Rahasia Keluarga Bahagia Menguasai Disiplin Positif

Adinda Tri WardhaniDiterbitkan 18 Desember 2025, 12:33 WIB

ringkasan

  • Disiplin Positif dan Pengasuhan Lembut adalah pendekatan pengasuhan yang berfokus pada komunikasi hormat, empati, dan pemahaman untuk membentuk perilaku anak, bukan hukuman, demi menciptakan lingkungan keluarga yang suportif.
  • Disiplin Positif, yang dicetuskan Dr. Jane Nelsen, mengajarkan kebaikan dan ketegasan, membantu anak merasa memiliki, efektif jangka panjang, serta mengembangkan keterampilan sosial dan personal.
  • Pengasuhan Lembut menekankan empati, rasa hormat, pemahaman, dan batasan jelas, membangun ikatan kuat, meningkatkan kesehatan mental, serta mendorong kemandirian dan kecerdasan emosional anak.

Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, mendidik anak adalah perjalanan yang penuh tantangan sekaligus kebahagiaan. Seringkali, kita dihadapkan pada dilema antara ingin anak patuh dan bertanggung jawab, namun di sisi lain juga ingin menjaga hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang. Sayangnya, banyak orang tua yang masih terjebak pada metode disiplin yang mengandalkan hukuman, teriakan, atau ancaman, yang justru bisa merusak ikatan emosional dan tidak efektif dalam jangka panjang.

Namun, ada pendekatan yang terbukti lebih efektif dan membangun, pendekatan ini berfokus pada pembentukan perilaku anak melalui komunikasi yang penuh hormat, empati, dan pemahaman, alih-alih mengandalkan paksaan. Metode ini bertujuan menciptakan lingkungan keluarga yang suportif, membina kerja sama, harga diri, dan kecerdasan emosional pada anak-anak.

Filosofi pengasuhan ini pertama kali dicetuskan oleh Dr. Jane Nelsen, dan kemudian dikembangkan bersama Lynn Lott, terapis keluarga di AS pada tahun 1980-an, berdasarkan karya psikiater Austria Alfred Adler dan Rudolf Dreikurs. Pendekatan ini menawarkan solusi untuk mendisiplinkan anak tanpa perlu melukai perasaan mereka, melainkan dengan membimbing mereka menjadi individu yang bertanggung jawab dan mandiri.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Memahami Disiplin Positif: Fondasi Keluarga Harmonis

Disiplin positif adalah filosofi yang berupaya menciptakan lingkungan yang memelihara agar anak-anak dapat belajar dan tumbuh secara optimal. (unsplash.com/Jimmy Dean)

Disiplin positif adalah filosofi yang berupaya menciptakan lingkungan yang memelihara agar anak-anak dapat belajar dan tumbuh secara optimal. Pendekatan berbasis bukti ini berakar pada kebaikan dan empati, mendorong orang dewasa untuk memahami alasan di balik perilaku anak dan merespons dengan kesabaran, keingintahuan, serta kasih sayang. Ini bukan sekadar seperangkat aturan, melainkan cara hidup yang membangun karakter.

Dr. Jane Nelsen, pencetus istilah "disiplin positif", bersama Lynn Lott, mengembangkan pendekatan ini dari karya psikiater Alfred Adler dan Rudolf Dreikurs. Mereka meyakini bahwa disiplin harus mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan penting dengan cara yang sangat menghormati dan mendorong baik anak-anak maupun orang dewasa. Intinya adalah membimbing, bukan menghukum.

Ada lima kriteria utama untuk disiplin yang efektif yang diajarkan oleh Jane Nelsen. Pertama, kebaikan dan ketegasan secara bersamaan, yang berarti menghormati diri sendiri dan kebutuhan situasi (ketegasan) serta menghormati kebutuhan anak (kebaikan). Kedua, membantu anak merasa memiliki dan signifikan, karena anak-anak yang merasa terhubung cenderung tidak berperilaku buruk. Ketiga, efektif jangka panjang, mempertimbangkan apa yang dipikirkan, dirasakan, dipelajari, dan diputuskan anak-anak tentang diri mereka. Keempat, mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang berharga, seperti rasa hormat, kepedulian, pemecahan masalah, akuntabilitas, kontribusi, dan kerja sama. Kelima, mengundang anak untuk menemukan betapa mampunya mereka, mendorong mereka menggunakan kekuatan pribadi secara konstruktif.

Manfaat dari disiplin positif sangatlah beragam. Ini mengembangkan disiplin diri, membangun kepercayaan diri dan harga diri, meningkatkan keterampilan komunikasi, membina kecerdasan emosional, dan membangun hubungan orang tua-anak yang kuat berdasarkan rasa hormat timbal balik, menghindari kebencian atau trauma.

3 dari 4 halaman

Mengembangkan Anak Cerdas Emosi dengan Teknik Pengasuhan Lembut

Selain disiplin positif, ada juga pengasuhan lembut (gentle parenting), yang juga dikenal sebagai pengasuhan kolaboratif. Ini adalah gaya pengasuhan di mana orang tua tidak memaksa anak-anak untuk berperilaku melalui hukuman atau kontrol. Sebaliknya, pendekatan ini menggunakan koneksi, komunikasi, dan metode demokratis lainnya untuk membuat keputusan bersama sebagai keluarga. Ini berpusat pada kemitraan di mana baik orang tua maupun anak-anak memiliki suara.

Pengasuhan lembut berakar pada rasa hormat yang mendalam terhadap anak-anak dan berfokus pada membangun koneksi, memiliki empati terhadap apa yang dirasakan anak-anak, dan disiplin yang penuh perhatian. Ada empat elemen utama dalam pengasuhan lembut. Pertama, empati dan validasi, yaitu mengakui serta memvalidasi perasaan anak, bahkan yang negatif. Kedua, rasa hormat, memperlakukan anak sebagai sesama manusia dan bekerja sama dengan mereka untuk memecahkan masalah.

Ketiga, pemahaman, yaitu memahami ekspektasi perkembangan yang sesuai untuk usia anak. Keempat, batasan yang jelas, menetapkan batasan yang konsisten dan penuh kasih sayang, bukan dengan tangan yang keras. Fleksibilitas adalah komponen penting, dan sama pentingnya adalah kemampuan orang tua untuk memegang batasan yang jelas dan tegas.

Manfaat pengasuhan lembut juga sangat signifikan. Ini membina ikatan yang kuat antara orang tua dan anak-anak, meningkatkan kesehatan mental anak dan orang tua, mendorong kemandirian dan kepercayaan diri, mengurangi perilaku bullying, serta mengembangkan kecerdasan emosional dan keterampilan sosial yang kuat pada anak.

4 dari 4 halaman

Strategi Praktis: Menerapkan Positive Discipline and Gentle Techniques for a Happy Family

Untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan harmonis, Sahabat Fimela dapat mengombinasikan strategi dari kedua pendekatan ini. Dalam disiplin positif, terapkan rasa hormat timbal balik, identifikasi keyakinan di balik perilaku anak, dan libatkan mereka dalam komunikasi serta pemecahan masalah yang efektif. Daripada hukuman, gunakan konsekuensi alami dan logis, seperti jika anak memecahkan mainan, ia tidak mendapatkan mainan lain.

Fokuslah pada solusi, bukan menyalahkan. Berikan dorongan (bukan pujian) untuk membantu anak merasa "memiliki" dan menghilangkan motivasi berperilaku buruk. Luangkan waktu khusus bersama anak untuk membantu mereka merasa didorong. Adakan pertemuan keluarga untuk memecahkan masalah dengan kerja sama, dan berikan anak-anak tugas yang bermakna agar mereka merasa berkontribusi dalam keluarga.

Dari sisi pengasuhan lembut, posisikan diri sebagai guru yang membantu anak mengidentifikasi emosi dan memahami konflik, serta menjadi model perilaku kebaikan dan empati. Pahami ekspektasi perkembangan yang sesuai usia anak dan hindari hukuman atau hadiah perilaku yang melatih anak untuk penghargaan eksternal. Tetapkan batasan yang jelas dengan pilihan, misalnya "Sudah waktunya tidur, bagian mana dari rutinitas tidur yang ingin kamu lakukan sendiri dan bagian mana yang harus saya bantu?".

Praktikkan mendengarkan aktif, modelkan perilaku yang baik, dan dorong pemecahan masalah. Gunakan "time-in" alih-alih "time-out" untuk membantu anak mengatur emosi mereka dengan kehadiran Anda. Tetaplah tenang saat menghadapi perilaku negatif anak, dan paling penting, konsisten dalam menerapkan batasan serta fokus pada koneksi yang kuat dengan anak. Anda dapat menciptakan lingkungan yang memelihara dan mendukung yang mendorong kerja sama, harga diri, dan kecerdasan emosional pada anak-anak Anda.

Kedua pendekatan ini menekankan bahwa disiplin berarti mengajar, bukan menghukum. Mereka berfokus pada pembangunan hubungan yang kuat dan penuh kasih sayang dengan anak-anak berdasarkan rasa hormat dan pemahaman timbal balik. Dengan mempraktikkan pengendalian diri, kesabaran, dan empati dalam interaksi dengan anak-anak, orang tua menjadi model nilai-nilai rasa hormat dan kebaikan yang ingin mereka tanamkan. Anak-anak belajar dengan mencontoh, dan dengan memodelkan perilaku yang sesuai, orang tua mengajarkan keterampilan hidup yang berharga yang akan melayani mereka dengan baik sepanjang hidup.