Bagaimana Tekanan Teman Sebaya atau Peer Pressure Berpengaruh pada Anak di Sekolah?

Adinda Tri WardhaniDiterbitkan 10 Desember 2025, 15:24 WIB

ringkasan

  • Tekanan teman sebaya memiliki dua sisi, yaitu positif yang memotivasi akademik dan sosial, serta negatif yang mendorong perilaku berisiko dan masalah mental.
  • Anak-anak dengan konsep diri rendah dan remaja dengan otak yang belum matang lebih rentan terhadap pengaruh tekanan teman sebaya, terutama di lingkungan sekolah dan media sosial.
  • Orang tua dan pendidik dapat membimbing anak menghadapi tekanan teman sebaya melalui komunikasi terbuka, membangun harga diri, dan mengajarkan keterampilan menolak.

Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa anak-anak terkadang bertindak di luar kebiasaan mereka? Jawabannya mungkin ada pada fenomena tekanan teman sebaya atau peer pressure. Tekanan teman sebaya adalah sebuah kekuatan sosial yang mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok agar diterima.

Pengaruh ini tidak hanya terbatas pada lingkungan bermain, tetapi juga merambah ke sekolah dan dunia maya. Memahami bagaimana tekanan teman sebaya bekerja menjadi krusial bagi orang tua dan pendidik. Ini membantu kita membimbing anak dalam menghadapi dinamika sosial yang kompleks.

Fenomena ini bukan sekadar tentang hal-hal negatif yang sering kita dengar, melainkan juga memiliki potensi positif. Sejak usia dini, pengaruh teman sebaya mulai terbentuk dan terus berkembang hingga masa remaja. Mari kita selami lebih dalam bagaimana tekanan teman sebaya memengaruhi perkembangan anak Anda.

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Pengaruh Tekanan Teman Sebaya: Dua Sisi Mata Uang

Meskipun sering disalahpahami, tekanan teman sebaya tidak selalu membawa dampak buruk. Faktanya, pengaruh positif dari teman sebaya dapat memotivasi anak untuk tumbuh dan membuat pilihan yang lebih baik dalam hidup. (Photo by Stephanie Hau on Unsplash)

Tekanan teman sebaya dapat didefinisikan sebagai pengaruh, baik internal maupun eksternal, yang dirasakan oleh seorang anak untuk berperilaku dengan cara tertentu. Pengaruh ini bisa bersifat positif maupun negatif, dan tidak hanya datang dari teman dekat, melainkan juga dari individu dengan usia atau status sosial serupa seperti teman sekelas atau anggota tim olahraga. Keinginan mendalam untuk diterima dan menjadi bagian dari suatu kelompok adalah pendorong utama di balik tekanan ini.

Meskipun sering disalahpahami, tekanan teman sebaya tidak selalu membawa dampak buruk. Faktanya, pengaruh positif dari teman sebaya dapat memotivasi anak untuk tumbuh dan membuat pilihan yang lebih baik dalam hidup. Contohnya, teman sebaya bisa saling mendorong untuk belajar lebih giat demi nilai yang lebih baik, mengembangkan keterampilan baru, atau merangsang minat pada kegiatan ekstrakurikuler. Dukungan emosional dari teman sebaya juga dapat meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri anak.

Namun, sisi negatif dari tekanan teman sebaya juga tidak bisa diabaikan. Tekanan ini dapat menyebabkan anak terlibat dalam perilaku berisiko atau merugikan, seperti minum alkohol, mencoba narkoba, atau aktivitas seksual tidak aman. Mayoritas remaja yang menyalahgunakan zat memulai karena tekanan teman sebaya. Selain itu, tekanan negatif bisa menimbulkan masalah harga diri, perubahan perilaku mendadak, kecemasan, depresi, hingga pengabaian akademik. Perilaku anti-sosial seperti membolos atau mencontek juga bisa dipicu oleh pengaruh ini.

3 dari 5 halaman

Tanda dan Kerentanan Anak Terhadap Tekanan Teman Sebaya

Tekanan teman sebaya dapat bermanifestasi secara halus atau terang-terangan, dan penting bagi orang tua untuk mengenali tanda-tandanya. Beberapa indikator yang mungkin menunjukkan bahwa anak sedang mengalami tekanan teman sebaya meliputi perubahan perilaku yang signifikan, seperti menghindari sekolah atau situasi sosial tertentu. Anak mungkin menjadi sangat sadar akan citra diri, mengekspresikan perasaan tidak cocok, atau mengalami suasana hati yang rendah, termasuk kecemasan dan depresi. Perubahan gaya rambut atau pakaian, kesulitan tidur, serta perilaku rahasia juga bisa menjadi petunjuk.

Ada beberapa faktor yang membuat anak lebih rentan terhadap peer pressure. Anak-anak dengan konsep diri yang rendah cenderung lebih mudah terpengaruh dan memiliki keinginan kuat untuk menyesuaikan diri dengan kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kepercayaan diri membuat mereka lebih rentan terhadap pengaruh teman sebaya. Remaja, khususnya, sangat rentan karena otak mereka masih dalam tahap pengembangan keterampilan penting seperti kontrol impuls, pembentukan identitas, dan pengambilan keputusan jangka panjang.

Bagian otak yang bertanggung jawab untuk penalaran dan pengambilan keputusan, yaitu korteks prefrontal, belum sepenuhnya matang pada remaja. Kondisi ini membuat mereka lebih sensitif terhadap tekanan teman sebaya dan cenderung mengambil risiko. Oleh karena itu, pemahaman tentang kerentanan ini menjadi kunci bagi orang tua untuk memberikan dukungan yang tepat dan membantu anak mengembangkan ketahanan diri.

4 dari 5 halaman

Tekanan Teman Sebaya di Lingkungan Sekolah dan Peran Media Sosial

Tekanan teman sebaya memiliki dampak yang signifikan pada siswa di sekolah, memengaruhi perilaku dan prestasi akademik mereka. Siswa yang berada dalam kelompok teman sebaya yang meremehkan prestasi akademik atau mempromosikan perilaku anti-akademik, seperti membolos, mungkin kesulitan untuk tetap fokus pada studi. Ini dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik. Tekanan teman sebaya juga bisa mendorong perilaku mencontek atau menyalin tugas, yang merusak proses pembelajaran sejati dan menghambat pertumbuhan akademik anak.

Selain itu, tekanan teman sebaya juga dapat memengaruhi pilihan pendidikan siswa, bahkan di sekolah yang menganggap "pintar itu keren". Di beberapa lingkungan, mungkin ada stigma sosial untuk secara terbuka menunjukkan usaha dalam belajar, membuat siswa menahan diri agar tidak terlihat seperti kutu buku. Sebaliknya, di sekolah yang "keren itu pintar", siswa mungkin merasa tertekan untuk berprestasi tinggi, namun ini juga bisa menyebabkan mereka menghindari partisipasi jika merasa tidak siap. Survei menunjukkan bahwa 71% siswa mengalami tekanan akademik dari teman sebaya, seringkali merasa tertekan untuk melanjutkan ke universitas empat tahun sebagai satu-satunya jalan menuju sukses.

Di era digital ini, media sosial memperkuat peer pressure. Remaja jauh lebih rentan karena tingkat aktivitas online mereka yang meningkat. Mereka mungkin membandingkan diri dengan gambar yang dikurasi atau diubah, merasa tidak memadai, atau menghadapi tekanan langsung untuk memposting dan berpartisipasi dalam tren. Media sosial dapat menormalkan perilaku buruk, membuat seolah-olah "semua orang melakukannya". Mayoritas remaja Amerika melaporkan merasakan tekanan negatif terkait prestasi, penampilan, dan masa depan mereka, dengan media sosial menjadi pemicu utama.

5 dari 5 halaman

Strategi Efektif Menghadapi Tekanan Teman Sebaya

Orang tua dan pendidik memegang peran penting dalam membimbing anak-anak melalui tekanan teman sebaya. Salah satu strategi kunci adalah mendorong komunikasi yang terbuka dan jujur. Pastikan anak tahu bahwa mereka dapat datang kepada Anda jika merasa tertekan untuk melakukan hal-hal yang salah atau berisiko. Membangun lingkungan yang aman untuk berbagi pengalaman adalah fondasi utama.

Membangun harga diri dan kepercayaan diri yang kuat pada anak juga sangat krusial. Anak-anak dengan harga diri yang tinggi lebih siap untuk membuat pilihan mandiri dan membela diri mereka sendiri. Rayakan pencapaian mereka, sekecil apa pun, dan puji pilihan baik yang mereka buat. Ini akan memperkuat keyakinan mereka pada diri sendiri.

Selain itu, bantu anak berlatih respons terhadap tekanan teman sebaya. Ajarkan mereka cara mengatakan "tidak" dengan tegas dan menyarankan aktivitas alternatif. Mengenali teman-teman anak dan orang tua mereka juga penting; dorong anak untuk mengundang teman-teman mereka ke rumah. Dorong partisipasi dalam kegiatan positif seperti musik, atletik, atau kelompok pemuda, di mana mereka akan dikelilingi oleh teman sebaya dengan minat yang sama. Terakhir, orang tua harus menjadi teladan dengan menunjukkan batasan yang sehat dan membuat pilihan yang sesuai dengan nilai-nilai mereka.