Sukses

Lifestyle

Debat dengan Ortu dan Camer Soal Persiapan Nikah Memang Menguras Emosi

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Saya tidak pernah menyangka bahwa merencanakan pernikahan akan sangat menguras sarat emosi. Saya memang tipikal pengatur dan ingin semua berjalan sesuai rencana, harus realistis dan hampir perfeksionis. Saya tidak ingin merepotkan orangtua, baik orangtua kandung saya sendiri, maupun calon mertua saya. Baik dalam segi energi maupun materi.

Tetapi balik lagi ke budaya, pernikahan di Indonesia pada umumnya seperti pesta rakyat. Ehm atau lebih tepatnya pesta satu RT, atau RW atau kampung mungkin ya? Sesimpel apapun pernikahan yang kami dambakan, mau tidak mau juga harus melibatkan banyak orang.

Terlalu banyak yang terlibat itu sama dengan terlalu banyak juga yang mengatur dan komentar dari A, B, C sampai Z. Hal itulah yang seringkali membuat saya menjadi Bridezilla. Pasangan saya tentu sangat tahu jelas mengenai emosi saya yang fluktuatif ini.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Jarak antara engagement day dan pernikahan kami cukup panjang, sekitar 1 tahun. Selain karena alasan mengumpulkan dana yang murni semua biaya pernikahan kami sendiri yang bayar, kami juga adalah pasangan LDR. Saya orang Palembang yang kerja di Boyolali, sedangkan pasangan saya orang Malang yang kerja di Surabaya.

Pernikahan kami akan diadakan di Palembang. Dengan jarak yang ada, awal-awal pemilihan vendor juga seringkali membuat jengkel. Ada beberapa vendor yang memberikan no WA di akun Instagramnya untuk pertanyaan lebih lanjut tetapi ketika dihubungi tidak memberikan info sama sekali dan meminta saya datang langsung ke galerinya. Ya kalau dekat mah saya langsung ke galerinya ya, ini kan saya jauh makanya saya nanya via WA.

Belum lagi dengan urusan KUA, persyaratan antara KUA suatu kecamatan suatu kota akan berbeda dengan KUA suatu kecamatan di kota lain. Di tempat saya ada masa expirednya. Saya pikir sekalian pulang kampung saya bisa mengurus rentetan hal yang ada di KUA. Ternyata saya salah. Alhamdulillah bisa mendaftar tanggal, tapi berkas-berkas saya ditolak untuk segala N yang diurus di kelurahan, begitu juga dengan berkas suami saya yang dari Jawa sana. Alasannya masih terlalu lama, batas waktu surat N hanya 3 bulan. Hm, baiklah.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Beres untuk urusan vendor dan KUA, masalah datang dari sisi orangtua. Orangtua saya maunya antara akad nikah dan resepsi dibedakan harinya, sedangkan saya ingin digabungkan jadi satu hari saja. Alasan orangtua saya karena kalau dijadikan satu hari capek, sedangkan menurut saya malah bagus dong capeknya jadi satu, memikirkan cuti kami berdua yang juga hanya satu minggu. Karena adu argumen yang terlalu alot, jelas sebagai anak akhirnya kami mengalah.

Acara dibedakan menjadi 2 hari yang otomatis menyebabkan biaya bertambah. Masalah dana ini juga yang sampai sekarang membuat kepala saya pusing. Sedih aku tuh. Karena apa? Karena yang sebelumnya yang tidak ada menjadi ada, misal acara resepsi kan di gedung, maksud saya ya sudah pestanya di gedung saja, acara hiburannya include di gedung. Tetapi balik lagi orangtua yang tipikal tidak enakan kepada masyarakat, jadi acara akad nikah di rumah juga perlu ada tenda, hiburan musiknya, konsumsinya (padahal sudah catering tetapi tetap mau ada masak-masak sendiri mengingat kadang acara hari Jum’at tetapi orang satu kampung sudah kumpul dari hari Rabu, istilahnya rewangan), dan lain-lain.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Akhirnya menjadi tema perdebatan lagi, kenapa dari awal tidak bilang acaranya di rumah saja, tidak perlu di gedung. Dan tentu sebagai anak tetap kita yang salah, karena apa? Karena di gedung itu saya sendiri yang memutuskan. Padahal seingat saya, saya pilih gedung karena orangtua saya suka menceritakan anak teman-temannya yang nikah di gedung dan saya juga tanyai pendapat mereka, dan mereka setuju.

Seiring berjalannya waktu, alhamdulillah puji syukur sekarang orangtua saya sudah cukup mengerti mengenai dana yang ada. Saya tegaskan bisa seperti keinginan kalian tapi range budgetnya hanya sekian, lebih dari itu saya tidak bisa mendanai dan silakan cari sendiri dananya. Yeay, ketemu titik tengah!

