Sukses

Fashion

[Vemale’s Review] Novel ''Asa Ayuni'' Karya Dyah Rinni

Judul: Asa Ayuni
Penulis: Dyah Rinni
Penyunting: Jia Effendi
Cetakan pertama, Desember 2016
Penerbit: Falcon Publishing


Sinopsis:
Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.

Di salah satu bloknya, ada sebuah rumah, yang kalau kau masuk ke dalamnya akan merasakan nuansa paduan klasik dan modern. Desainnya tampak chic, dan bantal pink elektrik di atas sofa cokelat akan membuatmu betah di sana.

Seorang perempuan yang pandai membuat kue tradisional akan menjadi teman mengobrolmu. Dia punya toko kue tak jauh dari rumahnya. Dia sedang berduka, baru saja kehilangan suaminya. Ada getir terpancar dari matanya. Namun, dia amat terlihat berusaha tegar. Perempuan itu Ayuni. Perempuan manja yang sedang berpura-pura tangguh demi memupuk asanya yang baru saja hancur.


Ayuni harus berjuang dan menghadapi kenyataan dengan lebih kuat dari sebelumnya. Suaminya, Satria meninggal dunia karena serangan jantung. Duka dan kesedihan begitu dalam ia rasa. Apalagi saat harus menjelaskannya pada putranya, Aldi yang mengidap Asperger’s Syndrome. Tak mudah menjelaskan apa arti meninggal dunia, surga, dan juga tentang doa pada Aldi.

Gulaloka, toko kue yang dijalankannya terpaksa ditinggalkan untuk beberapa saat demi menstabilkan emosinya. Tapi hatinya makin hancur dan terluka saat menemukan sebuah puisi yang mengarah adanya hubungan rahasia antara Laras dan Satria. Laras dulunya teman kuliah Satria dan mengaku tak pernah menjalin hubungan. Dan Laras kini menjadi guru untuk terapi Aldi. Sebelum meninggal, Satria dan Laras tampaknya menjalin hubungan yang cukup intensif. Fakta itu baru diketahui Ayuni setelah Satria tiada. Hal ini membuat Ayuni sampai memaki-maki makam Satria.

Karena sebuah kejadian, Ayuni kemudian merasa harus menemukan manajer baru untuk toko kuenya. Lalu muncullah sosok Elang Tejawijaya yang ikut melamar untuk posisi tersebut. Dalam wawancara kerja, sosok Elang yang blak-blakan mengkritisi kue buatan Ayuni membuat Ayuni tersinggung. Meski begitu tak bisa dipungkiri kalau Elang adalah orang yang profesional dan berpengalaman. Terlebih sebelumnya ia juga bekerja sebagai manajer restoran di Sydney.

Ketika Elang akhirnya diterima sebagai manajer Gulaloka, hidup Ayuni banyak berubah. Ia disibukkan oleh banyak hal, soal renovasi juga peraturan baru yang lebih ketat untuk para pegawainya. Hanya saja ternyata Elang memiliki latar belakang keluarga yang cukup rumit. Khususnya soal hubungannya dengan sang ayah yang kini sakit parah. Ayuni sampai melakukan sesuatu yang di luar dugaan kepada ayah Elang.

Elang dan Ayuni tak ubahnya pribadi yang sama-sama menyimpan luka dan masalah pribadi. Namun, terkadang sebuah luka bisa disembuhkan dengan cara yang di luar dugaan.

“Jangan memutuskan perasaanmu sekarang. Perasaan, seperti laut, juga bisa berubah. Kadang pasang, kadang surut. Hanya saat tenang, kita bisa tahu perasaan kita yang sebenarnya.”
(hlm. 151)


Karakter Ayuni langsung mencuri perhatian saya. Dia digambarkan sebagai sosok yang manja, masih kekanakan, sampai disebut tidak bisa diandalkan. Suaminya sendiri sempat kesal karena menganggapnya tak peduli dengan Aldi yang butuh perhatian khusus. Meski begitu, Ayuni juga sosok yang tangguh. Karena sebuah salah paham, ia rela mengantarkan sendiri sebuah pesanan kue meski harus lari dengan high heels hingga jatuh di aspal, semua itu demi nama baik Gulaloka.

Seiring pengalaman demi pengalaman yang dialaminya, Ayuni menjadi sosok yang lebih dewasa. Perlahan demi perlahan ia mencoba berdamai dengan orang-orang di sekitarnya. Meski sempat kembali terpukul oleh sebuah fakta yang diungkapkan ibunya, ia berusaha menerimanya.

Di novel ini, saya jadi tahu lebih banyak soal Asperger’s Syndrome. Soal alasan kenapa Aldi bisa begitu obsesif dengan air juga masalah tactile sensitivity. Memperlakukan dan berkomunikasi dengan anak pengidap Asperger’s Syndrome ternyata juga butuh banyak kesabaran.

Diceritakan dengan begitu lincah, ada unsur kocaknya, tapi juga begitu mengaduk perasaan, Asa Ayuni sukses membuat saya terus membuka halaman demi halaman untuk tahu akhir kisahnya. Setiap konflik, baik yang dialami Ayuni maupun Aldo, saya rasa terselesaikan dengan cukup rapi.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading