Sukses

Health

Menkes Ungkap 5 Fakta Seputar Etilen Glikol yang Menjadi Penyebab Gagal Ginjal Akut Anak

Fimela.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan lima fakta seputar Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE) yang menjadi faktor penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia. Kementerian Kesehatan mulai menelusuri faktor risiko cemaran EG, DEG, dan EGBE ini setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pernyatan resmi pada 5 Oktober 2022.

Melansir dari Liputan6.com, WHO menyatakan pada rilis resminya bahwa terdapat cemaran senyawa berbahaya dalam obat sirup yang berkaitan dengan kasus gangguan ginjal akut di Gambia, Afrika Barat. Peredaran obat sirup di Gambia pun dihentikan sebagai upaya tindak lanjut. Berikut merupakan 5 fakta terkait Etilen Glikol (EG) yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin.

5 Fakta Etilen Glikol terkait Kasus gagal ginjal akut

Fakta Pertama

Menkes Budi menyampaikan bahwa pihak RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) melakukan biopsi terhadap tiga anak-anak pasien gagal ginjal akut berdasarkan hipotesa yang ada. Ditemukan adanya kristal kalsium oksalat di ginjal ketiga pasien anak tersebut. Hal ini sesuai dengan analisa dari WHO bahwa kandungan EG/DEG/EGBE merupakan penyebabnya.

Untuk diketahui, kristal kalsium oksalat adalah sejenis batu ginjal yang paling umum. Pembentukkan kristal ini terjadi karena oksalat yang berkaitan dengan kalsium dalam ginjal. Kalsium oksalat sering juga disebut dengan batu kalsium. Ini terbentuk karena jumlah kalsium oksalat di dalam urine terlalu banyak.

Fakta Kedua

Pengecekan kepada seluruh pasien gagal ginjal akut dilakukan untuk melihat apakah terdapat senyawa EG/DEG/EGBE dan ditemukan senyawa kimia pada seluruh pasien bayi yang sakit.

Fakta Ketiga

Dilakukan pemeriksaan senyawa Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE) pada obat sirup yang dikonsumsi oleh pasien anak gagal ginjal akut di rumah. Kemenkes mendata obat sirup tersebut dan ditemukan senyawa kimia berbahaya yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut pada pasien anak.

Fakta selanjutnya

Fakta Keempat

Diketahui bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam obat sirup dapat menyebabkan timbulnya kerusakan ginjal jika masuk ke dalam tubuh anak, hal ini terbukti saat dilakukan biopsi. Kemenkes merinci sebanyak 102 obat sirup yang diduga tercemar EG, DEG, dan EGBE yang diajukan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diteliti lebih lanjut.

Budi Gunadi juga menegaskan bahwa daftar 102 obat sirup yang dikumpulkan oleh Kemenkes adalah obat-obatan yang dikonsumsi anak-anak pasien gagal ginjal akut.

"Dari 102 obat ini, nanti akan kita kerucutkan. Untuk sementara obat-obat ini akan kita larang untuk diresepkan dan dijual. Tapi ini list (daftar) sementara ya. Nanti BPOM yang bisa membuktikan bahwa ada bahan-bahan yang diambang pembatas," kata Menkes.

"Kita ambil langkah-langkah yang konservatif, memproteksi, bahwa mungkin misalkan ada tambahan 156 atau 241 lagi obat-obatan yang belum masuk di sini (dari daftar 102) nanti akan kita masukin. Tapi kita harapkan mengerucut sehingga kita bisa lebih pasti buat cari penyebabnya kira-kira apa," tambahnya.

Bereaksi efektif terhadap Fomepizole

Fakta Kelima

Senyawa Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE) bereaksi efektif terhadap obat Fomepizole yang merupakan jenis antidotum atau antidot (antidote) sebagai penawar racun. Oleh karena itu, Kemenkes mengambil kesimpulan bahwa resiko paling besar dari anak yang sakit dan meninggal akibat gagal ginjal akut adalah karena adanya senyawa kimia berbahaya yang masuk ke dalam tubuh mereka.

Obat Fomepizole telah diujicobakan kepada 10 pasien gagal ginjal akut yang dirawat di RSCM Jakarta. Hasilnya, kondisi pasien yang didominasi anak usia di bawah 5 tahun membaik dan stabil. Menkes Budi juga menyampaikan adanya perbuahan strategi surveilans terkait upaya mencari penyebab gagal ginjal akut pada anak.

Strategi sebelumnya yaitu melakukan pemeriksaan berbasis patologi untuk tes virus dan bakteri, baik dengan CPR dan genom sekuens, beralih menjadi uji toksikologi. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan memperoleh data dosis-respons yang khas dari sediaan uji.

"Kami tadinya berbasis patologi, lalu (berubah) menjadi berbasis toksikologi. Dari situ kita lihat lebih dari 70 persen anak-anak yang sakit terkonfirmasi memiliki tiga senyawa, yaitu Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE). Jadi itu adalah tiga senyawa kimia berbahaya yang terbukti ada di dalam darah atau urine dari anak-anak kita," jelas Menkes Budi Gunadi.

 

*Penulis: Frida Anggi Pratasya.

#Women for Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading