5 Tips Gentle Parenting agar Anak Tumbuh dengan Kecerdasan Emosional Tinggi

Endah WijayantiDiterbitkan 05 September 2025, 08:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Ada satu hal yang sering terlewat dalam mendidik anak: kecerdasan emosional. Banyak orang tua berfokus pada prestasi akademik atau keterampilan praktis, tetapi lupa bahwa kemampuan memahami dan mengelola emosi adalah fondasi dari kehidupan yang sehat, bahagia, dan penuh makna. Gentle parenting hadir sebagai pendekatan yang mengajak kita untuk membangun kualitas batin anak sejak dini, tanpa tekanan berlebihan, tanpa ancaman, dan tanpa rasa takut.

Sebagai orangtua kita mungkin bertanya-tanya, bagaimana cara mengasuh anak dengan tetap tegas, penuh kasih, dan menumbuhkan kecerdasan emosional? Gentle parenting bukan sekadar tren, melainkan praktik nyata yang menekankan koneksi, validasi, dan disiplin positif. Dari sana, anak tidak hanya belajar mengendalikan dirinya, tetapi juga memahami orang lain dengan lebih bijak. Berikut adalah 5 tips gentle parenting yang bisa Moms terapkan di rumah.

What's On Fimela
2 dari 6 halaman

1. Validasi Emosi Anak dengan Tulus

1. Validasi Emosi Anak dengan Tulus./Copyright depositphotos.com/havucvp

Banyak orang dewasa tumbuh dengan keyakinan bahwa menangis itu lemah atau marah itu buruk. Padahal, emosi bukanlah musuh. Gentle parenting, seperti yang dikutip dari laman Positive Psychology, mengajarkan bahwa tugas orang tua bukan menolak perasaan anak, melainkan membantu mereka mengenalinya.

Saat anak marah karena mainannya rusak, Moms bisa berkata, “Mama tahu kamu sedih, itu wajar. Mainanmu penting untukmu.” Kalimat sederhana ini membuat anak merasa dipahami. Validasi bukan berarti menyetujui semua tindakan mereka, melainkan memberi ruang agar emosi dapat diakui dengan sehat.

Dengan terbiasa divalidasi, anak belajar mengenali emosinya sendiri dan menghormati emosi orang lain. Dari sinilah dasar kecerdasan emosional terbentuk—anak tumbuh dengan hati yang kuat, bukan dengan perasaan yang tertekan.

3 dari 6 halaman

2. Disiplin Positif, Bukan Hukuman

2. Disiplin Positif, Bukan Hukumann./Copyright depositphotos.com/odua

Gentle parenting tidak menggunakan konsep hukuman yang menakut-nakuti. Sebaliknya, orangtua diajak untuk memberi arahan dengan pendekatan positif. Hukuman mungkin membuat anak patuh sesaat, tetapi disiplin positif menanamkan nilai yang bertahan lama.

Misalnya, alih-alih berteriak karena anak menumpahkan susu, Moms bisa mengajak mereka membersihkan bersama sambil berkata, “Kalau tumpah, kita bersihkan, ya. Lain kali lebih hati-hati.” Pesan ini tidak hanya memberi solusi, tetapi juga melatih tanggung jawab.

Dengan disiplin positif, anak belajar bahwa setiap kesalahan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri. Mereka tidak tumbuh dengan rasa takut, melainkan dengan rasa percaya bahwa mereka mampu belajar dan berkembang.

4 dari 6 halaman

3. Tegas dengan Batasan yang Jelas

3. Tegas dengan Batasan yang Jelas./Copyright depositphotos.com/havucvp

Banyak yang salah kaprah bahwa gentle parenting berarti membiarkan anak melakukan apa pun sesuka hati. Justru sebaliknya, gentle parenting menekankan pentingnya batasan yang tegas. Perbedaannya, batasan diberikan dengan sikap konsisten dan penuh hormat.

Contohnya, jika waktu bermain sudah habis, Moms bisa berkata, “Sekarang waktunya tidur. Besok pagi kamu bisa lanjut bermain lagi.” Anak mungkin tidak langsung setuju, tetapi dengan konsistensi, mereka akan belajar bahwa aturan hadir untuk menjaga kenyamanan bersama.

Batasan yang jelas memberi anak rasa aman. Mereka tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sekaligus merasa dihargai karena Moms tetap memberikan pilihan dalam ruang lingkup yang sehat.

5 dari 6 halaman

4. Bangun Koneksi sebelum Koreksi

4. Bangun Koneksi sebelum Koreksi./Copyright depositphotos.com/imtmphoto

Gentle parenting menekankan bahwa anak lebih mudah menerima arahan jika merasa terhubung. Koreksi tanpa koneksi seringkali hanya terdengar seperti perintah kosong.

Moms bisa mulai dengan mendengarkan dulu sebelum menegur. Saat anak menolak membereskan mainan, tanyakan perasaannya. Setelah itu, ajak dengan nada lembut, “Mainannya ayo kita rapikan sama-sama, biar besok kamu gampang cari lagi.” Anak akan lebih mudah menurut jika ia merasa dihargai dan ditemani.

Koneksi ini ibarat jembatan yang menghubungkan hati orang tua dan anak. Dari sanalah lahir kepercayaan, dan dari kepercayaan tumbuh keberanian anak untuk terbuka, jujur, serta lebih mudah mengatur emosinya.

6 dari 6 halaman

5. Ajarkan Pilihan, Bukan Paksaan

5. Ajarkan Pilihan, Bukan Paksaan./Copyright Fimela - Guntur Merdekawan

Anak yang diberi pilihan belajar tentang tanggung jawab sejak dini. Gentle parenting mengajarkan bahwa memberikan pilihan dalam batasan yang tepat membantu anak merasa punya kendali atas dirinya.

Moms bisa berkata, “Kamu mau gosok gigi dulu atau ganti baju dulu?” Dengan begitu, anak tetap melakukan kewajiban, tapi merasa dilibatkan dalam prosesnya. Pilihan sederhana ini menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus kemampuan mengambil keputusan.

Dari kebiasaan kecil ini, anak belajar bahwa hidup adalah tentang memilih dan menerima konsekuensinya. Keterampilan ini kelak menjadi bekal berharga dalam mengelola emosi dan hubungan sosial di masa depan.

Moms, gentle parenting bukan tentang menciptakan anak yang sempurna, melainkan membangun fondasi kuat agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang utuh. Dengan validasi, disiplin positif, batasan jelas, koneksi hangat, dan ruang untuk memilih, anak belajar mengenali dirinya sekaligus memahami dunia dengan lebih empatik.

Kecerdasan emosional yang tinggi bisa membantu anak sukses, serta lebih bahagia dalam menjalani hidupnya.