Anak Sulung Lebih Rentan Jadi People Pleaser? Ini Penjelasannya

Siti Nur ArishaDiterbitkan 27 September 2025, 19:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Anak sulung sering kali dibesarkan dengan tanggung jawab besar sejak kecil. Mereka terbiasa menjadi contoh bagi adik-adiknya, membantu orang tua, dan memastikan semua berjalan dengan baik di rumah. Kebiasaan ini membuat mereka terlihat kuat, tetapi juga menumbuhkan dorongan untuk selalu membuat orang lain senang.

Tuntutan untuk berperilaku baik dan memenuhi ekspektasi keluarga membuat anak sulung cenderung mengutamakan kebutuhan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Mereka sulit menolak permintaan, takut mengecewakan, dan berusaha menjaga hubungan agar tetap harmonis. Dari sinilah sifat people pleaser mulai terbentuk.

Dilansir dari Verywell Mind, beban peran sejak dini dapat membuat anak sulung merasa nilai dirinya bergantung pada seberapa banyak orang yang bisa mereka buat bahagia. Memahami pola ini penting agar anak sulung bisa belajar menetapkan batas sehat, mengenali kebutuhan pribadi, dan tetap menjaga keseimbangan antara membantu orang lain dan merawat diri sendiri.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Alasan Anak Sulung Rentan Jadi People Pleaser

Anak sulung belajar bahwa untuk mendapat pujian dan pengakuan, mereka harus selalu tampil baik dan membuat orang lain senang. (foto/dok: freepik)

1. Terbiasa Memenuhi Ekspektasi

Sejak kecil, anak sulung sering mendengar kalimat seperti, “Kamu kan kakak, harus jadi contoh” atau “Orang tua percaya sama kamu.” Tekanan ini membuat mereka terbiasa menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri. Mereka belajar bahwa untuk mendapat pujian dan pengakuan, mereka harus selalu tampil baik dan membuat orang lain senang. Lama-kelamaan, ini menjadi pola yang sulit dihilangkan.

2. Dorongan Menjadi Contoh

Peran sebagai anak pertama biasanya membuat mereka menjadi panutan bagi adik-adiknya. Mereka dituntut untuk bersikap bijak, mengalah, dan menjaga keharmonisan keluarga. Kebiasaan ini menanamkan pola pikir bahwa kebahagiaan orang lain harus diutamakan, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebutuhan pribadi.

3. Sulit Menolak Permintaan

Karena terbiasa membantu, anak sulung sering merasa bersalah jika menolak permintaan. Mereka cenderung menerima banyak tanggung jawab, meskipun sedang lelah atau sibuk. Rasa “tidak enak” inilah yang membuat mereka mudah kewalahan, tetapi tetap berusaha memenuhi harapan semua orang.

4. Takut Mengecewakan

Anak sulung biasanya memiliki rasa takut yang besar terhadap kekecewaan orang lain. Mereka akan berusaha menghindari konflik, menjaga sikap, dan memastikan orang di sekitarnya merasa puas. Sayangnya, hal ini membuat mereka kerap menekan perasaan sendiri demi menjaga hubungan tetap baik.

5. Identitas yang Terikat pada Peran Keluarga

Bagi sebagian anak sulung, peran yang mereka jalani di keluarga begitu melekat hingga menjadi bagian besar dari identitas diri. Mereka merasa dihargai ketika membantu, menengahi masalah, atau menjadi penyokong bagi orang lain. Tanpa disadari, hal ini membuat mereka bergantung pada persetujuan orang lain untuk merasa berharga.

3 dari 3 halaman

Cara Anak Sulung Mengurangi Sifat People Pleaser

Menjadi anak sulung bukan berarti harus selalu memikul semua beban. Ada beberapa langkah yang bisa membantu mengurangi kebiasaan berusaha menyenangkan semua orang. (foto/dok: freepik)

Menjadi anak sulung bukan berarti harus selalu memikul semua beban. Ada beberapa langkah yang bisa membantu mengurangi kebiasaan berusaha menyenangkan semua orang, seperti:

Belajar Mengatakan “Tidak”

Mulailah dari hal kecil. Menolak bukan berarti egois, tapi bentuk menjaga energi dan prioritas diri.

Tetapkan Batas Sehat

Kenali kapan kamu merasa lelah atau kewalahan. Jangan ragu memberi jarak jika itu membantu menjaga kesehatan mental.

Utamakan Kebutuhan Pribadi

Luangkan waktu untuk aktivitas yang membuat kamu bahagia, tanpa merasa bersalah.

Lepaskan Rasa Bersalah

Ingat, kamu tidak bertanggung jawab atas kebahagiaan semua orang.

Hargai Diri di Luar Peran Keluarga

Temukan identitas dan pencapaian di luar peran sebagai kakak atau penengah.

Penulis: Siti Nur Arisha