Fimela.com, Jakarta Dalam dunia percintaan, istilah “cushioning” semakin sering terdengar. Tapi, apa sebenarnya arti dari cushioning ini? Mengutip dari artikel di Marriage.com, cushioning adalah praktik di mana seseorang menjaga hubungan dekat dengan orang lain sebagai cadangan jika hubungan utamanya tidak berjalan baik. Berikut penjelasan lengkap mengenai konsep ini dan dampaknya pada hubungan Kamu.
Cushioning secara sederhana bisa diartikan sebagai “menyimpan bantalan” di luar hubungan utama. Biasanya, seseorang yang melakukan cushioning akan tetap menggoda atau menjalin komunikasi dengan orang lain meskipun sudah memiliki pasangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk jaga-jaga jika hubungan utama berakhir.
Menurut BuzzFeed, pelaku cushioning sering kali merasa bahwa memiliki orang lain sebagai “cadangan” memberikan rasa aman. Namun, perilaku ini sering kali tidak disadari oleh pasangannya, yang bisa merasa dikhianati jika hal ini terbongkar. Cushioning juga sering terjadi pada hubungan yang kurang stabil atau di mana salah satu pihak merasa tidak yakin dengan masa depan bersama.
Pada dasarnya, meskipun terlihat seperti strategi bertahan, cushioning sebenarnya mencerminkan adanya ketidakjujuran dalam hubungan. Karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda perilaku ini agar hubungan tetap sehat.
Apa yang Mendorong Seseorang Melakukan Cushioning?
Ada berbagai alasan mengapa seseorang terlibat dalam cushioning. Salah satunya adalah rasa takut akan kesepian. Bagi sebagian orang, kehilangan hubungan utama bisa menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan, sehingga mereka mencari pelarian sebelum hal itu terjadi. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Marriage.com yang menyoroti bahwa pelaku cushioning sering merasa tidak percaya diri untuk menghadapi ketidakpastian dalam hubungan.
Selain itu, faktor lainnya adalah kebutuhan akan validasi. Orang yang melakukan cushioning biasanya ingin merasa dihargai atau diinginkan oleh banyak orang. Dengan tetap menjaga komunikasi dengan orang lain di luar hubungan utama, mereka mendapatkan rasa aman bahwa mereka memiliki opsi lain.
Namun, perilaku ini juga bisa menjadi tanda bahwa hubungan utama memiliki masalah yang belum terselesaikan. Jika komunikasi antara pasangan tidak terbuka, maka cushioning bisa muncul sebagai cara untuk menghindari konfrontasi langsung.
Bagaimana Menghadapi dan Menghindari Cushioning?
Jika Kamu merasa pasangan Kamu atau bahkan diri Kamu sendiri terlibat dalam cushioning, hal pertama yang perlu dilakukan adalah berbicara secara jujur. Mengutip dari BuzzFeed, komunikasi yang sehat adalah kunci untuk mengatasi ketidakpercayaan dalam hubungan. Diskusikan apa yang membuat hubungan terasa tidak stabil dan carilah solusi bersama.
Selain itu, penting untuk membangun rasa percaya diri dan kemandirian emosional. Mengandalkan orang lain sebagai cadangan hanya akan menciptakan lingkaran ketidakpercayaan yang tidak sehat. Fokuslah pada hubungan Kamu dan upayakan untuk memperbaiki dinamika yang ada.
Terakhir, jika cushioning sudah menyebabkan keretakan dalam hubungan, mungkin diperlukan bantuan profesional seperti konselor pasangan. Marriage.com menyarankan untuk mencari mediator yang bisa membantu menemukan akar masalah dan menyusun langkah untuk memperbaiki hubungan.
Memahami konsep cushioning dan dampaknya dapat membantu Kamu menjaga hubungan yang lebih sehat dan harmonis. Jangan biarkan ketidakpastian atau ketakutan menjadi alasan untuk merusak kepercayaan dalam hubungan Kamu.
Penulis: Azura Puan Khalisa
#Unlocking the Limitless