Sukses

Fashion

Diary Fimela: Gerakan I AM ECCU Promosikan Kesadaran Mode yang Berkelanjutan lewat Pakaian

Fimela.com, Jakarta Istilah sustainable fashion telah menjadi topik hangat dalam dunia berpakaian yang berkembang selama dekade terakhir. Beberapa orang mungkin mengenalnya dengan sebutan pakaian berkelanjutan, ini mengacu pada tahap produksi, konsumsi, hingga pembuangan yang etis. Selaras dengan sustainable living, pakaian berkelanjutan ini mendorong praktik yang mengurangi jejak karbon pada proses pembuatannya. 

Sustainable fashion sebenarnya adalah bentuk pendekatan untuk mengurangi dampak buruk industri tekstil terhadap lingkungan. Ini meliputi siklus hidup berpakaian, dari bahan baku hingga proses pembuangan. Bisa dikatakan sustainable fashion sebagai pembuatan pakaian yang lebih ramah lingkungan, etis, dan tahan lama. Melansir dari laman Econation, beberapa aspek penting yang diperhatikan ketika pemilihan bahan baku, seperti bahan organik, serat daur ulang, berkelanjutan, dan serat alternatif yang tidak memiliki jejak karbon.

Dalam sustainable fashion, penting pula mempromosikan pemakaian yang tahan lama dan perawatan yang baik. Berbicara mengenai ketahanan, sustainable fashion identik dengan desainnya yang timeless. Hal ini berguna untuk mengurangi budaya pemakaian sekali pakai, sehingga bisa mengurangi jumlah limbah tekstil di TPA.

Pasalnya, bahan sisa-sisa tekstil tersebut membutuhkan waktu yang lama agar bisa terurai, sehingga terjadi penumpukan yang akan memicu pencemaran lingkungan. Sejalan dengan isu limbah tekstil yang berbahaya, melahirkan sebuah merek pakaian perempuan I AM ECCU dengan konsep eco-friendly. Terbentuk sebagai jawaban atas keresahan masyarakat akan penumpukan limbah tekstil akibat dari kebiasaan berpakaian yang konsumtif.

Mengikuti tren tidak selalu buruk

Clarissa Octavianti, lulusan Desain interior yang memiliki minat pada bidang fashion, juga merupakan pemilik dari merek pakaian ramah lingkungan I AM ECCU. Berangkat dari ketertarikan Clarissa untuk belajar tentang sustainability, hingga berhasil mewujudkan serta mendistribusikan wawasannya tersebut melalui pakaian. 

Awalnya, Clarissa seringkali membeli barang-barang yang sebenarnya tidak ia butuhkan. Ini hanya sebatas untuk menuruti keinginan tren berpakaian yang terus berganti. Justru, dengan cara iini yang membuatnya memahami bahwa perputaran tren itu membawa masalah yang besar. 

“Aku jadi sering cari tahu lebih dalam tentang pakaian dan industrinya. Aku jadi masalah-masalah yang terjadi khususnya di industri fashion, yang di mana ternyata limbah pakaian yang kita gunakan itu terbanyak nomor dua setelah minyak”, tutur Clarissa Octavianti, owner dari IAMECCU.

Melihat zaman-zaman sebelum banyak tren berpakaian seperti sekarang, dulu hanya mengandalkan perbedaan iklim dan kebutuhan masyarakat dalam membuat sebuah pakaian. 

“Sekarang brand-brand besar atau fast fashion bahkan membuat pakaian dengan tema khusus seperti ‘Pakaian untuk ke suatu acara konser besar’, dan memang sangat kecil kemungkinan desain pakaian tersebut dipakai di waktu lain,” lanjutnya. 

Clarissa mengerti mengapa tren kerap berganti dalam waktu yang singkat, ini karena fungsi pakaian pun turut berubah. Dirinya pun ikut tergerak untuk menjadi bagian dari solusi, bukan masalah.

Menerapkan prinsip dalam berpakaian

Dalam membangun bisnisnya, Clarissa menerapkan beberapa prinsip. Ini meliputi bahan baku yang digunakan, desain pakaian, dan kualitas tinggi. Sebagai merek pakaian dengan konsep sustainable fashion, I AM ECCU hanya menggunakan bahan yang berbahan dasar natural seperti linen dan cotton.

“Kami sangat concern tentang material yang kami gunakan. I AM ECCU hanya memakai kain-kain yang berbahan dasar natural, seperti Linen yang terbuat dari serat rami dan cotton yang terbuat dari kapas,” imbuhnya.

Kini, mereka telah bereksplor untuk menggunakan bahan lainnya seperti bamboo dan Tencel. Rasanya salah jika hanya memerhatikan material tanpa memiliki desain yang bagus. Memiliki prinsip sustainable fashion, Clarissa juga sangat memerhatikan desain dan kualitas pakaiannya. Terlihat dari koleksi I AM ECCU yang memiliki desain simple dan fungsional, sehinggga tak akan terlekang oleh waktu.  

“Kualitas juga merupakan prioritas yang selalu dijaga, karena hal tersebut merupakan dasar dari pakaian yang tahan lama,” tambah Clarissa. 

Berikan kesadaran melalui pakaian

Sudah berjalan sejak 2018, pemberian nama I AM ECCU sendiri merupakan dari kata “I AM Eco ConsCioUs”, yang memiliki arti aku sadar ramah lingkungan. Oleh alasan tersebut, dengan menggunakan pakaian dari I AM ECCU, akan turut berkontribusi dalam mendukung praktik berkelanjutan. 

Clarissa pun sempat kesulitan untuk mencari bahan baku yang sepenuhnya natural seperti linen atau katun. Hal ini menjadi rintangan yang cukup besar baginya. Selain itu, penting juga untuk memberikan edukasi atau menyadarkan masyarakat akan bahaya dari limbah tekstil. Hal ini menjadi momen Clarissa untuk menyebarkan awareness tentang Sustainable Fashion melalui pakaian. 

Melalui project #IameccUpcycleProject, membuktikan bahwa mereka memanfaatkan sisa-sisa dari produksi menjadi suatu hal yang bermanfaat. Salah satu hasil jadinya, yaitu Linen Laptop Sleeve yang menggunakan dari sisa-sisa kain linen. 

“#IameccUpcycleProject merupakan salah satu kegiatan I AM ECCU, memperlihatkan bagaimana kami mengolah limbah atau sisa-sisa kain produksi. Kebetulan saya juga suka menjahit, jadi saya kombinasikan itu. Simple-simple, tetapi berguna.” tutup Clarissa. 

Berbagai koleksi signature lainnya yang tidak kalah menarik, yaitu Menghela Top, Kato Linen Bag, dan Luna Top. dibanderol mulai dari Rp129.000 sampai Rp569.000 dan tersedia di toko offline Kalea Space dan Kineruku, Bandung dan toko online melalui website, Shopee, dan Whatsapp.

 

*Penulis: Balqis Dhia.

#Breaking Boundaries

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading