Nada Bicara Orangtua Bisa Pengaruhi Psikologi Anak, Ini Penjelasannya

Nada bicara bukan sekadar keras atau pelan. Ia mencakup berbagai elemen seperti intonasi, pitch, volume, kecepatan bicara, hingga penekanan kata. Misalnya, suara tinggi bisa memberi kesan antusias, suara rendah memberi kesan serius, dan intonasi menurun bisa menegaskan perintah.

Sejak bayi, anak sudah terbiasa dengan nada yang disebut motherese—gaya bicara khas orang tua yang melengkung, tinggi, dan penuh ekspresi. Nada ini bukan hanya bikin bayi nyaman, tapi juga bantu mereka memahami emosi dan membangun fondasi komunikasi sosial.

2. “Dad Voice” Itu Nyata, Tapi Jangan Sering Dipakai

Sahabat Fimela pernah dengar istilah “dad voice”? yang merupakan suara berat dan tegas khas ayah yang langsung bikin anak berhenti berulah. Suara ini biasanya rendah dan dominan, dan secara biologis lebih dihormati karena diasosiasikan dengan kekuatan dan perlindungan.

Tapi hati-hati, meskipun ampuh, terlalu sering memakai dad voice bisa membuat anak merasa takut, bukan paham. Dalam jangka panjang, anak bisa merasa cemas atau kehilangan rasa aman saat suara berat dan keras menjadi norma di rumah.

Kadang, setelah berulang kali memberi tahu anak dan tak digubris, kita jadi frustrasi dan berakhir dengan teriakan. Tapi faktanya, menurut Childish Advice, teriakan bukan cara komunikasi yang efektif. Anak mungkin memang menuruti, tapi bukan karena mengerti atau sadar, melainkan karena takut.

Jika hal ini menjadi kebiasaan, efeknya bisa serius lho:

• Anak menjadi agresif atau mudah tersinggung
• Anak mulai “mati rasa” terhadap perintah
• Harga diri anak menurun
• Orang tua merasa bersalah dan hubungan jadi renggang

Penelitian bahkan menyebut bahwa disiplin verbal yang kasar punya dampak psikologis yang mirip dengan hukuman fisik. Otak anak lebih cepat menyerap pengalaman negatif ketimbang yang positif, jadi nada tinggi bisa jadi memori buruk yang menempel lama.

4. Gunakan Nada yang Tenang Tapi Tegas

Tenang, Sahabat Fimela. Kita semua pernah lelah dan kehabisan kesabaran. Tapi bukan berarti kita nggak bisa belajar. Nada bicara yang tenang tapi tegas, lembut namun penuh wibawa, bisa memberi efek positif yang jauh lebih tahan lama. Anak akan merasa dihargai, lebih kooperatif, dan lebih percaya diri.

Beberapa tips yang bisa dicoba:

• Ambil jeda jika mulai emosi—minum air, tarik napas, atau berpindah ruangan
• Sadari volume dan intonasi saat bicara dengan anak
• Coba berbagai nada: ceria, penasaran, afirmatif, bahkan gaya “penyiar radio malam” yang lambat dan menenangkan
• Hindari nada sarkastik atau sinis yang bisa membingungkan anak

Ingat, setiap anak merespons nada suara dengan cara berbeda. Apa yang berhasil ke anak pertama belum tentu cocok untuk si adik. Sahabat Fimela bisa bereksperimen dengan berbagai gaya bicara, dari nada hangat dan ceria sampai nada tegas namun tetap penuh kasih.

Nada Suara Bukan Sekadar Alat Bicara

Sahabat Fimela, nada suara kita bukan sekadar alat bicara—tapi jembatan emosi antara kita dan anak. Gunakan dengan bijak, dan kita akan lebih mudah membangun komunikasi yang sehat dan hubungan yang hangat di rumah.

Penulis: Siti Nur Arisha