Masalah juga datang dari sisi calon mertua saya. Dengan orangtua saya yang sudah mengenal 25 tahun saja ada perdebatan, apalagi dengan calon mertua yang baru mengenal 3 tahun. Duh rasanya untuk bagian ini saya terkadang suka menangis sendiri hahaha.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Karena saya tidak bisa tegas banget seperti di Palembang, saya ngomong dengan lantang dan ngegas khas orang Palembang saja dikira marah sama calon mertua saya, apalagi kalo beneran saya bersikap tegas, mungkin dikira akan mengajak perang. Berawal dari tidak adanya acara unduh mantuh, hanya tasyakuran saja di Malang, namun berubah tiba-tiba menjadi ada acara unduh mantu, dan diselenggarakan di hotel. ENG ING ENG! Vendor catering pun ambil yang harganya paling mantap jiwa, yang di Palembang saya cari harga paling mahal 30 ribu dan ueenak pol, di Malang harga cateringnya per porsi start from 60 ribu, lumayan bikin hati teriris awalnya untung ueenak pol juga.

Lalu masalah souvenir, ini yang kadang bikin geleng-geleng kepala kalau diingat-ingat. Awal mula souvenir di Malang sungguh luar biasa bagus dan mahal tetapi karena balik lagi masalah dana, souvenir tersebut rencananya akan diganti dengan harga yang lebih masuk akal di kantong. Namun saat pemilihan souvenir itu sendiri, ibu calon mertua saya ini wajahnya seperti kurang excited, jadi kami tanyakan kalau ibu sebenarnya mau pilih yang mana.

Akhirnya dipilihlah yang A di mana harganya tidak sesuai dengan batasan yang telah disepakati. Demi melihat wajahnya tersenyum, it’s okelah kalo begitu. So, kami ikuti pilihan yang diinginkan ibu. Dan saat di mobil menuju perjalanan pulang, tiba-tiba si ibu bilang begini, “Duh aduh padahal batasan harganya cuma sekian tapi karena pilihan kalian berdua ini membludak semua anggaran biayanya hahahaha,” yang otomatis membuat saya dan calon suami menoleh berbarengan, nggak salah dengar nih? Ya kita cuma bisa tersenyum simpul.

Hal yang masih saya pelajari untuk menghadapi calon mertua saya ini adalah seringnya rencana yang sudah ditetapkan berubah lagi dan berubah lagi, karena temannya bilang A atau karena kondisinya lainnya. Makanan yang sudah ditetapkan saat selesai test food, satu bulan kemudian akan dipertanyakan dan diperdebatkan lagi.

Inginnya merampingkan dana tapi pada kenyataannya tidak ada sama sekali dana yang dirampingkan, yang ada malah bertambah. Dari awalnya yang tidak ada seragam akad nikah, hanya dikasih kain saja untuk seragam, untuk baju silahkan cari yang warna putih, lalu 3 bulan kemudian menjadi ada seragam, sedangkan keluarga saya tetap konsisten tidak berseragam hanya mengikuti tema warna yang ada.

Saking gemesnya saya pernah utarakan ke calon suami bagaimana setelah diputuskan mengenai suatu hal, kita buat notulennya atau rekaman saat terjadi diskusi. Mungkin saja satu bulan atau beberapa bulan lagi lupa, tinggal direwind untuk mengingatkan.

Sungguh bridezilla ini saat mengganggu sekali. Untung calon suami dan teman kamar di mess masih mau menjadi 'tempat sampah' ketika saya butuh tempat untuk didengarkan. Kalau tidak, mungkin saya sudah melambaikan bendera putih beneran.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Memang PR sekali bagi saya untuk mengolah emosi ini apalagi jika berhubungan dengan keuangan. Calon suami, teman kamar di mess, dan ibu saya merupakan pahlawan bagi saya saat ini karena mereka benar-benar memahami dan membantu saya dalam proses pengolahan emosi.

Persiapan pernikahan benar-benar momen perkembangan emosi bagi saya dan pasangan sebelum memasuki bahtera rumah tangga, bagaimana kami harus kompak satu sama lain dalam menangkis semua masalah yang datang, dan bagaimana kami harus berkomunikasi dengan baik agar hubungan kami tetap kuat.

Satu-satunya yang membuat semangat selain hubungan yang sah dan saya beryukur bahwa dia adalah jodoh saya, adalah rencana honeymoon yang tetap harus limit budget, karena ya masih ada acara unduh mantu dan kami berdua mau hidup juga setelahnya. Kami butuh refreshing! Doakan kami tetap on the track dan semua lancar sampai hari H ya teman-teman, semangat!

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading