Indahnya Ramadan Bersama Ibu Mertua dan Buah Hati Pertamaku

Endah Wijayanti diperbarui 27 Apr 2022, 11:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Bulan Ramadan senantiasa menghadirkan banyak kenangan dan kisah yang berkesan. Baik itu suka maupun duka, haru atau bahagia, selalu cerita yang sangat lekat dengan bulan suci ini. Cara kita memaknai bulan Ramadan pun berbeda-beda. Tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories bulan April dengan tema Light Up Your Ramadan ini pun mengandung hikmah dan inspirasi yang tak kalah istimewa.

***

Oleh: fuatuttaqwiyah channel

Ramadan 1443 H kali ini sungguh berbeda dari dua tahun sebelumnya. Dua tahun aku tidak pulang kampung karena pandemic Covid-19. Aku pun harus puas merayakan momen Ramadan hanya di rumah kontrakan di Surabaya.

Tidak ada kesibukan yang berarti. Hanya diisi dengan kegiatan mandiri setelah pulang dari kantor. Misalnya buka puasa berdua dengan suami. Salat Tarawih pun hanya berdua dengan suami. Kegiatan di luar rumah sama sekali tidak ada.

Ramadan 2022 kurayakan di kampung halaman suami. Sejak Januari 2022 aku sudah di rumah ibu mertua karena mau melahirkan dan berlangsung hingga sekarang.

Otomatis Ramadan full di rumah sambil mengasuh bayi kecilku yang baru berumur 3 bulan. Ramadan penuh rahmat dan kebahagiaan karena aku masih bisa menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Alhamdulillah bayiku tidak rewel sepanjang aku puasa. Bayiku terkadang ikut sahur dan buka puasa. Ia pun tidak rewel ketika kutinggal masak di dapur. Ia main sendiri di kasur yang kuletakkan di dekat dapur.

Ramadan bersama ibu mertua adalah hal baru buatku. Biasa masak untuk suami, kali ini aku harus masak untuk ibu mertua juga yang kadang beda dengan seleraku dan suami.

Untuk kali ini kompromi menjadi jalan keluar utama. Mau enggak mau aku belajar adaptasi dengan kebiasaan ibu mertua selama bulan Ramadan. Gesekan enggak ada, paling beda cara masak saja.

 

2 dari 2 halaman

Menikmati Setiap Momen

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Aku bersyukur masih mempunyai ibu mertua, setelah kedua orang tuaku wafat. Beliau ibarat pengganti ibu. Walau kadang aku sering berbeda pendapat dengan beliau. Terutama soal perawatan bayi.

Aku juga berterima kasih kepada ibu mertua yang rela kutitipi bayi ketika aku harus keluar sebentar karena ada urusan penting. Terkadang ada rasa was-was juga. Namun, segera kutepis. Aku percaya ibu mertua bisa menjaga bayiku. Paling bayiku hanya rewel ketika minta susu dan mau bobok.

Mempunyai ibu mertua enaknya bisa memasak bersama dengan menu berbeda. Ibu mertua juga sering membangunkanku ketika waktu sahur atau sebaliknya aku yang membangunkan beliau.

Kami berusaha menjadi tim yang kompak. Pasalnya setiap sahur dan buka puasa ada bayi yang harus juga diperhatikan. Ya, Ramadan ini sungguh berbeda. Karena ada ibu mertua dan bayiku yang mewarnai indahnya Ramadan.

Selain itu, bayiku juga terbiasa mendengar suara ibunya mengaji Al-Qur’an. Begitu juga suara ibu mertua ketika mengaji karena beberapa kali bayiku dipangku beliau ketika mengaji Al-Qur’an. Otomatis bayiku terbiasa mendengar ayat-ayat Al-Qur’an sejak masih bayi.

Momen yang tidak akan terlupakan. Karena belum tentu kebersamaan itu akan ada di tahun-tahun selanjutnya. Mumpung kali ini masih bisa bersama. Jadi, dinikmati saja setiap momen indah ketika menanti waktu buka puasa dan sahur.

#WomenforWomen