Sukses

Lifestyle

Penjelasan dari Psikolog soal Tren Adopsi Boneka Arwah di Kalangan Artis Indonesia

Fimela.com, Jakarta Boneka arwah atau spirit doll belakangan menjadi tren di kalangan artis Indonesia, termasuk desainer Ivan Gunawan yang mengadopsi dan merawat boneka arwah yang secara visual menyerupai bayi.

Bahkan boneka arwah tersebut dirawat layaknya anak sendiri. Kedua boneka arwah milik Ivan bernama Miracle Putra Gunawan dan Marvelous Putra Gunawan.

Tak hanya Ivan Gunawan, sederet selebriti ternama lainnya seperti Ruben Onsu, Lucinta Luna, hingga Celine Evangelista juga memiliki boneka arwah. Momen kebersamaan para seleb bersama boneka arwah milik mereka pun diabadikan di media sosial dan sejumlah acara. Lalu bagaimana pandangan dari sisi psikologis?

Pandangan Psikolog Tentang Tren Adopsi Boneka Arwah

Psikolog sekaligus Penulis Buku, dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Efnie Indrianie mengatakan tidak ada yang salah dengan mengadopsi atau merawat boneka arwah. Sebab, secara fungsi biologis otak manusia memang memiliki naluri untuk merawat dan mengasihi sesuatu, termasuk benda-benda seperti boneka arwah.

“Secara fungsi biologis, area yang mengendalikan emosi dan perasaan merupakan bagian yang cukup luas di fungsi kerja otak manusia. Itu pula yang menjadi dasar pada manusia, mereka memang memiliki naluri untuk mengasihi, menyayangi, dan terikat secara emosional antara satu dengan yang lain,” ujar Efnie saat dihubungi langsung oleh FIMELA, Rabu (5/1/2022).

Disamping itu, kata Efnie,  otak manusia juga menyukai sesuatu hal yang baru. Karena hal yang baru itu memiliki suatu ketergugahan sendiri pada fungsi otak.

“Misalnya ada tren baru, otak itu semangat untuk memulai sesuatu yang baru. Jadi (tren spirit doll) merupakan kombinasi dari kedua hal ini, yaitu senang merawat dan memulai hal baru,” ujarnya.

Selain itu ketika seseorang mengadopsi boneka arwah, area emosi dan perasaan pada otak terstimulasi.  Hal ini yang membuat seseorang membentuk emotional attachment dengan boneka arwah tersebut dan merawatnya.

 

Soal Komitmen Jangka Panjang

Lebih lanjut, Efnie menjelaskan alasan seseorang memilih merawat boneka arwah dibandingkan anak adalah dikarenakan soal komitmen. Berbeda dengan merawat anak, boneka arwah tidak memiliki komitmen jangka panjang.

“Komitmen jangka panjang seringkali diterjemahkan otak sebagai sesuatu yang berat. Dalam otak, ini diterjemahkan juga sebagai ancaman. Seperti yang diketahui, orangtua kerapkali mengeluhkan saat parenting biasanya berat dan melelahkan, nah ini yang diterjemahkan otak,”

“Sementara boneka arwah, visualnya mirip manusia, dianggap ada soul (arwah) di dalamnya, tetapi dia dalam tanda kutip tidak demanding. Meski bagi beberapa orang-orang yang memiliki kekuatan spiritualitas tertentu menganggap bahwa boneka ini tetap memiliki keinginan, namun tetap saja demandingnya tidak dinamis seperti anak. Jadi ini berkaitan dengan pengasuhan yang lebih ringan,” lanjutnya.

Tak hanya itu, menurut Efnie hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas tak pernah lepas dari sistem berpikir manusia. Bahkan menurut studi, hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas sudah tertanam di DNA manusia.

“Jadi kalau ada yang mengatakan boneka ini di dalamnya memiliki soul atau arwah tertentu, ini secara tidak langsung mengunggah alam bawah sadar manusia. Sehingga  dorongan untuk emotional attachment dan alam bawa sadar itu terintegrasi jadi satu. Ditambah, fenomena ini di populerkan oleh orang-orang yang memiliki influence (pengaruh) cukup besar di publik, jadi konformitasnya tinggi,” terang Efnie.

 

Kapan Merawat Boneka Arwah Menjadi Hal Tak Wajar?

Alih-alih dikaitkan dengan gangguan jiwa, merawat boneka arwah justru memiliki sisi positif dalam psikologis. Salah satunya meningkatkan hormon oksitosin atau hormon kasih sayang.

“Hormon ini bermanfaat untuk membangkitkan kepercayaan diri, menurun kecemasan, anti aging. Jadi selagi dia masih bisa mengaktivasi kasih sayang tanpa menurunkan produktivitas dan mengganggu hubungan sosial itu baik-baik saja, tidak bisa dikatakan sebagai gangguan,” kata Efnie.

Efnie mengingatkan, dalam kaitan culture psychology kita harus berhati-hati dalam menentukan kriteria apakah seseorang memiliki gangguan jiwa atau tidak. Karena kriteria abnormal atau normal itu juga lekat kaitannya dengan budaya.

Namun, merawat boneka arwah bisa dikatakan tidak wajar dan bahaya ketika seseorang memutuskan interaksi dengan dunia luar, sulit membedakan realita, produktivitas terganggu. Jika seseorang memiliki tanda-tanda tersebut, maka ini perlu diwaspadai

“Menjadi tidak wajar, kalau dia memutuskan interaksi dengan dunia luar, produktivitas terganggu, membatasi hubungan dengan orang lain. Ini cikal bakal munculnya halusinasi, seolah dia bisa melihat atau mendengar sesuatu padahal belum tentu benar, atau delusi seolah dia menerima sesuatu padahal sebenarnya tidak demikian. Padahal yang bersangkutan atau yang mengadopsi belum tentu memiliki kekuatan spiritual atau indigo,” 

“Jadi adopsi tidak apa-apa, ikut tren no problem, tetapi jangan sampai kamu membatasi dirimu dengan kontak dan realitas kehidupan sosial. Tetap produktif, tetap cari informasi logis di luar sana, lakukan segala sesuatu seperti biasa dan anggap spirit doll ini seperti layaknya kita punya pet. Kalau dalam penelitian pet attachment itu bisa menurunkan kadar stres. Jadi kita batasi disitu saja,” tandasnya.

 

#Women For Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading