Resign Bekerja demi Buah Hati, Aku Kuat karena Ibu adalah Teladanku

Endah Wijayanti diperbarui 19 Des 2020, 08:59 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh:  Nova Tenri Dewi

Menceritakan tentang ibu adalah topik yang tidak ada habisnya. Apalagi ibu adalah madrasah awal untuk anak-anaknya, mengajari anaknya tentang pembelajaran hidup. Sosok ibu rela menurunkan egonya hanya demi anak-anak mereka. Ya seperti aku yang sekarang telah menjadi seorang ibu, sudah merasakan seperti apa itu arti keikhlasan dan kerelaan.

Rela resign dari tempat kerja demi mengurus buah hati, walau akan tahu banyak mulut yang akan 'nyinyir' seperti, "Kok nggak kerja sih? Kan sayang ijazahnya," dan nyinyiran lain sebagainya. Rela uang jatah ibu dibelikan susu dibanding bedak dan lipstik, rela membelikan anak baju baru walau baju mereka yang itu-itu saja, bahkan baju sobek pun masih dikenakan. Hmm... jadi ingat mama yang jauh di sana (maklum sudah beda kota).

Sudah hampir 4 tahun aku tidak pulang ke rumah orang tua, karena ikut tinggal bersama suami. Tiga tahun lalu, mama yang datang ke kotaku untuk melihat cucu pertamanya. Setelah itu, kami berkabar hanya mengandalkan kecanggihan teknologi saja.

Aku dan mama cukup dekat, apalagi setelah aku menikah, mama banyak sekali berbagi tentang kehidupan rumah tangga. Sampai akhirnya aku mengerti. Oh, ternyata menjadi ibu adalah hal yang tidak mudah dijalani, persis seperti yang aku alami, mama juga mengalaminya. Selama ini aku pikir mama menjalaninya santai saja, tidak seperti aku yang banyak mengeluh, "Lebih baik kerja kantoran daripada jadi IRT," begitu gumamku kepada mama. Tapi mama selalu memberiku semangat dan kekuatan. Mama selalu tersenyum dan tegar seakan-akan berkata, "Nggak apa-apa, semuanya baik-baik saja."

 

2 dari 2 halaman

Ibu Selalu Menjadi Sumber Kekuatanku

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/szefei

Teringat pada waktu aku baru masuk perguruan tinggi, karena tempat kuliahku jauh, jadi aku harus merantau ke kota lain. Malam itu, mama seperti biasa saja, menyiapkan segala keperluanku dan mengantarkan ke tempat pemberangkatan.

Awalnya mama biasa saja, tersenyum dan memberikan nasihatnya, jangan lupa salat, jangan telat makan, dll. Tapi di detik-detik keberangkatanku, gelagat mama yang sepertinya tidak rela membiarkanku pergi, mulai dari memastikan mobilnya aman, pintu mobil sudah terkunci atau belum, sampai mengecek kembali barang-barangku agar tidak tertinggal. Sampai saat mobil berangkat, aku melihat dari kaca spion mobil, mama menangis. Selama perjalanan aku ditelepon ayah, karena mama tidak kuat menahan tangis jika mendengar suaraku. Sekarang aku tahu bagaimana perasaan mama waktu itu. Harus ikhlas meski hati bersedih, agar anaknya bisa mengejar cita-cita.

Sampai pada akhirnya, aku menikah. Aku cukup sering cerita ke mama tentang kehidupanku sebagai seorang ibu. Mama yang mengurus kami, keempat putrinya sendiri tanpa dibantu orang lain. Bayangkan saja mengurus semua seorang diri, "Apa tidak capek, Ma?" tanyaku via telepon. "Ya capeklah. Yang penting kita bisa atur waktu, bisa mengurus rumah, mengurus anak juga jangan lupa mengurus diri," begitu kata mamaku. Tapi, seingatku mama jarang memarahi kami, kecuali kaminya yang bandel. Betul kata orang, jadi ibu itu tidak ada sekolahnya. Kita belajar otodidak dan dari apa yang dicontohkan ibu kita.

Aku belajar banyak dari mama tentang keikhlasan dan kesabaran. Banyak belajar tentang bagaimana menjadi ibu, ibu yang penyabar kita anak-anaknya merengek, ibu yang selalu ikhlas jika baju kesayangannya robek karena digunting oleh anaknya dan ibu yang selalu tersenyum dalam membimbing kami untuk siap menjalani setiap fase kehidupan ini.

Terima kasih ya, Ma. Terima kasih sudah tersenyum walau aku tak tahu apa isi di hatimu, maafkan jika aku belum bisa menjadi anak yang baik, maafkan jika aku banyak membantah karena sering diomeli olehmu padahal itu buat kebaikanku yang baru aku rasakan sekarang. Dan, Ma... aku rindu!

#ChangeMaker