidak berpikiran untuk menyimpan sepeserpun hasil jerih payah. Banyak travelling, banyak nongkrong di coffee shop, banyak shopping. That’s all right, no one is judging.

Hari ini saya mulai membuka rekening DPLK (dana pensiun) dan beberapa rekening investasi. Pada setiap lembar formulir, saya berharap telah menandatangi aplikasi-aplikasi ini sejak sepuluh tahun lalu! Saya hanya memilih berinvestasi pada investment platforms yang diawasi oleh OJK yang menawarkan return atau bunga tidak lebih sedikit dari 7 % per tahun. Jika saya mulai menempatkan uang saya sejak 10 atau 15 tahun lalu, bisakah kamu bayangkan berapa banyak yang seharusnya telah saya hasilkan saat ini?

3 dari 5 halaman

Get a Job, Quit, Get Another One, Quit, and Get the Right One

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Segera setelah lulus kuliah saya mendapat tawaran pekerjaan di perusahaan penanaman modal asing yang masih dalam masa establishment. Tidak ada yang memberi tahu saya bahwa bekerja pada perusahaan yang sedang berproses establishment adalah kerja keras yang penuh tekanan. Menginjak tahun pertama saya sudah benar-benar berkeinginan mengundurkan diri. I was young and foolish, sehingga jargon dari banyak orang yang berpendapat ‘cari pekerjaan sulit’ menjadi alasan atas keputusan untuk tinggal selama beberapa tahun selanjutnya.

Pada periode yang sama, seorang teman menjadi branch manager di salah satu fashion outlet waralaba ternama di Pulau Jawa. Dia mengundurkan diri dalam hitungan bulan begitu menyadari bahwa dia tidak bahagia dengan apa yang harus dihadapi dalam pekerjaan sehari-hari.

Dalam kurun waktu dua tahun setelahnya, saya masih mendapati ia berganti-ganti perusahaan, dengan alasan ‘not happy’. Pada pengunduran dirinya di perusahaan terakhir, ia memutuskan mengambil pinjaman, dan bertaruh untuk membangun bisnisnya sendiri. Sekarang dia memiliki sebuah perusahaan rental pribadi. Dapat saya lihat dia mendapat akhir yang bahagia atas keputusannya menutup telinga dari banyaknya noise menyoal ‘cari pekerjaan sulit’.

Saya tidak mengutuk keputusan saya karena mengambil pekerjaan pertama tanpa banyak pertimbangan. Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan dari awal-awal karir saya. Namun saya menyesali kenapa dulu begitu khawatir akan masa depan karier saya. Karena pada nyatanya kekhawatiran tersebut berhasil menahan saya selama bertahun-tahun dalam menemukan, atau dalam kasus teman saya, membangun, pekerjaan yang benar-benar membuat saya bahagia menjalaninya.

4 dari 5 halaman

Value Yourself

ilustrasi./Photo by Đàm Tướng Quân from Pexels

I was stuck in a toxic relationship for years during my twenties, that is why I can tell you this.

Ketika kekasihmu bilang, “Aku janji tidak akan mengulanginya lagi,” saat ketahuan mengkhianatimu, dia akan mengulanginya lagi. Ketika pacarmu bilang, “Aku tidak mencintaimu,” saat kamu bertanya mengenai perubahan sikapnya kepadamu akhir-akhir ini, trust him and walk away.

Jika suatu hari kamu menceritakan tujuan hidup atau impianmu kepada si Bae dan dia merespon, “Haha, kau tidak akan mungkin bisa mencapainya,” atau “Cita-citamu terlalu jauh,” kamu kerja keraslah, capai impianmu dan putuskan dia.

Jangan membuang waktumu memikirkan orang-orang yang menyeretmu jatuh. Jangan buang waktu untuk seseorang yang tidak menghargai impianmu. Jangan membuang waktu untuk mencoba mengubah seseorang hanya karena kamu menginginkan figur yang sama dengan versi yang lebih baik atau menjadi sesuai harapanmu.

5 dari 5 halaman

Belajar dari Kegagalan

ilustrasi./Photo by Cxpturing Souls from Pexels

Pernah gagal mendapatkan pekerjaan impian? Telepon HRD dan tanyakan hasil review mereka atas curriculum vitae yang kamu kirimkan. Lakukan evaluasi kenapa kamu gagal pada kesempatan pertama dan mulai ambil langkah antisipasi atau perbaikan bilamana ada kemungkinan kesempatan di masa depan. Gagal tunangan atau nikahan? Bersedihlah. Ambil waktu untuk sendiri dan menangislah sejadi-jadinya.

Gagal ini itu, sana sini, saat kita masih muda adalah wajar. Saya baru memahaminya sekarang. Gagal akan sesuatu lalu meratapi kegagalan tersebut, adalah sah-sah saja, itu adalah hal baik. Namun, ratapi kegagalan hanya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Tidak ada orang yang tidak pernah gagal di dunia ini. Pada akhirnya kemampuan dan kemauan untuk segera bangkit dan belajar dari kegagalanlah yang memutuskan dimana posisi kita sebenarnya.

Jika kamu tidak belajar sesuatu setiap kali mengalami kegagalan, maka semua yang kamu lakukan gagal. Namun, iika kamu mempelajari sesuatu, maka kegagalan tersebut telah menjadi pelajaran yang berhasil mendewasakan dan menumbuhkan kamu menjadi pribadi yang lebih baik.

#GrowFearless with FIMELA