Mengenal Soft Ghosting: Bentuk Penolakan Halus yang Menyakitkan di Era Digital

Hilda IrachDiterbitkan 16 Desember 2025, 14:55 WIB

ringkasan

  • Soft ghosting adalah penolakan halus melalui pengurangan komunikasi bertahap, berbeda dari ghosting tradisional yang tiba-tiba, dan ditandai dengan respons minimal atau tertunda.
  • Dampak emosional soft ghosting meliputi kebingungan, frustrasi, keraguan diri, dan kecemasan karena kurangnya kejelasan serta harapan palsu yang ditimbulkan.
  • Para ahli memiliki pandangan beragam, dari menganggap soft ghosting sebagai strategi kesejahteraan hingga bentuk kekejaman emosional yang menunjukkan kurangnya empati dan kedewasaan.

Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, pernahkah Anda merasa seseorang perlahan menjauh tanpa penjelasan? Komunikasi yang tadinya intens, kini berubah menjadi respons minimal atau bahkan tertunda berhari-hari. Fenomena ini dikenal sebagai Soft Ghosting: Bentuk Penolakan Halus yang Menyakitkan, sebuah perilaku yang berbeda dari ghosting tradisional.

Soft ghosting merupakan seni melepaskan diri tanpa menghilang sepenuhnya. Ini adalah jeda yang sopan namun tiba-tiba dan membingungkan dalam percakapan. Alih-alih penghentian komunikasi secara mendadak, soft ghosting adalah proses pengurangan interaksi secara bertahap, meninggalkan penerima dalam kebingungan.

Perilaku ini menjadi semakin umum di tengah kemudahan komunikasi digital. Dampaknya seringkali lebih menyakitkan karena menciptakan zona abu-abu yang penuh ketidakpastian. Memahami soft ghosting dapat membantu kita menavigasi hubungan dan interaksi sosial dengan lebih bijak.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Ciri-ciri Soft Ghosting yang Perlu Kamu Tahu

Soft ghosting memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari penolakan langsung. Salah satu ciri paling umum adalah respons minimal. Seseorang mungkin hanya membalas pesan Anda dengan 'like' atau sebuah emoji, tanpa memberikan balasan substantif yang menunjukkan minat untuk melanjutkan percakapan.

Selain itu, respons yang diberikan seringkali tertunda dan tidak antusias. Balasan bisa datang berhari-hari kemudian, singkat, dan kurang semangat. Mereka yang melakukan soft ghosting juga cenderung tidak pernah memulai percakapan atau mengajukan pertanyaan yang berarti, menunjukkan kurangnya investasi dalam hubungan atau interaksi.

Ciri lainnya adalah kecenderungan untuk menghindari rencana. Mereka mungkin memberikan alasan yang tidak jelas atau menunjukkan kurangnya antusiasme saat diajak bertemu. Perilaku media sosial yang tidak konsisten, seperti menyukai foto setelah lama menghilang atau bahkan unfollow lalu follow kembali, juga bisa menjadi tanda soft ghosting. Terakhir, ketersediaan selektif di mana mereka hanya membalas atau mengangkat telepon saat mereka inginkan, lalu menghilang tanpa permintaan maaf, juga merupakan indikasi kuat.

3 dari 4 halaman

Dampak Emosional Soft Ghosting pada Psikismu

Meskipun disebut 'halus', soft ghosting dapat menyebabkan dampak emosional yang signifikan. Kurangnya kejelasan dan penutupan menempatkan penerima dalam 'zona abu-abu' yang membingungkan. Anda mungkin terus berharap, namun di saat yang sama merasa tidak yakin untuk melanjutkan hidup atau mencari kejelasan.

Situasi ini dapat memperpanjang perasaan ketidakpastian dan memicu siklus kecemasan yang berkelanjutan. Anda mungkin mulai mempertanyakan diri sendiri, mencari kesalahan yang mungkin Anda lakukan, dan bahkan meragukan harga diri. Ini bisa memicu gejala depresi dan kecemasan, serupa dengan dampak ghosting total.

Banyak yang berpendapat bahwa soft ghosting terasa lebih manipulatif dan membingungkan daripada ghosting total. Ini karena soft ghosting memberikan harapan palsu, membuat korban terus terpaku pada interaksi yang tidak jelas. Kurangnya kejelasan ini dapat menguras energi emosional dan membuat seseorang sulit untuk move on.

4 dari 4 halaman

Perspektif Ahli Mengenai Fenomena Soft Ghosting

Para ahli psikologi dan hubungan memiliki pandangan beragam mengenai soft ghosting. JessicaT_Psychologist melihatnya sebagai strategi menarik yang memungkinkan individu memprioritaskan kesejahteraan mereka. Menurutnya, ini mendorong pemahaman tentang kebutuhan emosional seseorang, yang dapat menghasilkan interaksi lebih sehat dan pertumbuhan pribadi.

Di sisi lain, Louise Troen dari Bumble menyarankan untuk tidak langsung mengambil kesimpulan jika mengalami soft ghosting. Ia merekomendasikan memberikan waktu kepada orang lain untuk merespons, namun juga menekankan pentingnya bersikap jelas dan lugas untuk menghindari menjadi 'serial soft ghostee'.

Namun, banyak psikolog membandingkan ghosting dan soft ghosting dengan 'kehilangan ambigu' karena tidak adanya akhir yang pasti, memperpanjang ketidakpastian. Mereka berpendapat bahwa soft ghosting dapat dianggap sebagai bentuk kekejaman emosional atau kepengecutan, menunjukkan kegagalan etika untuk memperlakukan seseorang dengan martabat. Ini juga bisa mengindikasikan kurangnya kecerdasan emosional, kedewasaan, empati, dan keberanian. Soft ghosting juga mengaktifkan ketakutan primal otak akan ambiguitas emosional, mirip dengan prinsip 'penguatan intermiten' yang mendasari kecanduan.