Jika Seseorang adalah Jodohmu, Dia akan Serius Memperjuangkanmu

Endah Wijayanti diperbarui 05 Jul 2021, 10:56 WIB

Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.

***

Oleh: Damar

Kata orang laki-laki dan perempuan tidak akan pernah bisa benar-benar bersahabat mungkin ada benarnya juga. Tanggal 11 Oktober 2008 adalah hari kuliah perdana kami di salah satu perguruan tinggi kedinasan milik pemerintah diselenggarakan.

Isak tangis dari 300 orangtua mahasiswa dari seluruh penjuru nusantara seperti mengantar anaknya yang akan berjuang di medan perang masih jelas kuingat. Seperti halnya dengan mahasiswa rantau lainnya. Aku pun mengalami masa-masa sulit beradaptasi karena banyaknya perbedaan bahasa dan latar belakang suku bangsa karena kampus kami menyeleksi putra putri daerah se-Nusantara untuk dapat bersekolah di sana.

Dari sekian banyak teman, aku merasa sangat nyaman bersahabat dengan dua orang laki-laki di kelas, Nanda dan Yosi namanya. Tapi entah mengapa kami tidak pernah benar-benar bersama bertiga, jika aku sedang bersama Yosi, Nanda enggan bergabung, begitu pula sebaliknya. Aku juga tidak tahu mengapa mereka tidak pernah mau kami pergi bersama.

Aku berbagi semua cerita pada mereka berdua. Kalau terjadi sesuatu padaku, pastilah mereka yang terlebih dulu aku kabari. Saat itu Yosi sudah punya pacar di luar kota, aku pun merasa tidak akan ada sesuatu diantara kami karena perbedaan keyakinan kami. Tapi dengan Nanda, entah mengapa ada yang berbeda. Ada rasa yang sulit dideskripsikan saat dia menundukkan pandangannya tiap kali kami bercengkrama. Ada perasaan penuh harap suatu saat aku bisa mendapatkan suami sepertinya setiap dia bergegas ke masjid saat azan berkumandang.

Sepertinya Yosi mulai mencium gelagatku yang aneh. Dia sering menyakan bagaimana hubunganku dan Nanda. Aku berkata padanya, kalau Nanda dan dia tak ada bedanya, merekalah sahabatku, teman terbaikku.

2 dari 2 halaman

Sudah Tujuh Tahun Menikah

Ilustrasi./(pixabay.com)

Saat kenaikan tingkat, kami bertiga tidak lagi satu kelas, tapi aku masih sesekali makan dengan mereka di kantin kampus. Hubunganku dengan Nanda semakin dekat, dan Yosi semakin menjauh. Benar saja, Nanda tiba-tiba menyatakan perasaannya padaku di penghujung April 2010.

Jujur aku sangat berbunga-bunga, tapi tidak serta merta kujawab pernyataannya karena aku juga takut kalau nantinya hubungan kami tidak berhasil dan aku harus kehilangan sahabat terbaik yang kumiliki di rantau.

Mei 2010, kami ditugaskan ke seluruh Indonesia untuk menjalani monitoring kualitas data di lapangan. Aku masih terngiang-ngiang perkataan Nanda, saat itu juga kukirimkan pesan singkat, “Aku kangen."

Selang beberapa menit dia meneleponku dan percakapan kami mengalir begitu saja. Setelah tiga tahun menjalin hubungan kami lulus dan mulai bekerja, aku menanyakan keseriusannya. Bukan ingin memburu, tetapi orangtuaku mengabari kalau ada koleganya yang datang ke rumah dan berkata ingin melamarku jika aku tidak keberatan. Sebenarnya orangtuaku juga agak menentang hubungan kami karena perbedaan daerah asal kami, mereka takut kalau anak gadis satu-satunya ini tidak diperlakukan dengan baik nantinya.

Nanda pun meyakinkanku, dia datang ke rumahku dengan mengajak kedua orangtuanya. Hari dan tanggal bahagia telah ditetapkan. Di saat keluarga mempersiapkan acara, hasil penempatan kami keluar dan harus segera berangkat ke luar Jawa.

Setelah sekian lama Yosi menanyakan kabarku sebelum kami ditugaskan ke daerah yang berbeda. Kuceritakan kalau aku dan Nanda akan segera menikah, dia meminta bertemu untuk terakhir kalinya. Yosi bertanya padaku apakah jika keyakinan kami sama akhir cerita akan berbeda.

Kujawab dengan senyuman, “Mungkin tidak, sejak awal hatiku memang sudah milik Nanda." Dia pun meminta maaf padaku karena sudah menanyakan hal itu dan mungkin nanti tidak dapat hadir di pernikahan kami untuk menjaga perasaan Nanda. Aku pun mengiyakan, kudoakan yang terbaik untuknya.

Dua hari sebelum hari H kami baru bisa pulang ke kampung halaman. Pingit-pingitan? Mana sempat. Yang terpenting acara berjalan dengan lancar dan khidmat.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah yang telah mempersatukan kami yang berasal dari daerah berbeda ini, jika bukan karena kuasa-Nya mana mungkin kami bisa dipertemukan dan dipersatukan dalam mahligai rumah tangga.

Saat ini, kami sudah memasuki usia tujuh tahun pernikahan. Orangtuaku yang tadinya meragukan pribadi Nanda, sekarang juga sangat menyayangi Nanda. Kami pun sudah dikaruniai dua buah hati perempuan dan laki-laki yang melengkapi kebahagiaan kami. Sedih bahagia, tangis dan tawa kami lalui bersama. Duhai suamiku, ana uhibbuka fillah, aku dipertemukan denganmu karena Allah, dan mencintaimu pun karena Allah.

#ElevateWomen