Museum MACAN Menghadirkan Pertunjukan Wayang Eksperimental Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang

Maritza Samira diperbarui 10 Nov 2023, 19:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Bertepatan dengan pembukaan pameran Voice Against Reason, Museum MACAN, museum seni modern dan kontemporer di Indonesia, mempersembahkan penampilan perdana Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang mulai tanggal 18-26 November 2023. Pentas ini merupakan sebuah pertunjukan wayang eksperimental yang diusung oleh Jumaadi dan The Shadow Factory.

Pertunjukan ini akan menampilkan ratusan wayang kertas dalam berbagai ukuran dan bentuk, di mana setiap wayang kertas mewujudkan sebuah potongan peristiwa. Dimainlan oleh dua orang pawang bayang-bayang di atas dua mesin overhead projector (OHP) dengan diiringi musik-musik eksperimental. Karya tersebut telah dikomisi oleh Museum MACAN.

Diadaptasi dari kisah 823 pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diasingkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Boven Digoel, Papua, tahun 1926. Menceritakan perjuangan untuk mempertahankan semangat hidup melalui musik dan seni, dengan menggunakan peralatan sederhana seperti paku, bilah cangkul, kaleng kosong, rantang, dan peralatan makan yang menciptakan seperangkat gamelan.

Pada 1942, setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda, para pejuang ini dilarikan ke Australia dan memboyong gamelan ini ke sana. Setelah kemerdekaan sebagian dari para pejuang kembali ke Indonesia. Sayangnya, sebagian besar nasib para pejuang setelah itu tidak banyak diceritakan lagi.

2 dari 3 halaman

Inovasi Jumaadi dan The Shadow Factory

Jumaadi dan The Shadow Factory mengeksplorasi medium kertas, cerita, dan musik secara langsung. (Foto: Charles Wangge)

Jumaadi dan The Shadow Factory menghadirkan kembali pertunjukan wayang inovatif yang jenaka, mengusik, namun terasa akrab dengan kehidupan masa kini. Melalui perpaduan seni visual, musik, dan puisi mengajak para pengunjung merasakan keindahan yang syahdu setelah melihat bagaimana seni mendorong untuk bertahan hidup.

Jumaadi sendiri merupakan seorang perupa multidisipliner yang lahir di Sidoarjo, Jawa Timur, dan pindah ke Sydney, Australia tahun 1997 untuk belajar di National Art School. Jumaadi sekaligus merupakan salah satu dari pendiri The Shadow Factory, sebuah kolektif perupa dan musik bersama Ndimas Narko Utomo, Zalfa Robby, Purwita Chirnicalia, dan Satria Bela Insani.

“Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang dalah sebuah kisah tentang bertahan hidup. Bagaimana seni dan keindahan menjadi penting bagi umat manusia. Pengunjung akan menyaksikan kisah akan migrasi dan perpindahan. Gagasan-gagasan tentang keindahan dalam ketangguhan, menemukan keberanian, dan kebebasan berekspresi,” ujar Jumaadi.

Selama 1,5 tahun, Jumaadi bersama The Shadow Factory mengembangkan proyek ini dengan menata ulang wayang, mengeksplorasi medium kertas, cerita, dan musik, yang kemudian disajikan langsung dalam pertujukan skala besar pada pembukaan Voice Against Reason di Museum MACAN.

3 dari 3 halaman

Dorong Pendidikan Seni

Museum MACAN meluncurkan kampanye dengan melibatkan partisipasi langsung para pendidik. (Foto: Charles Wangge)

Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional, Museum MACAN akan meluncurkan kampanye dengan mengundang anak-anak sekolah dan guru-guru dari seluruh Jakarta untuk menghadiri pertunjukan yang disertai diskusi khusus bersama sang perupa, mulai tanggal 21-26 November. Kampanye ini sejalan dengan misi Museum MACAN untuk mendorong pendidikan seni yang inovatif dengan melibatkan partisipasi langsung para pendidik.

Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang dikomisi oleh Museum MACAN melalui dukungan dari Pemerintah Australia melalui pendanaan bidang seni dan badan penasihat dari Creative Australia. Pertunjukan ini mengandung unsur kekerasan dalam sejarah dan cocok untuk segala umur, dengan bimbingan orang tua untuk anak-anak. Pertunjukan berdurasi 45-60 menit dan tersedia dalam 2 sesi setiap harinya. Bagi pengunjung yang tertarik dapat melakukan reservasi terlebih dahulu melalui website resmi Museum MACAN.

Penulis: Maritza Samira

#BreakingBoundariesNovember