Sukses

Fashion

Populer Dikalangan Anak Muda, Berikut Poin Plus Dan Minus Jual Beli Barang Bekas

Fimela.com, Jakarta Seiring dengan perkembangan zaman, pembelian barang fesyen juga semakin meningkat. Didominasi oleh anak muda atau Gen-Z, berbagai gebrakan fesyen telah tercipta salah satunya adalah thrifting atau jual beli barang bekas. Mungkin sebelum gebrakan ini, membeli barang bekas terlebih fashion item akan dianggap sebagai suatu hal yang kolot. 

Namun tidak dengan saat ini sebab Gen-Z berhasil menciptakan gebrakan keren yang faktanya pembelian barang second hand ini telah diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 lho. Seperti yang kita tahu fesyen juga menyumbang polutan lebih pada lingkungan dan sisa-sisa fesyen ini termasuk dalam barang yang sulit untuk diurai. 

Berkat adanya thrifting inilah kita bisa meminimalisir sampah garmen dan dapat diubah menjadi barang baru yang reusable. Namun tetap saja kita harus tahu bahwa dalam thrifting ada poin plus dan minusnya. Penasaran apa saja poin plus dan minus jual beli thrifting yang sedang digandrungi ini? Informasi dari Project Cece berikut ini bisa membantumu untuk memahaminya lebih lanjut. 

 

Poin plus membeli dan menjual barang thrift

1) Membeli barang-barang thrifting berarti kamu berhasil menjaga lingkungan dari salah satu polutan terbesar

Sumber dari barang-barang merupakan bagian yang paling memuat banyak polutan dalam supply chain barang fashion. Dan industri ini juga bertanggungjawab atas 8 hingga 10% dari total emisi karbon. Dengan kamu membeli barang-barang thrifting ini berarti kamu berhasil menjaga lingkungan. 

2) Mengurangi sampah

 

Tahukah kamu jika setiap tahunnya 18.6 juta ton dari pakaian yang dikirimkan ke pembuangan akhir? Tergantung bahan baku serta materialnya ini membuat barang-barang fashion sulit untuk terurai, akibatnya mereka terbiarkan saja di lingkungan. Maka dari itu membeli barang thrifting dapat menambah daya tahan garmen tersebut agar tidak menjadi polutan. 

Poin minus jual beli thrifting

1) Toko-toko thrifting memiliki supply chain jangka panjang yang 'tersembunyi' 

Pernah terpikiran bagaimana sih barang-barang thrifting ini dikumpulkan? 

Hanya 20% saja dari barang-barang yang terkumpul yang berhasil dijual. Biasanya sisanya dibiarkan dan dibuang begitu saja. Kebanyakan pakaian bekas ini telah dikirim dari berbagai negara jauh misalnya Pakistan dan mengirimnya ke berbagai perusahaan fesyen di Eropa yang membuatnya kembali dijual dan menjadi barang bekas. Barang-barang thrifting ini juga tidak tergolong sustainable karena sudah 'dikirimkan' ke mana-mana. 

2) Thrifting bukanlah industri yang transparan 

Dengan berbagai toko thrifting yang tersebar, sangatlah sulit untuk mencari tahu latar belakang dari pakaian maupun barang yang terjual. Secara perspektif etis, hal ini tergolong kurang baik sebab kita tidak tahu barang mana yang benar-benar guaranteed dalam hal harga serta kondisinya layak untuk dipakai dalam jangka panjang atau tidak. 

3) Membeli barang thrifting termasuk pakaian bukanlah solusi dari overconsumption

Dengan tagar #ThriftHaul telah digunakan lebih dari setengah juta kali di Instagram dan akan terus bertambah, sudah terlihat jika banyak orang yang akan menggantikan fast fashion dengan baju bekas seperti thrifting ini. Ditambah, banyaknya konsumen membelinya dari berbagai platform yang membuat baju thrifting ini hanya dapat dikenakan selama beberapa kali saja. 

Penulis: Tisha Sekar Aji

Hashtag: #Timeless 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading