Fakta Unik: Benarkah Codependent Relationship Itu Cinta atau Justru Ketergantungan Emosional?

Hilda IrachDiterbitkan 16 Desember 2025, 15:06 WIB

ringkasan

  • Codependent Relationship adalah pola perilaku disfungsional di mana satu individu sangat bergantung pada orang lain, sering mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan diri untuk memenuhi kebutuhan pasangannya.
  • Karakteristik utama kodependensi meliputi harga diri rendah, fokus berlebihan pada orang lain, batasan diri yang buruk, ketakutan akan ditinggalkan, dan hilangnya identitas pribadi di luar hubungan.
  • Cinta sehat berbeda dari kodependensi karena memungkinkan kedua belah pihak mempertahankan identitas terpisah, mendorong pertumbuhan pribadi, dan memperoleh harga diri dari dalam diri, bukan dari validasi pasangan.

Fimela.com, Jakarta - Hubungan interpersonal adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Namun, tidak semua bentuk kedekatan emosional dapat dikategorikan sebagai cinta yang sehat dan saling memberdayakan. Seringkali, kita dihadapkan pada pola hubungan yang membingungkan, di mana batas antara kasih sayang dan ketergantungan menjadi kabur.

Istilah Codependent Relationship mulai banyak dibicarakan dalam konteks ini. Pola hubungan ini melibatkan satu individu yang secara berlebihan bergantung pada orang lain, bahkan sering mengorbankan kebutuhan serta kesejahteraan dirinya demi memenuhi kebutuhan pasangannya.

Lalu, bagaimana kita bisa membedakan antara cinta sejati yang mendukung pertumbuhan pribadi dengan Codependent Relationship yang justru mengikat dan menghambat? Artikel ini akan mengupas tuntas definisi, karakteristik, dan perbedaan krusial antara keduanya, agar Sahabat Fimela dapat mengenali dan membangun hubungan yang lebih sehat.

2 dari 5 halaman

Mengenal Lebih Dekat Codependent Relationship dan Karakteristiknya

Codependent Relationship adalah pola perilaku disfungsional yang ditandai oleh ketergantungan emosional ekstrem pada orang lain. Menurut Semantic Scholar, kodependensi didefinisikan sebagai pola ketergantungan yang menyakitkan pada perilaku kompulsif dan persetujuan dari orang lain, dalam upaya mencari keamanan, harga diri, dan identitas. Ini adalah kondisi psikologis dengan kegelisahan kuat serta ketergantungan emosional, sosial, dan terkadang fisik pada seseorang atau objek.

Dalam ranah psikologi, kodependensi mencoba menjelaskan hubungan yang tidak seimbang, di mana satu orang memungkinkan perilaku destruktif orang lain, seperti kecanduan, masalah kesehatan mental, ketidakdewasaan, atau kurangnya pencapaian. Melody Beattie, penulis buku Codependent No More, menjelaskan bahwa orang kodependen adalah mereka yang membiarkan perilaku orang lain memengaruhinya dan terobsesi untuk mengendalikan perilaku tersebut. Sementara itu, terapis Darlene Lancer menambahkan bahwa seorang kodependen tidak dapat berfungsi dari diri bawaannya dan justru mengatur pemikiran serta perilakunya di sekitar zat, proses, atau orang lain.

Hubungan kodependen memiliki beberapa karakteristik utama yang perlu Sahabat Fimela ketahui. Berikut adalah beberapa tanda yang sering muncul:

  • Fokus Berlebihan pada Orang Lain: Individu kodependen cenderung memusatkan perhatian pada kebutuhan pasangannya, mengabaikan kebutuhan diri sendiri.
  • Harga Diri Rendah: Mereka seringkali memiliki harga diri yang rendah dan mencari validasi atau pengakuan dari luar, terutama dari pasangannya.
  • Perilaku Merawat dan Memungkinkan: Merasa bertanggung jawab atas masalah orang lain dan seringkali membiarkan perilaku destruktif pasangannya terus berlanjut.
  • Batasan yang Buruk: Kesulitan dalam menetapkan dan mempertahankan batasan pribadi yang sehat, sehingga mudah dimanfaatkan atau disakiti.
  • Kehilangan Identitas Diri: Tidak memiliki identitas, minat, atau nilai pribadi yang jelas di luar hubungan tersebut, seolah-olah hidupnya menyatu dengan pasangan.
  • Ketakutan akan Ditinggalkan: Ketakutan mendalam akan kesendirian atau ditinggalkan sering mendorong mereka untuk tetap berada dalam hubungan yang tidak sehat.
  • Kontrol dan Manipulasi: Meskipun merasa tidak memiliki kendali atas hidupnya sendiri, individu kodependen mungkin mencoba mengendalikan perilaku orang lain, terkadang melalui manipulasi seperti menyalahkan atau memohon.
3 dari 5 halaman

Asal Mula dan Dampak Codependency

Kodependensi seringkali berakar pada pengalaman masa kecil, terutama di lingkungan keluarga yang disfungsional. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh tekanan atau disfungsional, tidak hanya yang melibatkan alkoholisme atau ketergantungan zat kimia, cenderung mengembangkan karakteristik kodependensi. Lingkungan seperti ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengelola emosi dan membangun batasan yang sehat.

Istilah kodependensi sendiri awalnya muncul di Minnesota pada akhir tahun 1970-an, berkembang dari istilah 'co-alcoholic'. Ini digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang hidupnya terpengaruh oleh keterlibatan dengan individu yang memiliki gangguan penggunaan zat. Seiring waktu, pemahaman tentang kodependensi meluas, mencakup berbagai pola hubungan disfungsional di luar konteks penyalahgunaan zat.

Dampak dari Codependent Relationship bisa sangat merugikan bagi kedua belah pihak. Individu kodependen seringkali mengalami kelelahan emosional, kecemasan, depresi, dan hilangnya jati diri. Mereka mungkin merasa terjebak dalam siklus memberi tanpa menerima, yang pada akhirnya mengikis kebahagiaan dan kesejahteraan mereka sendiri. Sementara itu, pasangan mereka mungkin tidak pernah belajar untuk bertanggung jawab atas tindakan dan emosi mereka sendiri, sehingga menghambat pertumbuhan pribadi.

4 dari 5 halaman

Cinta Sehat vs. Codependent Relationship: Apa Bedanya?

Membedakan antara cinta sehat dan Codependent Relationship sangat penting untuk membangun hubungan yang memuaskan dan memberdayakan. Perbedaan mendasar terletak pada identitas diri, tujuan hubungan, dan sumber harga diri.

  • Identitas Diri: Dalam cinta sehat, kedua belah pihak mempertahankan identitas terpisah, memiliki komunikasi terbuka, dan rasa diri yang kuat. Sebaliknya, dalam hubungan kodependen, identitas diri seringkali menyatu dengan pasangan, dan individu mungkin kesulitan mengkomunikasikan perasaan mereka sendiri.
  • Tujuan Hubungan: Cinta sehat memungkinkan setiap pasangan untuk mengeksplorasi minat dan gairah mereka sendiri, mendorong pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Kodependensi dapat membatasi otonomi, karena satu pasangan mungkin merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan yang lain atau merasa bersalah karena mengejar tujuan pribadi di luar hubungan.
  • Harga Diri dan Validasi: Dalam cinta sehat, setiap pasangan dapat memperoleh harga diri dari dalam, tanpa bergantung sepenuhnya pada pasangannya untuk validasi. Namun, dalam hubungan kodependen, harga diri seringkali terikat pada persetujuan atau keadaan emosional orang lain.

Fatemeh Farahan, seorang terapis pernikahan dan keluarga, menjelaskan bahwa cinta bukanlah tentang kontrol atau keamanan, melainkan tentang pertumbuhan, baik bersama maupun sebagai individu. Ia menambahkan, dalam hubungan yang sehat, kedua orang merasa dihargai apa adanya, bukan hanya apa yang mereka lakukan satu sama lain. Farahan juga mencatat bahwa kodependensi bisa terasa intens, seolah-olah 'Aku akan melakukan apa saja untukmu', karena berakar pada validasi melalui pemberian. Cinta sejati memberikan ruang bagi kedua orang untuk menjadi utuh dan mandiri, sementara kodependensi menciptakan kebutuhan untuk membuat orang lain bahagia agar merasa 'aman'.

5 dari 5 halaman

Membangun Batasan Sehat untuk Pemulihan

Mengenali dan mengatasi Codependent Relationship membutuhkan keberanian untuk menetapkan batasan yang sehat. Henry Cloud menyoroti bahwa ketika kita mulai menetapkan batasan dengan orang yang kita cintai, hal yang sangat sulit terjadi, yaitu mereka terluka. Namun, Brene Brown menekankan bahwa berani menetapkan batasan adalah tentang memiliki keberanian untuk mencintai diri sendiri, bahkan ketika kita berisiko mengecewakan orang lain.

Penting untuk diingat, seperti yang dikatakan Paulo Coelho, ketika Anda mengatakan Ya kepada orang lain, pastikan Anda tidak mengatakan Tidak kepada diri sendiri. Anna Taylor menambahkan, cintai diri Anda cukup untuk menetapkan batasan. Waktu dan energi Anda sangat berharga, dan Anda berhak memilih bagaimana menggunakannya. Dengan menetapkan batasan, Anda mengajari orang bagaimana memperlakukan Anda, dengan memutuskan apa yang akan dan tidak akan Anda terima.

Pemulihan dari kodependensi adalah sebuah perjalanan yang membutuhkan kesadaran diri, dukungan, dan komitmen untuk perubahan. Ini melibatkan proses belajar untuk memprioritaskan kebutuhan diri sendiri, membangun harga diri dari dalam, dan mengembangkan hubungan yang didasari oleh rasa saling menghormati dan kemandirian, bukan ketergantungan yang merugikan. Sahabat Fimela berhak memiliki hubungan yang sehat dan membahagiakan.