Fimela.com, Jakarta Apa arti cinta pertama untukmu? Apa pengalaman cinta pertama yang tak terlupakan dalam hidupmu? Masing-masing dari kita punya sudut pandang dan cerita tersendiri terkait cinta pertama, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My First Love: Berbagi Kisah Manis tentang Cinta Pertama berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Mirannari
Hari itu bus yang kutumpangi penuh sesak dengan orang-orang yang hendak pulang kampung. Sepanjang perjalanan yang kudengar hanya keluh kesah dan sumpah serapah karena jalanan yang macet parah.
Aku sendiri hanya bisa diam sambil sesekali mengayunkan kipas agar mendapat udara. Satu hal yang membuatku kesal adalah para penumpang laki-laki di belakang tempat dudukku. Mereka sangat berisik dan mulai merokok. Asapnya bergerak memenuhi udara.
Seandainya saja bisa pergi sendiri, aku tidak akan memaksa pulang di tengah puncak arus mudik begini. Namun sayang kali ini aku harus mengawal sepupuku yang hendak dikawinkan oleh orang tuanya.
Advertisement
Berkenalan dengan Seseorang
Di tengah rasa kesal yang ingin kumuntahkan, aku melirik ke arah sepupuku. Dia akan menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya, padahal dia masih ingin sendiri dan mewujudkan cita-citanya. Dia yang baru berusia 17 tahun sudah dianggap perawan tua oleh orang-orang di kampung. Sekian tahun berlalu dari kisah Siti Nurbaya nyatanya hari ini masih ada perjodohan paksa. Lalu aku sendiri dibilang apa karena masih melajang di usia menjelang 25 ?
Asap kembali mengepul. Ujian puasa kali ini terasa berat. Rasa kesal yang memuncak membuatku bergerak, tiba-tiba aku sudah berdiri menghadapkan wajah ke belakang dan dengan hati-hati meminta para lelaki itu untuk berhenti merokok. Asap masih mengepul.
Bus yang berjalan pelan kini bahkan diam tak bergerak sama sekali saat memasuki Kota Purwakarta. Arus kendaraan yang datang bersamaan dari arah barat membuat jalanan begitu sesak. Berada lama dalam bus yang diam membuat para penumpang turun. Aku pun ikut turun ingin meluruskan kaki, meregangkan badan dan menghirup udara segar.
Di bawah sudah banyak sekali orang berkerumun. Aku rindu buku. Seharusnya aku membawa buku, aku bisa membacanya untuk membunuh waktu yang membosankan ini.
Seorang lelaki datang menghampiriku. Menyapa dan memulai obrolan dengan tema seputar rokok di bus tadi. Rupanya dia salah satu penumpang di jok belakang bus. Kami pun berbincang meski canggung. Semakin lama obrolan semakin melebar kemana-mana. Mesin bus mulai dinyalakan, bergerak perlahan membawa kami ke kota tujuan.
Mudik lebaran 2009. Itulah awal aku bertemu dia. Cinta pertamaku yang datang saat usiaku dewasa. Lelaki yang menjadi suamiku. Dia membawaku ke dunia asing nan mendebarkan yang belum pernah aku jelajahi sebelumnya. Aku yang pendiam dan lebih senang belajar saat sekolah tak berpikir tentang cinta.
Pernikahan yang Berakhir
Namun, ada rasa yang berbeda saat bertemu dia. Setelah perkenalan hari itu, kami semakin dekat mengenal satu sama lain. Ada rindu jika tak bertemu, ada bahagia jika sudah bertatap muka. Melangkah lebih jauh, kami saling mengikat janji untuk mengarungi samudera kehidupan dalam satu bahtera yang sama. Di hadapan kedua keluarga, kami utarakan keinginan untuk membina rumah tangga.
Menikah. Iya, aku menikah dengan dia. Lelaki pilihan sendiri dan cinta pertamaku. Setahun kemudian lahir buah cinta kami. Kebahagiaanku semakin lengkap apalagi usaha suamiku juga lancar dan menghasilkan. Aku sangat bersyukur dengan keadaan dan peran yang kujalani, sebagai istri dan ibu.
Setahun, dua tahun pernikahan semua berjalan normal tak ada masalah. Memasuki tahun ketiga, mulailah berdatangan riak-riak kecil. Dan melewati tahun kelima badai besar datang menghantam perahu kami. Karam dan tak terselamatkan.
Kukira akan hidup bahagia selamanya bersama dia. Seperti cerita dalam novel romansa. Tetapi ternyata tidak. Aku terluka. Hatiku patah. Ruang di jiwaku hanya dipenuhi duka.
Rupanya aku keliru memaknai cinta saja sebagai dasar untuk bahagia. Lalu saat cinta itu pergi, apa yang tersisa?
Hati yang patah memang sungguh menyakitkan. Tapi bahagia bisa datang dari mana saja selama kita bisa mengendalikan ruang di hati dan jiwa kita. Akan kita isi dengan apa?
#WomenforWomen