Fimela.com, Jakarta Tahukah kamu, bahwa endometriosis memengaruhi sekitar 1 dari 10 wanita di dunia, yang kemudian menjadikannya sebuah kondisi umum yang sering disalahpahami, bahkan oleh penderitanya sendiri. Kondisi ini melibatkan pertumbuhan jaringan abnormal yang mirip dengan lapisan rahim, yang dikenal sebagai endometrium, di luar rahim. Pertumbuhan ini dapat menyebabkan nyeri hebat, pembentukan jaringan parut, dan bahkan kemandulan.
Sayangnya, seorang perempuan dengan kondisi endometriosis bisa tidak terdiagnosis hingga tujuh tahun lamanya karena gejalanya yang mirip dengan kondisi umum lainnya seperti sindrom iritasi usus besar atau penyakit radang panggul. Lebih buruk lagi, banyak mitos dan miskonsepsi seputar penyakit ini membuat para perempuan enggan mencari bantuan medis, bahkan saat rasa sakit sudah mengganggu aktivitas sehari-hari.
Karena alasan inilah, penting bagi kita untuk mengenali mana yang fakta dan mana yang hanya mitos saja. Melansir dari nygendometriosis.com, di bawah ini adalah 6 mitos dan fakta tentang endometriosis yang perlu kamu pahami, agar tak lagi ragu mendengarkan tubuhmu sendiri.
Mitos 1: Gejala hanya Disebabkan oleh Periode Menstruasi yang Berat
Beberapa perempuan dengan endometriosis, sangat keliru dalam mempercayai bahwa gejala endometriosis adalah gejala menstruasi biasa yang tidak perlu dikhawatirkan, dan ketika mereka mencari pertolongan, mereka mungkin dianggap bereaksi berlebihan terhadap ketidaknyamanan menstruasi yang normal. Namun, kenyataannya adalah bahwa sesuatu yang jauh lebih signifikan terjadi di luar kram menstruasi biasa. Satu hipotesis menunjukkan bahwa nyeri muncul karena ketika jaringan seperti endometrium berada di luar rahim, jaringan tersebut tetap responsif terhadap sinyal hormonal dan melepaskan zat kimia yang memicu peradangan dan nyeri.
Sepanjang siklus menstruasi, jaringan mirip endometrium yang bergeser ini menebal dan akhirnya mengalami pendarahan. Tidak seperti jaringan endometrium di dalam rahim yang dapat dikeluarkan melalui vagina setiap bulan, darah dari jaringan yang bergeser tidak memiliki jalur keluar. Akibatnya, darah terkumpul di dekat organ dan jaringan yang terpengaruh, yang menyebabkan iritasi dan peradangan. Hasilnya adalah nyeri terus-menerus dan, dalam beberapa kasus, terbentuknya jaringan parut perekat yang dapat melilit organ, yang mengakibatkan ketidaknyamanan saat bergerak atau melakukan aktivitas seksual.
Mitos 2: Endometriosis Hanyalah Masalah Perempuan
Kepercayaan ini mengabaikan dampak endometriosis yang lebih luas di luar individu yang mengalaminya. Meskipun benar bahwa endometriosis terutama memengaruhi orang yang ditetapkan sebagai perempuan saat lahir, endometriosis dapat berdampak signifikan pada pasangan, keluarga, dan jaringan pendukung mereka.
Tantangan fisik dan emosional yang ditimbulkan oleh endometriosis dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk hubungan, kesejahteraan mental, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Pasangan dan anggota keluarga juga dapat terpengaruh karena mereka memberikan dukungan dan menyaksikan dampak kondisi tersebut pada orang yang mereka cintai.
Mitos 3: Perempuan dengan Endometriosis Tidak Dapat Hamil
Meskipun endometriosis dapat memengaruhi kesuburan, bukan berarti semua perempuan dengan kondisis endometriosis tidak dapat hamil. Penting untuk dipahami bahwa kesuburan bersifat bervariasi dan dapat berbeda di antara individu dengan endometriosis.
Banyak wanita dengan kondisi ini mampu hamil secara alami atau dengan intervensi medis. Dengan penanganan yang tepat, termasuk perawatan kesuburan dan teknologi reproduksi berbantuan, seperti fertilisasi in vitro (IVF), peluang kehamilan dapat ditingkatkan bagi individu dengan endometriosis.
Mitos 4: Endometriosis hanya Mempengaruhi Organ Reproduksi
Mitos tersebut menyatakan bahwa endometriosis terbatas pada organ reproduksi saja, menyiratkan bahwa kondisi tersebut secara eksklusif memengaruhi rahim, ovarium, tuba fallopi, dan struktur terkait. Namun, hal ini tidak sepenuhnya akurat. Meskipun endometriosis umumnya memengaruhi organ reproduksi ini, endometriosis juga dapat menyebar ke luar organ tersebut, yang berpotensi memengaruhi area tubuh lainnya.
Pada kenyataannya, endometriosis dapat ditemukan di lokasi ekstrapelvik, seperti usus, kandung kemih, dan bahkan lokasi yang jauh seperti paru-paru atau bekas luka operasi. Pertumbuhan yang menyerupai endometrium ini dapat menyebabkan gejala dan komplikasi yang spesifik pada organ yang terkena. Misalnya, endometriosis di usus dapat menyebabkan masalah gastrointestinal, termasuk nyeri perut, kembung, dan gangguan pencernaan.
Mitos 5: Endometriosis Disebabkan oleh Kebersihan Buruk atau Seks Bebas
Endometriosis tidak disebabkan oleh kekotoran, aktivitas seksual, atau pergaulan bebas, ya! Penyebab pasti endometriosis belum diketahui pasti asalnya hingga kini, tetapi diyakini melibatkan kombinasi faktor genetik, hormonal, dan sistem kekebalan tubuh.
Mitos 6: Operasi selalu Menyembuhkan Endometriosis
Mitos yang beredar adalah bahwa operasi selalu menjadi obat mujarab untuk endometriosis, yang berarti menjalani prosedur operasi akan menghilangkan kondisi dan gejalanya sepenuhnya. Namun, hal ini tidak sepenuhnya benar.
Memang betul, operasi dapat menjadi pilihan pengobatan yang efektif untuk endometriosis, terutama dalam kasus di mana terdapat implan, perlengketan, atau kista endometrium yang terlihat dan dapat diangkat. Prosedur operasi yang umum digunakan untuk endometriosis disebut laparoskopi, di mana tabung tipis dengan kamera dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk memvisualisasikan dan menangani area yang terkena.
Meskipun operasi dapat meredakan dan memperbaiki gejala bagi banyak orang, operasi tidak menjamin kesembuhan permanen. Endometriosis adalah kondisi kronis yang melibatkan keberadaan jaringan mirip endometrium di luar rahim, dan mungkin sulit untuk menghilangkan semua area yang terkena selama operasi. Selain itu, ada kemungkinan penyakit kambuh atau pertumbuhan endometrium baru berkembang seiring waktu.