Memperbaiki Harapan, Menata Kembali Kehidupan

Endah Wijayanti diperbarui 01 Jul 2020, 19:13 WIB

Fimela.com, Jakarta Mengubah kebiasaan lama memang tidak mudah. Mengganti kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik pun kadang butuh proses yang tak sebentar. Membuat perubahan dalam keseharian dan hidup selalu memiliki perjuangannya sendiri. Melalui Lomba Change My Habit ini Sahabat Fimela berbagi kisah dan tulisannya tentang sudut pandang serta kebiasaan-kebiasaan baru yang dibangun demi hidup yang lebih baik.

***

Oleh: Dini Nuris Nuraini

Sadar atau tidak, manusia sering terlalu melekat pada seseorang atau sesuatu yang bersifat keduniawian, misalnya usahanya sendiri atau harapannya pada orang lain dan pada pekerjaan, kepandaian, kekayaan, atau apa pun selain Tuhan. Seolah mereka lalai atau lupa jika terlalu berharap dan bergantung pada makhluk akan membuatnya rentan kecewa.

Mungkin kita sudah familiar dengan orang-orang yang selalu melihat ke “luar” dan seolah hanya akan menemukan solusi di luar sana, yaitu pada segala sesuatu yang belum dimilikinya atau yang berada nun jauh di sana. Bisa jadi, hal yang demikian itu dipicu oleh perasaan enggan, gengsi, tidak keren, pikiran yang terlalu rumit, atau sekadar susah melihat tengkuknya sendiri.

Melihat ke “luar” banyak sekali macamnya, misalnya bila sedang bete ada orang yang melampiaskannya dengan makan atau berbelanja; bila stres mereka malah bepergian, bila menginginkan perasaan hebat mereka akan menaklukkan gunung tinggi, dan agar merasa atau dianggap bekerja mereka harus bekerja di kantoran dan di luar rumah. Jarang sekali ada orang yang mencari solusi dengan memanfaatkan apa yang ada dan berbahagia hanya dengan melakukan hal-hal sederhana.

Nah, kemunculan virus Corona membuat gerak-gerik kita semakin dibatasi dan memaksa kita untuk menerapkan kebiasaan baru di dalamnya. Pada saat banyak di antara kita yang di-PHK, susah keluar rumah, susah mencari sumber penghidupan di luar sana, dan susah menghibur diri di luar, kita dipaksa untuk lebih memberdayakan apa yang ada di dalam, yaitu diri kita, milik kita, di rumah kita, dan aktivitas produktif yang masih bisa kita lakukan sembari tetap menjaga kesehatan.

Saat ini pun saya berada dalam kondisi tersebut. Les privat saya dihentikan, royalti tidak jelas, buku-buku sulit sekali menembus penerbit, dan lomba menulis pun makin sulit saya menangkan. Dalam ketidakpastian hidup, saya terus berusaha untuk melepaskan atau mengurangi kelekatan saya pada hal-hal duniawi. Saya latih diri saya agar tak terlalu berharap dan bergantung pada makhluk atau segala sesuatu selain Tuhan.

 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Membuat Harapan Baru

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Selama itu saya tak serta merta menjadi kuat, saya masih sering menangis dan memang saya izinkan diri saya untuk menangis, takut, ataupun bersedih. Saya hanya membatasi durasinya agar tidak berlama-lama. Tak lupa pula saya mengikuti akun-akun yang indah dan suportif serta mencekoki diri dengan segala bacaan dan tontonan dan orang-orang yang akan meledakkan efek tersebut, sekaligus menghindari orang-orang atau akun-akun yang memicu efek sebaliknya. Selain itu, saya juga beruntung masih memiliki tempat bercerita. Sembari tetap melakukan berbagai upaya peningkatan diri dan mencoba berbagai peluang yang ada, hal-hal di atas tadi sangat membantu saya.

Kebetulan juga, saya sempat berkenalan dengan seorang pria yang lebih sukses dan lebih mudah hidupnya setelah keluar dari kantornya dan berwirausaha. Pertemuan itu seolah menjadikan bukti semakin terpampang nyata di hadapan, bahwa rezeki seseorang tidak ditentukan oleh masa Corona atau tidak, bekerja dari rumah atau di luar rumah, bekerja ikut orang atau berwiraswasta, atau semacamnya. Alhamdulillah saya sendiri pun masih mendapat rezeki walau masih dalam masa pandemi dan berada di rumah saja. Saya percaya, bila Allah menghendaki, maka Ia tinggal berkata “Kun” (jadilah), maka jadilah dia.

Hingga detik ini pun saya masih terus berproses, masih memendam harapan. Benar, harapan, yaitu suatu pijar yang membuat jiwa seseorang tetap “hidup”, menjadi layaknya sebuah nyawa sekaligus penggerak. Dengan harapan, saya mengizinkan diri saya untuk bersedih dan lelah namun tidak menyerah. Harapan pulalah yang terkadang mengingatkan saya akan kematian sebagai pembatas antara kesenangan dan kesedihan sehingga saya tidak kehilangan arah.

Ya, begitulah dunia, tempat kita akan diuji dengan beraneka rupa dan harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Oleh karena itu, kemampuan untuk bisa menggantikan kebiasaan apa pun yang menghalangi, negatif, atau tak relevan lagi mutlak diperlukan. Cari dan temukanlah caramu sendiri yang cocok dan bekerja untuk dirimu. Cari terus sampai ketemu agar menjadi indah masa depanmu.

#ChangeMaker