Sukses

FimelaMom

Tips Efektif Menghadapi Anak yang Mudah Marah dan Tersinggung

Fimela.com, Jakarta Pernahkah kamu merasa kewalahan saat anak tiba-tiba marah besar hanya karena hal sepele? Misalnya, diminta berhenti bermain, disuruh mandi, atau tidak mendapat apa yang ia inginkan. Ledakan emosi ini kadang membuat rumah terasa tegang, apalagi jika sampai melibatkan teriakan, melempar barang, atau bahkan memukul. Bagi orang tua, situasi ini bisa sangat melelahkan, sekaligus menimbulkan rasa bersalah karena tidak tahu cara terbaik menanganinya. 

Bersumber dari childmind.org hal pertama yang perlu dipahami, perilaku anak adalah sebuah bentuk komunikasi. Ketika anak marah berlebihan, sebenarnya mereka sedang menunjukkan rasa tertekan atau bingung mengelola emosinya. Mereka belum memiliki keterampilan untuk menyalurkan perasaan dengan cara yang lebih tenang. Bisa jadi karena masih kurang kosa kata untuk menjelaskan perasaan, minim kemampuan mengendalikan diri, atau belum terlatih dalam menyelesaikan masalah.

Sayangnya, tidak sedikit orang tua yang menganggap kemarahan anak sebagai bentuk manipulasi. Padahal, sebagian besar anak yang meledak emosinya tidak sedang berusaha mengatur orang lain, melainkan benar-benar kewalahan menghadapi rasa frustrasi. Reaksi kita sebagai orangtua sangat menentukan, apakah anak akan terus mengulang pola marah yang sama atau belajar cara baru yang lebih sehat dalam mengungkapkan perasaan.

Mengajarkan anak mengontrol emosi lewat contoh dan dukungan positif

Salah satu kunci menghadapi anak yang mudah marah adalah tetap tenang. Saat kita ikut berteriak, anak justru semakin merasa ditantang dan kehilangan kendali. Menunjukkan sikap tenang bukan berarti membiarkan perilaku negatif, melainkan memberi contoh nyata bahwa emosi bisa diatur dengan cara yang lebih dewasa.

Selain itu, penting juga untuk tidak langsung menyerah atau menuruti kemauan anak hanya agar amarahnya berhenti. Jika kita terbiasa mengalah setiap kali anak mengamuk, ia akan belajar bahwa marah adalah cara paling efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sebaliknya, konsistensi dalam mematuhi aturan akan membantu anak memahami batasan.

Jangan lupa untuk terus menghargai setiap usaha positif yang anak tunjukkan. Saat ia berhasil menenangkan diri atau mencoba mengungkapkan perasaan dengan kata-kata, berilah waktu dan akhiri dengan pujian. Penguatan positif semacam ini membuat anak merasa dihargai, sekaligus termotivasi untuk terus mencoba mengelola emosinya dengan cara yang lebih baik.

Mengenal pemicu emosi dan membiasakan problem solving untuk anak

Setelah momen ini mereda, orang tua juga bisa melatih keterampilan problem solving pada anak. Ajak mereka bicara tentang perasaan, diskusikan solusi sederhana, atau berikan arahan langkah demi langkah agar mereka lebih mudah menghadapi situasi sulit. Dengan begitu, anak terbiasa mencari jalan keluar sebelum emosinya meledak.

Tidak kalah penting, perhatikan pemicu yang sering membuat anak marah. Banyak anak meledak ketika harus berhenti dari aktivitas menyenangkan atau dipaksa melakukan hal yang tidak disukai. Memberi peringatan batas waktu, membagi tugas sederhana, atau menyiapkan mental anak lebih dulu dapat membantu mengurangi risiko tantrum.

Terakhir, ingatlah bahwa setiap anak berbeda dan tidak ada metode yang sepenuhnya instan. Jika kemarahan anak terjadi sangat sering, intens, atau sampai membahayakan, jangan ragu mencari bantuan profesional. Dengan dukungan terapi dan bimbingan ahli, anak bisa belajar mengelola emosinya dengan lebih sehat. Pada akhirnya, kesabaran dan konsistensi orang tua adalah bekal utama dalam membimbing anak agar tumbuh lebih tenang, percaya diri, dan mampu menghadapi dunianya dengan lebih baik.

 

Penulis: Alyaa Hasna Hunafa

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading