Sukses

Entertainment

Bintang 3 Generasi, Bob Tutupoly Memaknai Musik Dulu dan Kini

Fimela.com, Jakarta Kecintaan terhadap dunia musik khususnya tarik suara, begitu memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan seorang penyanyi legendaris tanah air, Bob Tutupoly. Setelah berjuang selama puluhan tahun di industri yang membesarkan namanya, Bob memiliki pandangan tersendiri menyoroti musik dulu dan masa kini.

***

Pemilik nama lengkap Bobby Willem Tutupoly ini dilahirkan di Surabaya, 13 November 1939. Tenar sebagai penyanyi sekaligus pemandu acara, ia lebih dikenal dengan nama Bob Tutupoly. Kegemaran menyanyi telah ia tunjukkan ketika masih berusia belia.

Bob Tutupoly (Foto by Deki Prayoga/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com, Makeup by Makeup First Jakarta, Jas by Opi Bachtiar)

Ditilik lebih dalam, dari segi latar belakang musik yang hanya diwariskan oleh sang orangtua terbukti menurun kepada Bob. Sang ibu seorang penyanyi gereja dan sang ayah yang bermain instrumen flute mantap membentuk dan menjadi sebuah fondasi di tarik suara yang kemudian ia asah kembali.

Lahir dari orangtua yang memiliki darah seni, nyatanya tidak membuat pelantun Widuri ini menemui jalan mulus untuk menyalurkan kecintaan di ranah menyanyi. Bahkan diakui Bob, sang ayah justru menjadi sosok yang paling menentang keputusannya untuk melanjutkan karier yang tengah ia bangun.

Bob Tutupoly (Foto by Deki Prayoga/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com, Makeup by Makeup First Jakarta, Jas by Opi Bachtiar)

"Yang punya latar belakang cuma mama, mama seorang penyanyi tapi penyanyi gereja. Kalau papa saya instrumen main flute luar biasa. Tapi, basic dia itu Angkatan Laut yang keras sekali didikan Belanda. Lainnya nggak ada, dari seluruh keluarga saya, cuma saya yang nyanyi," ungkap Bob Tutupoly.

Tak hanya sebagai kegemaran, menyanyi mengandung suatu nilai lebih. Bob Tutupoly menyadari ternyata lewat menyanyi, ia dapat memberikan satu kesenangan untuk orang lain. Lika-liku perjalanan karier serta pandangannya mengenai industri musik dahulu dan masa sekarang juga Bob Tutupoly ungkapkan kepada Putu Elmira dan fotografer Deki Prayoga ketika pemotretan 18 Bintang menyambut ulang tahun Bintang.com yang pertama di SCTV Tower lantai 8, Jakarta Pusat.

Perjalanan Dunia Tarik Suara Bob Tutupoly

Bukan hal yang mudah bagi seorang Bob Tutupoly untuk meraih semua pencapaian yang berbuah manis hingga kini. Berjuang selama puluhan tahun di industri musik tanah air, ia buka-bukaan mengenai rasa disiplin yang ia pupuk selama ini.

Apa hal yang membuat tertarik dengan dunia tarik suara?

Pada waktu revolusi, kita itu berada di Yogya, orangtua papa saya, oma opa ada di Surabaya. Tidak ada hubungan sama sekali. Mereka kira kita udah mati, kita kira mereka udah nggak ada. Saya mendapat kesempatan untuk menyanyi di taman kanak-kanak, di RRI Yogya, saya menyanyi kebetulan nenek saya dengar. Begitu senangnya beliau dan itu satu tanda bahwa nyanyi ini bisa memberikan satu kesenangan bagi orang. Sehingga saya rasa, why not try. Waktu dari SMP sudah mulai ngamen sama temen-temen dalam arti untuk sekolah.

Kemudian dia berkembang tahun 57-58, saya rekaman dengan yang namanya Didi Pattirane dan sama seorang pemain musik yang hebat sekarang di Amerika tapi masih ada atau almarhum saya kurang tahu, dia yang sebetulnya membawa saya di dunia di Surabaya. Sebagai penyanyi ingin tambah lama tambah gede rupanya terjawab walaupun orangtua saya khusus ayah itu tidak suka.

Karena dia itu suatu waktu kita jalan terus naik kereta api, ada orang yang angkat-angkat barang terus dia bilang, 'Kamu mau nyanyi kan? Mau hidup dari nyanyi?' Saya bilang ya kalau bisa, 'Kamu lihat orang tadi yang angkat barang nggak?, itu dulu penyanyi favorit saya,'. Ini kita bicara mengenai tahun 1940-an. Sehingga, tentu saya tidak salahkan dia (ayah), waktu itu orang siapa sih yang bisa hidup dari musik. Tapi ya, tetep satu waktu saya itu, di ekspos di Koran Surabaya Post sebagai Harry Belafonte Indonesia. Biasanya orangtua saya itu keras sekali, saya hanya boleh nyanyi itu hanya sabtu malem sampai jam 12. Satu waktu saya pulang kok korannya dari halaman belakang kok ada kayak saya. Mati saya dan orangtua suka pukul.
Tiba-tiba, 'Bob, ini apa ini?' Itu hari sabtu kok pah, ini sudah selasa. Hari sabtu ini terlambat pah', dia tahu kalau saya nggak bener. Tapi nama Bob Tutupoly, bangga dan yaudah deh.

Sejak itu, saya tahu bahwa sebetulnya ada sedikit kebanggaan dan dia merasa bahwa ya silahkan lah coba namun tetap di erguruan tinggi diikuti terus. Tapi ya, mungkin yang di Atas sudah menghendaki lain, saya sudah hampir menjelang 60 tahun, walaupun tidak terus menerus, tapi karena bukan karena uang dan waktu itu kita sudah tahu yang terkenal aja, jadi tukang angkat barang kok. Tapi saya senang dapat memberikan berita baik kepada oma dan opa bahwa kita masih hidup sehingga oma mengatakan pada saya, kamu mungkin akan membawa berita yang selalu menyenangkan bagi orang. Tapi bapak nggak mau.

Bob Tutupoly (Foto by Deki Prayoga/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com, Makeup by Makeup First Jakarta, Jas by Opi Bachtiar)

Bagaimana menghadapi ketika terjun di ranah profesional yang alurnya tidak mudah saat dulu?

Mungkin pada waktu itu, dulu lebih mudah daripada sekarang. Karena memang dia punya saringan lebih ketat tapi kalau anda lulus, semua orang akan tahu karena yang meliput TVRI dan RRI. Mau nggak mau orang denger karena channel cuma itu.


Apa rahasia menjaga perfoma di atas panggung?

Pertama, saya harus mengenal diri saya sendiri bahwa kekuatan saya mungkin dalam lagu-lagu yang romantic, ballad namanya, balada. Saya mencoba memasukan diri sendiri dalam lagu itu, I leave it my self gitu. Jadi, kalau saya bilang cinta, saya coba kayaknya benar saya yang cinta. Karena itu bukan sesuatu yang hanya ucapan, tapi saya menjiwainya. Kemudian mengenal penonton itu penting.

Bob Tutupoly (Foto by Deki Prayoga/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com, Makeup by Makeup First Jakarta, Jas by Opi Bachtiar)

Perbedaan yang paling menonjol musik di zaman dulu dan sekarang?

Pada dasarnya, kita di Indonesia sampai sekarang itu masih merupakan kasarnya jiplak, mau nggak mau kita harus akui itu. Sekarang saya mulai lihat ada penyanyi-penyanyi yang lain saya contoh yang saya kagumi Afgan, dia itu mempunyai suatu suara yang luar biasa, juga Tulus. Mereka itu punya suara yang dewasa tapi tidak perlu mengikuti yang zaman-zaman sekarang.

Dulu kita cuman punya studio rekaman mungkin tiga, sehingga orang itu sebelumnya ada lagu lain bisa masuk, mereka bisa menikmati lagunya. Widuri itu lama sekali berdiri, walaupun dia itu 40 tahun yang lalu sudah ada beberapa studio. Tapi, sebelumnya ada lagu lain lagi ada jeda waktu. Sekarang nggak, anda keluar hari ini, besok dari satu, ini dari sini sehingga belum sampai kita bener-bener meresap, udah ganti dan bukan jelek , bagus lagi sehingga akhirnya yang tadi udah lupa.

Seberapa besar peran disiplin dalam karier bermusik?

Saya bicara mengenai UUD, disiplin bahwa si Bob datang dan setiap orang yang mengundang saya tahu bahwa saya akan ada di situ. Itu memberikan suatu kepastian. Kemudian juga disiplin untuk berani itu katakanlah improvisasi karena di kepala saya itu udah didisiplinkan bahwa dari sini ke sini saya bisa ke sini ke sini. It becomes satu kebiasaan. Habit and good habit.

Pandangan Soal Perkembangan Musik

Bob Tutupoly juga mengungkapkan pandangannya mengenai perkembangan musik saat ini. Tak lupa, ia juga berbagi pesan-pesan bagi generasi muda untuk menjalankan karier di dunia tarik suara.

Mantap memilih sebagai solois, bagaimana tanggapan mengenai solois saat ini?

Zaman sekarang, seperti mereka-mereka yang saya sebut (Afgan dan Tulus), even Tompi, mempunyai suatu suara yang khas. Glenn dengan suara yang kadang-kadang tinggi melengking dan dengan keberanian dia untuk improvisasi hal-hal seperti itu saya senang, saya kagumi. Karena mereka adalah the next generation. Cuma saya harapkan, jangan yang lain suka sama si Afgan suaranya di Afgan-in, suaranya di Glenn Fredly kan, Tompi kan. Karena kita cenderung mengikuti, kenapa? Sekarang ini sudah tidak terlalu seperti dulu, tapi tetep ada mau tidak mau seperti Umbrella dari Rihanna.

Apakah pesan-pesan untuk generasi muda di musik?

Pertama adalah satu nasihat yang saya dapat dari Bing Slamet. Dia udah lihat saya nyanyi dulu saya masih kecil, terus akhirnya dibilang 'Kamu itu berbakat, tapi kalau boleh minta nggak? Kalau anda mau nyanyi profesional, become a professional, kalau hanya berseneng-seneng ya berseneng-seneng', Kenapa om? 'Karena banyak orang yang mempunyai suara mungkin lebih bagus dari kamu dan kita ambil tempat mereka'. Sehingga saya mau bilang sama anak-anak, if you want to become a singer, bener-bener jangan cuman ya coba-coba, tengah-tengah. Kalau meledak ya jadi penyanyi, kalau nggak kerja di kantor. Nah, sehingga pada waktu kamu berada di atas situ tempat yang tadinya orang ini mau masuk kamu tutup sudah. Ini yang Bing Slamet ajarkan kepada saya, advise to me. Semua orang ingin, money is easy, kalau jadi ya.

http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/1157228/big-portrait/9f022776831e480d1d08ed6819ad9dbc-096626500_1456790431-No_7.JPG

Apakah ada masukan untuk musik sekarang?

Pada dasarnya musik itu entertainment. Yang bisa oleh produser di create sesuatu. Yang nama yang dia bisa bombardir terus, sehingga akhirnya orang sudah biasa dan menganggap itu bagus. Ini pada dasarnya adalah apa yang dia hasilkan adalah uang. Semua yang dibilang UUD, ujung-ujungnya duit itu tidak mungkin tidak harus ada. Sekarang kita secara idealistis ingin anak-anak nyanyi lagu anak-anak dan sudah diajarin kita ini berasal dari sekian banyak suku, agama lainnya itu, nggak ada. Itu yang kita inginkan idealisme kita itu, sehingga lagu daerah itu mulai dari kecil sudah bisa. Nanti lama-lama, dia bisa olah sendiri, improvisasi sendiri jadi sesuatu yang bagus. Apalagi yang saya idamkan dari dulu, ini sudah mulai kelihatan yaitu lagu-lagu kita itu bisa diiringi dengan instrumen gamelan. Mungkin saya terlalu ideal tapi inginnya begitu. Harus ada orang-orang yang punya idealisme.

Seberapa besar pengaruh media online untuk karier bermusik seseorang?

They can make a break you. You have to be active yang pertama, tapi dengan active itu ada kadang-kadang haters ya. Haters itu sehebat-hebatnya you itu dihancurin. Saya nggak terlalu mengikuti yang penyanyi yang terkenal, saya lebih yang di luar itu.

Bob Tutupoly (Foto by Deki Prayoga/Bintang.com, Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com, Makeup by Makeup First Jakarta, Jas by Opi Bachtiar)

Bagaimana musik Indonesia saat ini?

I think nanti dengan adanya MEA, we are almost the same. Musik Indonesia sekarang itu di dalam satu poin yang udah masuk ranking. They not talk anymore about Indonesia. Seperti Joey Alexander, they put us on the map. Anggun, lil things, she's not that big but in France, she's besar di Inggris dia nggak. Rata-rata sudah masuk pasaran kita. Agnes Monica menurut saya 100 persen entertainer dan musician yang give her all. Saya sampai kadang lihat dia, dia jago banget. Kalau orang-orang kita bisa mau begitu, yang mempunyai katakan suaranya tidak terlalu bagus she's ok. Tapi kalau rata-rata, above average lah. Tapi dia punya value to manage her self to fight dan ini jadikan contoh. Saya selalu bilang, saya itu bangga sama dia. Kita sekarang sudah diperhitungkan, cuman kita sebagai orang Indonesia tentunya ingin sound-nya juga kalau bisa ada Indonesia nya. Korea, itu kan cuman 100 persen niru but they do fantastic.

Jauh sebelum meraih masa kejayaan di dunia tarik suara, Bob Tutupoly menyadari bahwa lewat menyanyi ia dapat memberikan kesenangan bagi orang lain terutama ketika itu untuk sang oma. Bahkan hingga akhirnya ia dapat meyakinkan sang ayah yang menentang kegiatannya bernyanyi dengan prestasi. Begitu pula dengan pandangan kritis sang penyanyi legendaris terhadap dunia musik saat ini.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading