Apa Itu Lucky Girl Syndrome? Begini Penjelasan dan Tips Praktisnya

Vallerie Angelique EffendiDiterbitkan 01 September 2025, 19:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Beberapa waktu lalu, media sosial sempat diramaikan dengan istilah Lucky Girl Syndrome. Banyak perempuan muda yang mulai mengucapkan afirmasi positif kepada diri sendiri, seperti “aku selalu beruntung,” atau “semua rencana akan berjalan mulus,” dan kalimat positif lainnya. Poin utama dari istilah lucky girl syndrome adalah alam semesta akan mengabulkan apa yang kita inginkan apabila kita terus mengulang afirmasi positif. 

Afirmasi positif ini dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pekerjaan, hubungan asmara, keluarga, pendidikan, atau tujuan hidup lainnya. Konsep ini mirip dengan manifestasi, yaitu membayangkan dan meyakini sesuatu sampai itu benar-benar terwujud. 

Namun, apakah benar lucky girl syndrome ini murni bekerja? Atau ini hanya pikiran optimis yang berujung toxic positivity? Yuk kita pelajari lebih lanjut dari fenomena ini!

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Manfaat Lucky Girl Syndrome

Ilustrasi self-talk afirmasi positif./copyright pexels.com/Mikhail Nilov

Melatih afirmasi positif dapat membantu kita mengubah “kacamata” dalam hidup. Apabila kacamatanya positif, tindakan yang kita ambil juga lebih produktif. Keyakinan bahwa hal baik akan selalu datang bisa membuat seseorang lebih berani mengambil kesempatan. Rasa percaya diri inilah yang dapat menjadi faktor penentu dalam kesuksesan. 

Pikiran positif bukan hanya membuat hati lebih tenang, tetapi bisa mendorong kita untuk bertindak lebih aktif karena kita percaya bahwa usaha kita akan berbuah hasil. 

3 dari 5 halaman

Sisi Negatif yang perlu Diwaspadai

Ilustrasi perempuan dengan wajah murung./copyright pexels.com/Engin Akyurt

Lucky Girl Syndrome seringkali menutup mata terhadap kenyataan bahwa hidup tidak selalu adil. Tidak semua orang punya akses dan kesempatan yang sama sehingga tidak mungkin keberuntungan murni ditentukan hanya oleh afirmasi. Kalau dipaksa selalu positif, seseorang bisa jadi mengabaikan emosi negatif yang sebenarnya sehat untuk dirasakan. Padahal, marah, sedih, atau kecewa adalah bagian alami dari kehidupan.

Saat afirmasi tidak membuahkan hasil, orang bisa merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri. Padahal ada banyak faktor eksternal yang turut memengaruhi peristiwa tersebut.

4 dari 5 halaman

Alternatif dari Lucky Girl Syndrome

Ilustrasi perempuan sedang membaca buku./copyright pexels.com/George Dolgikh

Daripada hanya mengandalkan afirmasi bahwa hidup pasti selalu berpihak pada kita, ada pendekatan yang bisa jadi alternatif lebih realistis, yaitu WOOP Strategy. WOOP sendiri merupakan singkatan dari Wish, Outcome, Obstacle, Plan, yang dikembangkan oleh psikolog Gabriele Oettingen setelah meneliti dampak positive thinking selama lebih dari 20 tahun.

Berbeda dengan Lucky Girl Syndrome yang fokus pada afirmasi positif semata, WOOP menggabungkan optimisme dengan perencanaan strategis. Metode ini mengajak kita untuk tetap berani bermimpi besar (wish), lalu membayangkan dengan jelas hasil terbaik yang ingin dicapai (outcome). Namun, langkah penting dari WOOP adalah mengenali hambatan nyata (obstacle) yang mungkin menghadang, entah itu keterbatasan waktu, rasa malas, atau kondisi ekonomi. Setelah itu, kita diarahkan untuk membuat strategi yang konkret (plan) guna mengatasi hambatan tersebut.

Hasilnya, WOOP membantu kita menyeimbangkan antara optimisme dan realisme. Kita tetap termotivasi untuk mengejar mimpi, tetapi tidak terjebak dalam euforia semu yang rentan berujung kecewa. Inilah yang membuat WOOP dianggap lebih praktis, aplikatif, dan memiliki dasar penelitian ilmiah dibandingkan sekadar afirmasi positif ala Lucky Girl Syndrome.

5 dari 5 halaman

Jadi, Apakah Lucky Girl Syndrome Bekerja?

Ilustrasi perempuan melakukan meditasi./copyright pexels.com/cottonbro studio

Bagi sebagian orang, Lucky Girl Syndrome bisa meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi. Namun, praktik ini juga punya sisi gelap jika dipahami secara salah, misalnya mengabaikan realita atau menekan emosi negatif.

Kalau kamu mau mencoba, tidak ada salahnya. Tapi, sebaiknya dikombinasikan dengan strategi yang lebih realistis seperti WOOP agar afirmasi positif kamu bisa diikuti dengan langkah konkret. Dengan begitu, hidupmu jadi lebih seimbang, yaitu tetap optimis dan siap menghadapi kenyataan.