Berhasil Jadi Dosen dan Penyiar Radio, Aku Berterima Kasih pada Ibu

Endah Wijayanti diperbarui 04 Jan 2022, 10:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu banyak cinta dan hal istimewa dalam hubungan seorang anak dan ibu. Mungkin tak semuanya penuh suka cita, sebab ada juga yang mengandung duka lara. Masing-masing dari kita pun selalu punya cerita, seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela untuk mengikuti Lomba Ungkapkan Rasa rindu pada Ibu di Share Your Stories Bulan Desember ini.

***

Oleh: Eka Ardhinie

“Jangan khawatir ya, Mah. Kupastikan, aku baik-baik saja dengan pilihanku.”

Aku dan Mamah punya banyak kesamaan sekaligus perbedaan yang sulit untuk disatukan. Mamah keras kepala, aku pun sama. Mamah tidak mau mengalah, aku pun sama. Wajah kami pun mirip. Tapi kata Bapak yang membedakan adalah aku mandiri dan tidak sensitif.

Sejak kecil, aku didik dengan kedisiplinan, Mamah selalu mau aku jadi juara kelas, anak pintar nan membanggakan. Mamah nggak pernah suka kalau aku dikirim lomba-lomba kesenian. Mamah lebih senang aku menjadi perwakilan cerdas cermat atau lomba matapelajaran. Berkat tangan Tuhan juga aku bisa seperti yang Mamah mau. 

Saat SD di Pekan Olahraga dan Seni daerahku, aku pernah menjadi juara 1 lomba menyanyi. Setelah itu sekolahku ingin mengirimku lomba menyanyi lainnya, tentu harus izin terlebih dahulu dengan Mamahku, namun Mamah menolak dan menyampaikan bahwa aku lebih baik ikut lomba cerdas cermat saja. Oke, aku turuti apa maunya Mamah.

Mamah pernah mengancamku tidak akan mendaftarkanku les pelajaran bimbingan kelulusan SD jika aku nekat ikut perkemahan putri gabungan Pramuka tingkat kabupaten. Kukira itu hanya gertakan Mamah, ternyata beneran dong sehingga aku harus ekstra keras belajar sendiri. But I proved it, again and again, I could get through all the obstacles.

 Aku selalu suka dengan kata-kata, “There is no thing that happens by accident." Tak ada satu hal pun yang terjadi secara kebetulan. Mungkin sejak kecil aku menjadi ‘tua’ sebelum waktunya, pikiran tentang hari esok dan masa depan yang harus kupersiapkan sejak dini. Aku sudah les bahasa Inggris sejak kelas lima SD, dan di kemudian hari aku menjadi dosen Sastra Inggris hingga saat ini.

Pencarian jati diri dimulai sejak SMP, aku makin suka dengan hal-hal di luar pelajaran. Aku suka dunia MC dan penyiar radio. Hingga suatu ketika langkahku lagi-lagi dimudahkan Tuhan, aku mulai siaran radio. Penolakan? Sudah pasti! Dilarang? Sudah pasti. Melawan? Iya! Membangkang? Iya.

Aku mulai kabur-kaburan les Bahasa Inggris untuk bisa siaran radio. Mamahku nggak suka dengan apa yang kupilih, dia tetap mau aku menjadi anak pintar, juaara kelas dan penurut. Aku terus membuktikan bahwa apa yang kupilih tidak pernah mengganggu sekolah, sekolah menjadi nomor satu, tapi izinkan aku memilih apa yang aku suka, aku ingin bebas mengekspresikan ‘aku’ dalam bentuk banyak hal.

Tidak mudah bagi seorang anak mendapat kepercayaan dari orangtuanya, aku ingin mengajak begini. Dengerin ya… Aku nggak mau teman-teman mencontoh aku yang melawan dan lain-lain. Tapi tolong ikuti semangat membuktikan dan tanggung jawab terhadap apa yang kita pilih.

Dalam perjalanan membuktikan hal-hal baik kepada orang tua pasti ada kerikilnya, ada jalan berlubangnya, ada jarak yang juga tidak bisa diprediksi, tapi teruslah membuktikan dan berjuang menjadi anak baik seperti yang mereka mau, tapi sekaligus bisa mengejar apa yang kita mau juga.

Mungkin tidak semua orang bisa seberuntung aku, saat ini aku bisa menjadi seorang dosen (Ini bukti sekolahku tidak main-main) dan aku masih bisa menjadi penyiar radio, hal yang kusenangi sejak dulu. Mamah pun melihat kesungguhanku, jerih payah dan segala usaha yang kulakukan sampai bisa menjadi seperti ini.

Aku tahu menjadi seorang Mamah yang baik untuk anak-anaknya tidaklah mudah, tapi  Mamah banyak belajar dari kisahku. Di anak ketiga, Mamah seratus persen mendukung kemauan adikku, karena Mamah sudah melihat perbedaan, aku yang dulu tak didukung dan diberi ruang nyaman untuk ‘impianku’ dan adik kedua yang menurutinya.

Aku lebih mudah untuk apa pun, adaptasi, bergaul, berteman sementara adikku menjadi pribadi yang ‘kaku’. Sehingga Mamah saat ini memperlakukan adik bungsuku dengan sangat manis untuk mendorongnya maju dengan apa yang ia mau. Well, people change, I change, my Mom does too.

Kepada perempuan lilin: Mamah, dengan segala yang sama-sama kita lewati. Ucap terima kasih memang tak akan cukup, tapi mungkin doa baik dari aku yang tanpa jeda bisa selalu Tuhan dengar. ‘Perempuan lilin’ aku menyebutnya, meski sinarnya kecil, tapi mampu menerangi dan memberi hidupku yang besar. Tempatku bersandar terhadap segala keluh kesah, Mamah yang tahu kesedihan hati kita meski tak satu kata pun kita ceritakan.

Maaf untuk belum bisa memberi banyak, terima kasih untuk samudra cintamu yang luas. Kita belajar memberi dan menerima segala kekurangan, Mamah satu-satunya tempat yang menerima tanpa syarat.  Terus doakan aku ya, Ma, and once more I wanna say, “Jangan khawatir ya, Mah. Kupastikan aku baik-baik saja dengan pilihanku.”

Perempuan Lilin

Seraut wajah dalam lusinan kenangan

Memberi jejak dalam nadi,

Sehelai kebaikan yang tak pernah menjadi usang

Mengakar dan menghidupi kasihnya.

Seorang perempuan, memasuki lorong gelap

Membawa cahaya ilahiah dari sukmanya.

Sebab hati sampai pada hati

Sebab cinta sampai pada cinta

Sebab engkau yang dipilih-Nya.

Beri aku sungai, maka kuberi kau laut.

Beri aku bukit, maka kuberi kau gunung.

Ada sepi yang menyinggahi

Ada dingin yang menusuk

Tapi hangat dan terang tetap tak pernah padam darimu.

Perempuan lilin yang terus terjaga tanpa terpejam.

 

Eka Ardhinie