Sukses

FimelaMom

3 Cara Mengajarkan Anak Pola Makan Sehat Sedini Mungkin

ringkasan

  • Paparan berulang terhadap berbagai makanan sehat, bahkan hingga lebih dari 10 kali, sangat penting untuk membantu balita menerima dan menyukai makanan baru.
  • Menetapkan rutinitas waktu makan yang konsisten dan lingkungan makan yang positif, seperti makan bersama keluarga tanpa gangguan, mendukung pembentukan kebiasaan makan yang baik.
  • Memberikan balita otonomi dalam memilih porsi makan dari pilihan sehat yang tersedia, sambil menghindari paksaan atau menjadikan makanan sebagai hadiah/hukuman, dapat menumbuhkan hubungan positif dengan makanan.

Fimela.com, Jakarta Membentuk kebiasaan makan sehat pada balita merupakan fondasi penting bagi tumbuh kembang mereka. Pola makan yang baik sejak dini tidak hanya mendukung kesehatan fisik, tetapi juga membentuk hubungan positif anak dengan makanan di kemudian hari. Namun, seringkali Sahabat Fimela dihadapkan pada tantangan balita yang pemilih makanan atau enggan mencoba hal baru.

Sebagai orang tua atau pengasuh, peran kita sangat krusial dalam membimbing balita menuju kebiasaan makan yang bergizi. Penting untuk memahami bahwa proses ini membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan strategi yang tepat. Pendekatan yang positif akan jauh lebih efektif daripada paksaan.

Lalu, bagaimana cara efektif untuk membentuk perilaku makan sehat pada balita? Artikel ini akan mengulas cara mengajarkan anak pola makan sehat yang bisa Sahabat Fimela terapkan di rumah, berdasarkan panduan dari para ahli gizi dan kesehatan anak.

1. Menawarkan Berbagai Makanan Sehat dan Paparan Berulang

Salah satu kunci utama dalam membentuk kebiasaan makan sehat pada balita adalah dengan memperkenalkan beragam jenis makanan bergizi secara konsisten. Sahabat Fimela perlu menawarkan makanan dari kelima kelompok utama, yaitu buah-buahan, sayuran, biji-bijian, makanan protein, dan produk susu, seperti yang direkomendasikan oleh MyPlate.gov dari USDA.

Balita mungkin memerlukan banyak percobaan sebelum akhirnya menerima makanan baru. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak mungkin harus mencoba suatu makanan berkali-kali, bahkan hingga lebih dari 10 kali, sebelum mereka menyukainya. Ini adalah hal yang normal, mengingat anak-anak secara alami lambat menerima rasa dan tekstur yang asing.

Oleh karena itu, praktik paparan berulang sangat penting. Berikan sedikit rasa makanan baru pada berbagai kesempatan, tanpa paksaan. Sajikan makanan favorit yang sudah dikenal bersamaan dengan beberapa makanan baru untuk melengkapi menu, sehingga balita merasa nyaman namun tetap terpapar variasi.

2. Menetapkan Rutinitas dan Lingkungan Waktu Makan yang Konsisten

Menciptakan jadwal makan yang terstruktur dan lingkungan yang positif saat makan dapat sangat membantu balita mengembangkan kebiasaan makan yang sehat. Johns Hopkins Medicine menyarankan untuk mengontrol kapan dan di mana makanan dimakan dengan menyediakan waktu makan harian yang teratur, disertai interaksi sosial.

Makan bersama keluarga adalah praktik yang sangat dianjurkan. Ajak balita duduk di meja makan bersama anggota keluarga lainnya, karena ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk melihat orang tua dan saudara kandung makan makanan sehat. Anak-anak cenderung mengonsumsi makanan yang lebih bergizi, termasuk buah dan sayuran, ketika mereka rutin makan bersama keluarga.

Penting juga untuk menetapkan waktu yang konsisten untuk makan utama dan camilan. Hindari menawarkan camilan atau memberikan susu/jus kepada anak yang lapar tepat sebelum waktu makan, karena ini dapat mengurangi nafsu makan mereka dan membuat mereka kurang bersedia mencoba makanan baru. Selain itu, batasi gangguan seperti televisi saat makan agar balita bisa fokus pada makanannya.

3. Memberdayakan Balita dengan Pilihan dan Otonomi (dalam Batasan) serta Menghindari Tekanan

Memberikan balita kendali atas apa dan berapa banyak yang mereka makan, dalam batasan pilihan sehat yang ditawarkan, dapat menumbuhkan hubungan yang positif dengan makanan. HeadStart.gov menekankan bahwa tugas orang tua adalah menyediakan makanan dan camilan sehat, namun anak berhak memilih berapa banyak yang akan mereka makan.

Jangan pernah memaksa anak untuk makan makanan yang tidak mereka sukai atau menghabiskan piring mereka. Penelitian dari First Things First menunjukkan bahwa tekanan semacam itu dapat membuat waktu makan menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan dan justru menyebabkan anak makan lebih sedikit. Memaksa anak makan juga dapat mengganggu kemampuan mereka untuk mengenali isyarat lapar dan kenyang dari tubuhnya.

Selain itu, hindari menggunakan makanan sebagai hadiah atau hukuman. Menjanjikan makanan penutup sebagai imbalan karena makan sayuran, misalnya, dapat mengirimkan pesan bahwa sayuran kurang berharga daripada makanan penutup. Johns Hopkins Medicine menyarankan untuk menyajikan makanan penutup bersama makanan lainnya, bukan sebagai hadiah. Mendukung anak untuk makan sendiri, seperti makan dengan jari sekitar usia 9 bulan dan mencoba peralatan makan pada usia 15-18 bulan, juga memberdayakan otonomi mereka dalam proses makan.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading