Fimela.com, Jakarta Di tengah gencarnya kampanye self love di era digital seperti saat ini, muncul satu pertanyaan penting yang sering terabaikan, tentang 'apakah kita benar-benar sedang menjalani self love atau justru terjebak dalam self obsession?' Sekilas, keduanya memang terdengar mirip, bahkan kadang sulit dibedakan. Tapi faktanya, dampak dari dua hal ini bisa sangat berbanding terbaik, baik untuk dirimu maupun orang-orang di sekitarmu.
Mencintai diri sendiri itu baik, akan tetapi jika dilakukan secara berlebihan dan tidak sesuai porsinya justru bisa membawa malapetaka. Salah-salah, kamu bisa saja terjebak dalam obsesi pada diri sendiri atau yang dikenal juga sebagai self obsession. Jika dibiarkan, kamu bisa tumbuh menjadi pribadi yang ego-sentris, sulit menerima masukan, dan merasa bahwa segala hal harus berpusat pada dirimu.
Lalu, bagaimana cara membedakan batasan sehat antara self love dan mana yang sudah berubah jadi self obsession? Yuk, simak bersama!
Advertisement
Advertisement
Self Love Mengajakmu Merawat Diri, Sedangkan Self Obsession Memaksamu Mengagumi Diri
Self love adalah bentuk perhatian terhadap kebutuhan fisik dan emosional diri sendiri. Kamu belajar untuk istirahat saat lelah, memberi afirmasi positif saat merasa tidak percaya diri, dan menerima kekurangan dengan hati yang lapang. Sementara itu, self obsession seringkali membuatmu merasa harus dikagumi terus-menerus. Fokusnya bukan lagi pada keseimbangan, tapi pada validasi dari luar yang tidak ada habisnya.
Self obsession mendorong kamu untuk terus membuktikan diri, bahkan sampai mengorbankan hubungan sosial, empati, hingga logika demi terlihat sempurna. Padahal, mencintai diri bukan tentang menjadi pusat dunia, melainkan merawat diri dengan penuh kesadaran dan kejujuran.
Self Love Menghargai Kelebihan dan Kelemahan Diri, Sedangkan Self Obsession Menolak Kelemahan
Seseorang yang memiliki self love mampu menerima fakta bahwa sebagai manusia biasa, dirinya memiliki batas kemampuan. Kamu sadar bahwa tidak semua hal bisa kamu kuasai, dan itu tidak membuatmu menjadi seseorang yang rendah atau gagal. Justru, dari penerimaan itulah muncul kekuatan untuk terus berkembang.
Sebaliknya, self obsession membuatmu menolak untuk mengakui kelemahan diri. Kritik yang ditujukan padamu akan dianggap serangan dan kegagalan akan dianggap sebagai aib alih-alih bagian dari proses untuk bertumbuh.
Advertisement
Self Love Membangun Rasa Aman, Sedangkan Self Obsession Membuatmu Takut Ditinggalkan
Ketika benar-benar mencintai diri sendiri dengan sehat, kamu akan merasa aman dan damai di dalam dirimu, meskipun sedang sendiri atau tidak mendapat perhatian dari siapa pun.Â
Sedangkan pada self obsession, kamu cenderung merasa takut kehilangan spotlight. Kamu khawatir akan ditinggalkan, tidak diperhatikan, atau tidak dianggap menarik lagi, yang akhirnya membuatmu kelelahan secara emosional.
Self Love Membuatmu Menghargai Orang Lain, Sedangkan Self Obsession Membuatmu Merendahkan Mereka
Mencintai diri sendiri tidak berarti harus merendahkan orang lain. Kamu bisa merasa bangga pada pencapaianmu tanpa merasa lebih baik dari siapa pun. Sebaliknya, self obsession membuatmu menjadi pribadi yang kerap membanding-bandingkan, merasa paling hebat, dan diam-diam senang ketika orang lain tidak lebih sukses darimu.
Advertisement
Lalu, Mana yang Lebih Sehat?
Of course, the answer is self love. Ia adalah pondasi utama bagi kesehatan mentalmu. Self love tidak menuntutmu untuk menjadi ‘si paling sempurna’, tapi menuntunmu untuk menemukan keseimbangan antara menerima diri sendiri dan memperbaikinya dengan penuh kasih.
Jadi, yuk coba evaluasi lagi, Sahabat Fimela. Apakah kamu sudah benar-benar mencintai diri sendiri dengan sehat, atau justru tanpa sadar sedang memaksakan diri untuk terlihat luar biasa di mata dunia?
Because every female is Fimela.